KEAJAIBAN. Satu kata yang bisa terlintas ketika mengingat Papua. Ada saja keajaiban terjadi di bumi cendrawasih. Berenang bersama hiu paus di laut lepas misalnya, merupakan salah satu keajaiban yang bisa dilakukan di sana. Masyarakat suku Yeresiam di Kabupaten Nabire, Papua Tengah, sudah mengaggap Hiu Paus sebagai sahabat mereka. Hingga kini belum ada yang bisa menjelaskan, bagaimana cinta berbalas dari suku Yeresiam bisa terjadi. Para ilmuan juga masih belum bisa menyingkap misteri dibalik sikap Hiu Paus di Teluk Cendrawasih ini berbeda dengan sikapnya di wilayah lain.

Hiu Paus di sana punya fenomena tersendiri, kemunculannya berbeda dengan di tempat lain. Orang-orang Papua punya branding kalau Teluk Cendrawasih ini merupakan Home of Whale Shark karena Hiu Paus di sana bisa dijumpai sepanjang hari, sepanjang tahun. Sikapnya penuh kasih dan bersahabat, sehingga tidak berlebihan Hiu Paus di kawasan Taman Nasional Teluk Cendrawasih (TNTC) ini dikenal sebagai Raksasa Laut Berhati Lembut.

Landscape memukau TNTC memang didominasi perairan. Memiliki luas 1.453.500 hektar (ha) dimana sekitar 90%-nya merupakan perairan. Nabire jadi pintu masuk keajaiban berenang bersama Hiu Paus, tepatnya di sekitar 120 kilometer dari jantung kota Nabire kita bisa memulai petualangan bersama Hiu Paus. Jalan panjang berliku mewarnai perjalanan tim Dunia Energi dari bandara Douw Aturure di dekat pusat kota ke pesisir Nabire. Butuh waktu hampir tiga jam menggunakan mobil ke Pantai Sowa, pantai perawan berpasir putih dengan ombak tipis-tipis. Dari pantai Sowa kita masih harus menumpang speed boat sekitar 25 menit dengan kecepatan sekitar 40 km/jam di atas air untuk menuju Bagan. Bagan ini semacam perahu besar yang digunakan 5-10 nelayan untuk memancing berbagai ikan di perairan Teluk Cendrawasih seperti ikan Cakalang Tenggiri, Kembung, serta ikan Puri, makanan favorit Hiu Paus.

Jantung saya berdebar kencang. Seperti sedang bermimpi menantikan momen bisa berenang dengan raksasa penguasa lautan. Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam hati selama perjalanan speed boat yang membelah perairan Teluk Cendrawasih.  Suara paling keras terdengar di benak saya adalah apa iya kita bisa berenang dengan ikan Hiu? Penguasa lautan yang digambarkan sangat buas di film legendaris JAWS pada dekade 70-an?.

Pertanyaan yang ada di benak belum juga terjawab tapi tanpa terasa laju speed boat yang kami tumpangi mulai melambat dan tidak berapa lama mesinnya pun dimatikan. Fokus saya tertuju pada apa yang biasa saya lihat selama ini di layar kaca. “Yak tidak salah lagi, itu sirip hiu,” kata saya bergumam di dalam hati.

Seperti periskop kapal selam, kita bisa melihat sirip Hiu Paus diatas permukaan laut ikut mengiringi speed boat yang mendekat dengan perlahan ke Bagan. Berenang di laut lepas yang berdekatan dengan Samudera Pasifik bukanlah hal yang biasa, ditambah lagi dengan adanya Si Raksasa Laut yang mengelilingi. Pergerakan para Hiu ini tidak agresif, bahkan bisa dibilang sangat lembut. Mereka seperti malu-malu tapi mau mendatangi orang-orang yang mulai melemparkan badannya ke air.

