JAKARTA – Penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menetapkan tersangka W (30 tahun), Direktur PT PNJNT warga Kelurahan Sukajadi, Kecamatan Batam Kota, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau sebagai tersangka memasukkan limbah B3 (Bahan Berbahaya Beracun) yang berasal dari Malaysia tanpa izin ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di perairan Batu Ampar, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
Atas perbuatan tersebut, tersangka diduga melanggar Pasal 106 jo Pasal 69 ayat (1) huruf d jo Pasal 116 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 dan paling banyak Rp15.000.000.000,00.
Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK, mengatakan kasus memasukkan limbah B3 atau limbah secara ilegal di wilayah NKRI adalah kejahatan serius.
”Kejahatan ini harus ditindak dan dihukum seberat-beratnya, Indonesia tidak boleh dijadikan tempat pembuangan limbah B3, limbah maupun sampah yang berasal dari negara lainnya tanpa izin. Kita harus melindungi kedaulatan negara, lingkungan hidup dan masyarakat kita dari tindakan kejahatan seperti ini,” kata Rasio, Jumat(16/12).
Memasukkan limbah B3 atau limbah secara ilegal selain melanggar Pasal 106 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, juga melanggar Konvensi Basel dimana Indonesia dan Malaysia telah meratifikasi konvensi tersebut. Saat ini penyidik KLHK terus melakukan pengembangan terhadap kasus ini, tidak hanya tersangka perorangan tapi kepada aktor-aktor lain yang terlibat, termasuk yang berada di luar negeri dimana sumber limbah B3 ini berasal.
Menurut Rasio, pihaknya menyakini pelaku melakukan kejahatan ini untuk mencari keuntungan secara finansial.
“Saya sudah meminta penyidik agar diterapkan pidana berlapis, termasuk pidana tambahan perampasan keuntungan, serta dilakukan penegakan hukum tindak pidana pencucian uang. Kami akan meminta dukungan PPATK untuk informasi intelijen aliran keuangan sehingga bisa mengetahui keterlibatan aktor lainnya, follow the money-follow the suspect. Hukuman seberat-beratnya harus diterapkan agar ada efek jera dan menjadi pembelajaran bagi para pelaku kejahatan ainnya. Kami tidak akan berhenti untuk menindak pelaku kejahatan seperti ini,” ujar Rasio.
Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari laporan hasil patroli bersama antara Kantor Pelayanan Umum Bea dan Cukai Tipe B Batam, Pangkalan PLP Tanjung Ubun dengan KSOP Khusus Batam.
“Pada tanggal 4 Maret 2022, tim patroli mengamankan kapal MT Tutuk GT 7463 di perairan Batu Ampar, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau yang membawa muatan 5.500 Metrik Ton yang diduga limbah B3. Atas dasar laporan tersebut, Penyidik KLHK melakukan pendalaman pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) pengambilan sampel berupa minyak hitam yang diduga limbah B3, analisa sampel di laboratorium terakreditasi, penyitaan muatan kapal, penyitaan dokumen, pemeriksaan saksi-saksi dan pemeriksaan ahli,” ungkap Yazid.
Berdasarkan keterangan ahli diketahui bahwa hasil uji produk terhadap muatan kapal berupa minyak hitam tersebut dikategorikan sebagai limbah dan bukan sebagai bahan bakar minyak atau fuel oil, karena tidak memenuhi spesifikasi sebagai bahan bakar sebagaimana dipersyaratkan dalam SNI produk MFO. Selanjutnya berdasarkan uji karakteristik, muatan kapal berupa minyak hitam tersebut dikategorikan sebagai limbah B3. Berdasarkan hasil pulbaket ini, penyidik kemudian meningkatkannya ke penyidikan setelah terpenuhinya 2 alat bukti yang cukup.
”Penindakan kasus ini dilakukan melalui multidoor dimana penyidik KSOP Khusus Batam juga melakukan penyidikan terhadap tersangka W atas dugaan tindak pidana pelayaran yaitu mengoperasikan kapal asing untuk mengangkut penumpang dan barang antar Pelabuhan di wilayah perairan Indonesia, mengoperasikan kapal tanpa memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim dan telah divonis Hakim Pengadilan Negeri Batam pada tanggal 12 Desember 2022 dengan pidana percobaan 6 bulan dan denda Rp.100.000.000,00,” jelas Yazid.
Sebelumnya Penyidik KLHK bersama dengan KSOP Khusus Batam melakukan penyidikan bersama menindak kejahatan masuknya limbah B3 ke wilayah Indonesia di perairan Batam dengan terpidana Nahkoda Kapal SB Cramoil Equity Chosmus Palandi (CP) yang telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Batam 7 tahun penjara dan denda Rp5.000.000.000,00 subsider 3 bulan pidana kurungan. CP membawa masuk ke wilayah Indonesia limbah B3 berupa cairan yang berasal dari Cramoil Singapore Pte LTd, Singapura ke perairan Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau.
CP juga dijatuhi hukuman atas tindak pidana pelayaran berupa berlayar yang tidak mematuhi sistem rute berlayar yang telah diputus Pengadilan Negeri Batam dengan Putusan Nomor 43/Pid.B/2022/PN Btm dengan hukuman pidana penjara 8 bulan dan denda Rp50.000.000,00 subsider 3 bulan pidana kurungan serta menetapkan Kapal SB Cramoil Equity dirampas untuk negara.
”Kami mengapresiasi dukungan KSOP Khusus Batam, Kantor Pelayanan Umum Bea, Cukai Tipe B Batam, serta Kejari Batam, Kejaksaan Agung, Kepolisian, dan Bakamla dalam penegakan hukum terkait kasus-kasus seperti ini. Dukungan penindakan kejahatan seperti ini penting untuk memperkuat penegakan hukum dan mengamankan perairan Indonesia khususnya perairan Kepri dari pencemaran limbah minyak dan masuknya limbah B3 ilegal dari luar negeri,” kata Rasio.(RA)
Komentar Terbaru