Saya pun memberanikan diri ikut menerjunkan diri ke dalam air dan seketika dikelilingi sekitar tiga ekor Hiu Paus berbagai ukuran, ada yang memiliki panjang sekitar 3 meter, ada yang 5 meter dan paling besar sekitar 7 meter. Ketiganya berenang dengan santai, sesekali mendekat seakan mengajak bermain. Tegang, kagum, takut sekaligus senang, semua perasaan itu campur aduk ketika gaya dan gerakan berenang saya yang ala kadarnya ternyata tidak menakutkan Si Hiu, justru mereka malah seperti penasaran.

Tidak berapa lama gerakan Hiu Paus berubah, yang tadinya santai tiba-tiba mulai agresif, mereka berenang dengan kecepatan tinggi. Saya pikir ada dalam bahaya tapi para nelayan yang ada di atas bagan justru malah terlihat tersenyum sambil menahan tawanya. Mereka hanya memperingati agar saya bergeser lantaran ikan-ikan puri sudah mulai dilempar dari bagan tanda “pesta makan” para Hiu Paus sudah dimulai.

Benar saja, malu-malu Hiu Paus memang langsung hilang. Mulut mereka menganga lebar-lebar melahap ikan. Ukuran rahang raksasa benar-benar terlihat saat mereka mulai menyedot air berikut dengan Ikan Puri. Mereka menunggu ikan dilempar dari atas sehingga posisi badan mereka seakan seperti berdiri. Momen itu juga menyadarkan  saya bahwa meskipun terlihat lucu dan ramah kita tetap tidak setara dengan mereka jika di lautan. Tingginya yang bisa mencapai 7 meter tidak sebanding dengan saya. Pergumulan para Hiu Paus berebut makanan terlihat seperti pergumulan para raksasa.

Tidak berapa lama tim Pertamina International Shipping (PIS) bersama tim dari TNTC juga turun ke laut. Mereka tidak sendiri tapi juga ikut dengan mereka ahli dari spesialis tagging. PIS bersama TNTC bakal memasang alat tagging yang dilengkapi dengan teknologi untuk memonitoring pergerakan Hiu Paus.

Berenang bersama Hiu Paus kali ini memang bukan untuk senang-senang semata, tapi tim Dunia Energi berkesempatan melihat langsung proses tagging (pemasangan alat monitoring/lacak) Hiu Paus. Ini merupakan langkah serius dari PIS yang bekerjasama dengan TNTC untuk ambil bagian dalam pelestarian Hiu Paus yang sudah ditetapkan sebagai biota laut yang wajib dan harus dilindungi oleh Kementerian Keluatan dan Perikanan (KKP). PIS juga menggandeng Desert Star System LLC serta PT Sigma Cipta Utama (SCU) anak usaha PT Elnusa Tbk sebagai penyedia teknologi tagging .

Teknologi pada alat tagging ini bukan main-main, tapi mampu memberikan signal melalui satelit yang nantinya mengirimkan data ke tim TNTC berisi pergerakan Hiu Paus di sekitar perairan Teluk Cendrawasih serta perairan Papua pada umumnya. Alat tagging bahkan juga dilengkapi dengan teknologi baterai yang energinya berasal dari solar atau matahari, sehingga ketika Hiu Paus bergerak ke permukaan daya baterai pada alat monitoring juga bisa terisi. Data pergerakan Hiu itu bakal dimanfaatkan sebagai informasi tambahan yang akan diberikan ke berbagai perusahaan, operator kapal termasuk ke PIS untuk memetekan jalur pelayaran yang aman tanpa harus mengganggu jalur pergerakan para Hiu Paus.

Setelah beberapa waktu berjibaku dengan Hiu Paus, Marcus, petugas TNTC akhirnya sukses memasang alat monitoring ke sirip Hiu Paus. Harapannya alat tersebut tidak cepat lepas sehingga mampu mengirimkan data yang akurat.

Alat tagging sudah dipasang di salah satu Hiu Paus oleh TNTC yang didukung oleh PIS (Foto/Dok/Pertamina Dive Club)

Tagging Hiu Paus serta monitoring di Teluk Cendrawasih sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh beberapa lembaga konservasi swasta internasional seperti Conservation International (CI) dan WWF sejak tahun 2011. Namun setelah itu penandaan menggunakan teknologi tagging seakan mati suri.

“Total yang pernah ditagging oleh CI dan WWF dulu itu 42 Hiu Paus,” kata Sumaryanto, Pengendali Ekosistem Habitat, Seksi Pengelolaan TNTC Kwatisore kepada Dunia Energi di Resort Sowa Kwatisore, Jumat (7/6).

Monitoring-pun dilanjutkan melalui pengamatan langsung dengan memotret bentuk totol pada kulit yang punya ciri khas tersendiri dan berbeda untuk masing-masing individu sampai tahun 2021. Setelahnya monitoring dilakukan oleh TNTC secara mandiri. Namun dengan keterbatasan operasional kegiatan monitoring hanya bisa dilakukan 1-2 kali dalam satu tahun. Tentu ini terlalu sedikit sehingga yang didapatkan juga dikhawatirkan rendah kualitasnya.

“Baru mulai tahun 2023, bulan November kami didukung Pertamina. Kalau dulu 1 tahun hanya 1-2 kali monitoring. Saat ini kami data setiap bulan lakukan monitoring,” ungkap Sumaryanto.

Sampai sekarang individu Hiu Paus yang tercatat oleh TNTC berjumlah 203 ekor. Terdiri dari indvidu Jantan sebanyak 180 ekor, kemudian Hiu Paus betina sebanyak 6 ekor, serta ada 17 ekor yang belum diketahui jenis kelaminnya. “Terakhir sampai Juni individu bertambah 8, sejak November 2023 atau dimulainya dukungan PIS dari 195 jadi 203 ekor,” kata Sumaryanto.

Ikan dengan nama ilmiah Rhincodon Typus ini merupakan spesies yang tergolong besar. Mereka miliki panjang tubuh rata-rata 5,5 – 10 meter dan bahkan ada juga yang bisa tumbuh sepanjang 12-20 meter. Beratnya juga bisa mencapai 18- 20 ton atau setara dengan 20 mobil yang menjadikan Hiu Paus sebagai ikan terbesar di dunia. Ikan raksasa ini pertama kali diindentifikasi oleh Dr Andrew Smith dari spesimen yang berada di teluk Table, Afrika Selatan pada tahun 1828.

Berdasarkan data WWF Indonesia, Hiu Paus termasuk biota laut berumur panjang karena para ilmuan pernah mencatat Hiu Paus bisa hidup selama 50 tahun. Mereka juga disebut “Anak Rumahan” karena mereka hanya berada di area yang sama selama sepanjang tahun.

Hiu Paus dikenal masyarakat dan nelayan Kwatisore dengan Gurano Bintang karena kulitnya memiliki totol-totol putih seperti bintang di langit malam.  Hiu Paus bagi masyarakat Kwatisore memiliki tempat spesial karena dipercaya membawa keberuntungan dan berkah sehingga hiu tersebut dilarang disakiti, dibunuh ataupun dimakan oleh masyarakat setempat.

Gurano Bintang dikenali sebagai ikan yang sangat jinak. Ini tidak lepas dari makanannya yang hanya memakan ikan-ikan kecil. Hiu Paus makan dengan cara menyaring air laut. Mereka menelan berliter-liter air dan membiarkan tubuh menyaring makanan berupa hewan-hewan kecil.

Makanannya berupa plankton, alga, udang kecil, cumi-ikan teri, ikan makerel maupun ikan tuna beukuran kecil. Hiu Paus adalah satu-satunya wakil famili Rhincodontidea, satu dari tujuh famili dan sekitar 42 spesies dalam Ordo Orectolobiformes, dan satu-satunya spesies pelagis dalam ordo dan satu -satunya anggota yang memakan plankton. Hiu Paus berkembang biak dengan bertelur yang menetas di dalam perut induknya. Anak – anak Hiu Paus kemudian dikeluarkan induknya yang jumlahnya sangat banyak bisa sampai 300 ekor.

Meskipun berukuran besar bahkan panjangnya bisa sampai 20 meter, Hiu Paus sangatlah jinak dan tidak berbahaya. Pada tubuhnya terdapat totol-totol putih sehingga disebut juga Hiu Totol. Kepala Hiu Paus berbentuk gepeng dengan mulut yang lebar bahkan bisa mencapai 1,4 meter. Hiu Paus memiliki dua sirip dorsal (punggung), sirip pektoral (dada), sirip pelvic (perut), sirip anal dan sirip kaudal (ekor).

Hiu Paus Paus sebenarnya tidak hanya dapat ditemui di Indonesia, tapi tersebar di berbagai wilayah lautan namun di tempat lain kemunculannya tidak setiap saat alias musiman atau ketika sedang ada perubahan musim di beberapa titik. Jalur migrasi Hiu Paus ini jika ditelisik memang dipastikan melalui wilayah perairan Indonesia. Menariknya studi yang dilakukan menemukan bahwa kita bisa melihat Hiu Paus di Teluk Cendrawasih setiap saat atau sepanjang tahun tanpa harus menunggu musim tertentu.

Sumber : See The Wild

Hiu Paus tergolong biota laut yang dilindungi karena jumlahnya diperkirakan terus alami penurunan. Indonesia sendiri sudah memberikan perhatian khusus terhadap populasi Hiu Paus agar tidak terus menurun dengan diterbitkannya Keputusan Menteri (Kepmen) No 18 Tahun 2013 yang menetapkan hiu paus sebagai satwa yang dilindungi secara penuh, sehingga segala bentuk pemanfaatan ekstraktif hewan tersebut sudah dilarang. Tidak hanya itu, telah tersedia juga strategi konservasi yang tertuang dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) Hiu Paus 2021-2025 yang baru saja diterbitkan pada tahun 2021.

Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) pernah mendeklarasikan Hiu Paus sebagai salah satu hewan laut yang paling rentan. Pada  tahun 2016, IUCN mengklasifikasi ulang hiu paus dari spesies yang rentan menjadi spesies yang terancam punah. Memang hingga kini tidak ada yang mengetahui secara pasti populasi Hiu Paus di dunia dan data yang ada baru berdasarkan pengamatan para hiu seperti yang dilakukan di Indonesia. Menurut beberapa perkiraan, hanya ada puluhan ribu di seluruh dunia.

 

Teknologi Bantu Konservasi

Keberadaan Hiu Paus di Indonesia juga tidak lepas dari ancaman penangkapan secara ilegal, aplagi karakteristik Hiu Paus bergerak lambat di lautan sehingga lebih berisiko dan mudah ditangkap. Masih ada saja oknum masyarakat yang berburu. Masyarakat Asia misalnya masih menggemari produk berbahan dasar Hiu Paus. Selain itu, ancaman terhadap populasi Hiu Paus juga karena terjebak dalam alat penangkapan ikan serta bertabrakan dengan kapal atau perahu. Untuk alasan terakhir ini yang jadi pertimbangan adanya kegiatan konservasi berupa pemasangan alat monitoring di Hiu Paus, untuk bisa mengetahui pola pergerakan Hiu Paus yang nantinya bisa digunakan kapal-kapal yang ingin melalui Teluk Cendrawasih jadi bisa menghindar dari jalur berenang Hiu Paus.

Proses dan metode tagging sebenarnya sudah dilakukan beberapa tahun lalu hanya saja metode terdahulu boleh dibilang tidak terlalu ramah bagi para Hiu Paus karena menancapkan alat di tubuh Hiu dengan cara dibor ataupun ditembak. Para ahli sudah tidak lagi merekomendasikan metode tersebut. Oleh karena itu PIS menggandeng Desert Star System LLC yang menawarkan metode baru dengan cara menjepit alat monitoring ke sirip atas Hiu Paus. Metode ini diyakini jauh lebih ramah terhadap Hiu Paus.

Alat tagging atau monitoring yang dipasang menggunakan teknologi mutakhir, selain memiliki baterai, alat ini juga dilengkapi dengan sistem solar cell jadi bisa terus mengisi tenaga alat tagging. Alat juga dipasang di sirip atas karena Hiu Paus tidak selalu di bawah air jadi ketika naik antena atas kirim signal dan data ke satelit.

Marco Flagg, CEO of Desert Star System LLC, mengungkapkan metode ini benar-benar baru diterapkan atau belum diterapkan di tempat lain. Pada kesempatan kali ini jadi kesempatan besar Pertamina dan TNTC sebagai inisiator pemantauan Hiu Paus dengan cara-cara baru yang jauh lebih bersahabat.

Metode sebelumnya kata dia juga dinilai tidak bertahan lama karena setelah ditembak atau dibor sekalipun alat tagging tetap lepas. Biasanya bertahan sekitar tujuh bulan ada juga yang hampir satu tahun tapi itu sedikit sekali. Memang metode baru tagging ini belum sempurna namun paling tidak alat tagging diharapkan bisa bertahan lama untuk kirimkan data.

“Ini belum pernah digunakan dimanapun. Sebenarnya metode attachment sudah ada selama 10 tahun. Tapi metode lama membuat ikan tidak nyaman. Jadi kita di sini mencari cara terbaik memonitor Hiu,” kata Marco.

Marco Flagg sedang menjelaskan cara kerja alat tagging yang akan dipasang di sirip hiu (Foto/Dok/Dunia Energi)

Program konservasi Hiu Paus ini memang melibatkan beberapa pihak. PT Sigma Cipta Utama (SCU), anak usaha PT Elnusa Tbk turut ambil bagian dalam mengembangkan teknologi tagging. 

Choirul Ulfa Kusumohadi, Internt of Things (IoT) Engineer SCU, menjelaskan teknologi yang disematkan dalam alat tagging Hiu Paus di Teluk Cendrawasih merupakan hasil dari pengembangan yang dilakukan IoT, unit bisnis dalam SCU yang menaungi project seperti tracking system dan sudah lama berjalan di Pertamina dimana penggunaannya untuk Vessel dan Truck, dengan berbagai varian teknologi seperti Satellite, AIS, LoRa, dan GSM.

Dengan area yang sangat luas tentu tidak mudah dalam melakukan monitoring terhadap berbagai flora dan fauna baik darat maupun udara di kawasan TNTC. Apalagi untuk melindungi dan melestarikan Hiu Paus yang sudah menjadi ikon Nabire. Kolaborasi jadi kunci dan jalan terbaik untuk bisa mengatasi tantangan tersebut.

“Alat tagging yang Kami gunakan untuk kebutuhan Pertamina ini, Kami bekerjasama dengan dengan beberapa penyedia teknologi yang sudah proven di bidangnya. Teknologi ini berbasis satellite sebagai transmisi pengiriman data dan penentuan lokasi titik pantauan,” ungkap Choirul kepada Dunia Energi belum lama ini di Jakarta.

Chirul menjelaskan prinsip kerja alat tagging secara umum akan mengirimkan data ke satellite ketika alat berada pada permukaan air. Apabila terdapat satellite yang berada pada sekitar alat tagging, maka satellite akan menerima data dari alat tagging tersebut.

“Selain mengirimkan data ke satellite, alat juga akan menyimpan data-data sensor sesuai dengan feature yang ada seperti untuk mengetahui suhu dan kedalaman saat hewan berada di dalam air,” jelas Choirul.

Dia menuturkan alat juga dilengkapi dengan release section dimana perangkat dapat terlepas dari hewan dengan kondisi-kondisi yang ditentukan sebelumnya. “Bagian mekanikal bracket dari alat ini dikembangkan lagi oleh tim agar sesuai dengan kebutuhan oprasional,” ujar Choirul.

 

Persahabatan Hiu Paus dan Masyarakat Pesisir

Sama seperti keberadaan biota laut lainnya yang selalu memiliki keunikan dalam memberikan dampak ke lingkungan sekitar, kehadiran Hiu Paus di wilayah pesisir Nabire juga langsung bisa dirasakan dampaknya oleh masyarakat.

Frans Husi Sinery, Kepala Bidang Pengelolaan TNTC Wilayah 3, mengungkapkan kehadiran Pertamina melalui PIS yang mendukung kegiatan di TNTC jadi angin segar bagi pengembangan potensi di wilayah TNTC, termasuk Hiu Paus. Ke depan sudah ada gambaran pola pengembangannya. Ketika sudah terbangun nantinya tetap penelitian terhadap kehidupan di flora fauna jadi fokus, terutama Hiu Paus. Tapi kemudian ketika itu sudah berjalan secara berkelanjutan maka akan dapat bonus berupa penambahan pemasukan dari kunjungan wisatawan.

Selain bersahabat dengan manusia, Hiu Paus juga ternyata berperan dalam perekonomian warga. Cerita tentang persahabatan Hiu Paus Teluk Cendrawasih dengan manusia tersebar seantero bumi membuat tanah Nabire rutin kedatangan wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Ini tentu positif bagi pemasukan warga. Untuk sekali kunjungan dan bermain ke bagan menggunakan speed boat tarifnya sekitar Rp 1,5 juta -Rp 2 juta. Selain itu warga di pesisir juga mengelola penginapan. Sehingga kehadiran Hiu Paus menimbulkan multiplier effect yang tidak sedikit. Selain itu ada juga yang masuk ke Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dimana selama ini jadi PNBP terbesar TNTC berasal dari kunjungan ke Hiu Paus.

“Ke depan sudah ada gambaran, ini dibangun. Untuk kebutuhan penelitian kemudian wisata,” ungkap Fransiskus.

Kehadiran Hiu Paus di sekitar Bagan biasa dijadikan sebagai salah satu wisata paling diminati di Nabire bahkan hingga ke mancanegara. (Foto/Dok/Rio Indrawan – Dunia Energi)

Mahardika Rizqi Himawan, Peneliti Biota Laut yang juga Ketua Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Mataram, menjelaskan kegiatan konservasi dalam rangka perlindungan terhadap biota laut seperti Hiu Paus memang sangat diperlukan karena memiliki ancaman nyata terhadap penurunan populasi melalui kematian, dapat diakibatkan oleh akitvitas antropogenik atau terdampar pada perairan pantai. Tanpa adanya kegiatan konservasi maka penurunan populasi semakin tak terkendali dan berujung pada kepunahan. “Nilai penting Hiu Paus terutama pada segi ekologi dan ekonomi dapat hilang dan mungkin sulit untuk mencari teknologi penggantinya,” kata Rizqi saat dihubungi Dunia Energi beberapa waktu lalu.

Menurut Rizqi, Hiu Paus dilindungi karena bioekologinya yang masih misteri dengan pertumbuhkembangan dan usia yang tergolong panjang. Dengan tubuh yang besar dan pergerakan lambat, Hiu Paus rentan terhadap aktivitas perburuan oleh manusia. Selain itu, sebagai hewan yang mencari makan dengan menyaring perairan, mereka juga rentan terhadap perubahan lingkungan dan pencemaran. Perlindungan Hiu Paus menjadi penting jika menelisik sisi fungsi ekologi, keberlanjutan spesies itu sendiri, dan ekonomi. Apalagi keberadaan Hiu paus secara nyata dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar melalui kegiatan pariwisata.

Potensi wisata dari keberadaan Hiu Paus tidak lepas dari karakter mereka. Hiu Paus kata Rizqi merupakan spesies laut berukuran besar yang cenderung soliter dan diketahui muncul ke permukaan perairan untuk mencari makan dan menghangatkan tubuh. Pada beberapa kejadian di Indonesia, Hiu Paus memang kerap muncul dekat bagan perikanan. Kemunculannya sebagai respon ikan yang tertangkap pada jaring bagan sebagai perilaku makan. Hiu paus tertarik untuk memakan ikan yang tertangkap.

“Hiu Paus teramati menjaga jarak ketika pertama kali berjumpa dengan manusia namun semakin ‘cuek’ pada perjumpaan selanjutnya. Kemungkinan besar ukuran manusia yang lebih kecil dan fokus pada perilaku makan membuat Hiu Paus terkesan tidak memilki rasa takut dengan kita,” jelas Rizqi.

Berdasarkan data dari Goodstats, terungkap adanya enam habitat Hiu Paus di Indonesia yakni di sekitar perairan wilayah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, dan Papua. Goodstats juga mencatat bahwa Hiu Paus paling banyak ditemukan di Teluk Cenderawasih. Pada tahun 2023 lalu sebanyak 153 hiu paus berhasil ditemukan di sana, dengan total 538 kali perjumpaan. Di Teluk Saleh, hiu ini dijumpai sebanyak 466 kali dengan total populasi sebanyak 110 ekor, mayoritasnya adalah laki-laki.

Berikutnya, di Kaimana juga terjadi penambahan catatan jumlah hiu paus sebanyak 24 ekor, sehingga per 2023 ada 97 hiu paus di sana dengan jumlah perjumpaan sebanyak 551 kali. Kemudian, peneliti juga berhasil mencatat 75 hiu paus di Talisayan dengan total pengamatan sebanyak 178 kali.

Konservasi Indonesia juga melakukan perluasan pelacakan hiu paus di Gorontalo dan berhasil memasang dua sistem pelacak baru di sana. Total, ada 33 hiu paus dengan 891 pengamatan yang tertangkap. Terakhir, sebanyak 23 ekor hiu paus juga tercatat berada di Derawan dan berhasil dilihat 44 kali. Jumlah populasi dan pengamatan tersebut jadi yang tersedikit dari daerah lainnya.

Meskipun terlihat di beberapa wilayah di Indonesia, tapi ada satu kesamaan perlakuan terhadap Raksasa Laut Berhati Lembut, yaitu dimanapun mereka berada di Indonesia, masyarakat sekitar selalu menganggap mereka sebagai sahabat bahkan dikeramatkan jadi tidak boleh diburu dan harus dijaga.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari WWF Indonesia, beberapa wilayah yang biasa jadi tempat terlihatnya Hiu Paus selain di Teluk Cendrawasih, Papua antara lain adalah di wilayah Sumbawa atau di sekitar Teluk Saleh. Di sana Hiu Paus dianggap mendatangkan kebaikan karena kehadiran mereka biasanya disertai juga kehadiran ikan-ikan yang biasa jadi tankapan nelayan.

Kemudian di Botubarani, Gorontalo. Hiu Paus di sana dikenal dengan Munggianggo hulalo yang berarti hiu bulan. Kemunculan hiu paus dianggap sebagai pertanda dimulainya musim ikan-ikan kecil. Masyarakat percaya bahwa apabila tidak ada hiu paus, maka tidak ada ikan-ikan kecil juga yang bisa ditangkap oleh nelayan. Di sana Hiu Paus sudah menjadi daya tarik pariwisata yang besar potensinya untuk terus dikembangkan.

Hiu Paus juga biasa terlihat di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur yang biasa disebut masyarakat dengan Kareo dede. Sementara di Pulau Jawa, Hiu Paus kerap terlihat di wilayah Muncar, Banyuwangi. Masyarakat sekitar mengenal mereka dengan sebutan Hiu Kekakek yang berasal dari kepercayaan masyarakat setempat bahwa Hiu Paus adalah penjaga laut dan leluhur dari ikan di lautan.

Selanjutnya Hiu Paus juga disebut dengan Hiu Mbok di Balikukup sekitar wilayah Derawan, Kalimantan Timur. Masyarakat Balikukup meyakini Hiu Paus adalah jelmaan dari roh seorang nenek yang baik hati. Apabila nelayan di Balikukup bertemu dengan hiu paus saat melaut, mereka meyakini bahwa akan banyak rejeki yang menyertai mereka pada hari itu. Sementara di Talisayan, Hiu Paus sempat dianggap sebagai ancaman karena kebiasaan berenangnya yang dianggap merusak jaring nelayan. Namun kini masyarakat mulai menyadari daya tarik Hiu Paus yang begitu tinggi sebagai objek wisata mereka sudah bisa hidup berdampingan dengan Hiu Paus.

Muh. Aryomekka Firdaus, Sekretaris Perusahaan PIS, mengungkapkan terdapat tiga terminal BBM (Fuel Terminal) di sekitar teluk Cendrawasih yakni FT Nabire, Manokwari, Serui. Keberadaan terminal BBM membuat kapal-kapal pengangkut BBM lalu lalang disekitar perairan yang jadi habitat Hiu Paus. Kondisi itu dikhawatirkan berisiko bagi Hiu Paus. Oleh karena itu inisiatif monitoring Hiu Paus dilakukan sehingga data dari monitoring tersebut bisa digunakan para nahkoda kapal PIS untuk mengetahui rute berenang Hiu Paus sehingga kapal-kapal bisa menghindar dari rute tersebut. Selain digunakan untuk kapal-kapal pengangkut milik PIS, data yang didapatkan nanti juga akan dibagikan ke perusahaan kapal lainnya agar bisa sama-sama ikut menjaga kelestarian Hiu Paus.

Tagging dilakukan agar kita tahu pergerakan Hiu Paus, bisa pelajari kebiasaan individu ke depannya PIS akan menggunakan data ini untuk diintegrasikan dengan jalur kapal kita di daerah punggungan atau daerah TNTC agar kapal kapal.kita tidak merusak atau berenang jalur migrasi atau berenangnya hiu Paus,” kata Aryomekka.

Dia menjelaskan sebagai perusahaan yang bergerak di sektor kelautan PIS sadar untuk membuat program yang berkaitan dengan laut khususnya yang sesuai dengan SDGs No 14, Life Below Water. “Karena ternyata menurut data internasional SDGs ini masih sangat kurang yang berpartisipasi dan berkontribusi jadi kami coba fokus membuat program CSR yang lebih peduli dengan maut dan kehidupan di bawah laut.

Persahabatan Hiu Paus dan manusia di bumi Cendrawasih sudah berlangsung lama, tahunan, puluhan tahun, ratusan tahun lalu? tidak ada yang tahu. Tapi satu hal yang bisa diketahui dan dijamin adalah persahabatan itu akan bertahan lama. Tapi tentu ada syaratnyayaitu kelestarian ekosistem laut yang terjaga. “Bolanya” ada di tangan kita para manusia. Raksasa Berhati Lembut itu tidak bisa memilih, mereka cuma tahu satu hal bermain dan bersahabat dengan manusia. Jadi tidak ada salahnya kita memupuk persahabatan dengan raksasa. Sehingga anak cucu kita juga bisa merasakan asyiknya bersahabat, bermain dengan Raksasa Berhati Lembut Teluk Cendrawasih.