JAKARTA – Pemerintah mulai 1 Januari 2021 berencana menghapus penjualan BBM jenis Premium di semua SPBU di Pulau Jawa, Madura dan Bali (Jamali). Hal ini sebagai tindaklanjut adanya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017, tentang batasan reseach octane number (RON).
Mulyanto, anggota Komisi VII DPR RI,
menyambut baik jika pemerintah menghapus jenis BBM beroktan rendah. Namun DPR mengingatkan pemerintah dan PT Pertamina (Persero) harus tetap memberikan alternatif ke masyarakat atau tetap menyediakan BBM ramah lingkungan dengan harga murah. Jangan sampai masyarakat tidak diberikan alternatif yang memadai. Artinya seharusnya harga Pertalite atau Pertamax yang punya oktan lebih tinggi harganya bisa turun.
“Jika fokus pemerintah adalah soal lingkungan maka kebijakan yang perlu diambil adalah mengganti BBM oktan rendah dengan BBM oktan tinggi tapi dengan harga yang tetap terjangkau. Apalagi sekarang harga minyak dunia sedang anjlok,” kata Mulyanto, Jumat (20/11).
Menurut dia, jika kebijakannya hanya menghilangkan premium tanpa menurunkan harga BBM oktan tinggi, maka motif pemerintah sudah bukan masalah lingkungan tapi lebih ke masalah ekonomi. “Kalau sudah begini masyarakat yang menjadi korban,” tukas Mulyanto.
Mulyanto pun mendorong pemerintah dan Pertamina lebih aktif melakukan edukasi berkesinambungan kepada masyarakat. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat dapat berperan aktif berdasarkan kesadaran sendiri beralih dari BBM oktan rendah ke BBM oktan tinggi yang ramah lingkungan.
Ia menolak program-program pemerintah yang hanya akan memberatkan rakyat yang tengah menderita, baik secara kesehatan maupun ekonomi. “Pemerintah harus peka dengan kondisi masyarakat di tengah pandemi COVID-19 sekarang ini,” kata Mulyanto.
Dia juga mengingatkan Pertamina jangan langsung ambil tindakan sebelum ada revisi Perpres 43 Tahun 2018 yang merupakan Perubahan Perpres 191 Tahun 2014 yang mengatur soal Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP).
Selama Perpres itu belum diubah maka Pertamina wajib menyediakan Premium di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Pulau Jawa, Madura dan Bali.
Mulyanto menilai Peraturan Menteri KLHK tidak bisa dijadikan landasan hukum penghapusan pendistribusian premium di Pulau Jawa, Madura dan Bali.
“Pertamina tidak boleh menghapus premium secara semen-mena, karena penghapusan jenis BBM, apalagi yang berupa penugasan Pemerintah, harus berdasarkan keputusan Pemerintah. Jika dilanggar sama juga Pertamina tidak melaksanakan penugasan Pemerintah dengan baik. Pertamina tetap berkewajiban menyediakan BBM penugasan ini untuk masyarakat,” ungkap Mulyanto.
Lebih lanjut ia mendukung upaya Menteri KLHK mengendalikan pencemaran lingkungan yang disebabkan emisi bahan bakar. “Tapi pelaksanaan Permen itu harus dilakukan secara terintegrasi agar tidak merugikan masyarakat,” tegas Mulyanto.
Pertamina sebelumnya melalui Pjs Vice President Corporate Communication Heppy Wulansari mengatakan kebijakan penyaluran Premium merupakan kewenangan pemerintah. Pertamina berkomitmen terus mengedukasi konsumen untuk menggunakan BBM ramah lingkungan dan yang lebih berkualitas dalam meningkatkan performa kendaraan.
“Pertamina berkomitmen mendorong penggunaan BBM dengan RON lebih tinggi, karena selain baik bagi lingkungan juga akan berdampak positif untuk mesin kendaraan dan udara yang lebih bersih,” kata Heppy.(RI)
Dengan adanya rencana pemerintah/pertamina untuk mengganti BBM premium dg BBM yang mempunyai RON lebih tinggi (setidaknya RON 90) perlu diapresiasi. Langkah ini salah satunya untuk mengurangi emisi CO2 yang dikeluarkan oleh knalpot kendaraan.
Yang menjadi kendala, untuk memenuhi kebutuhan BBM khususnya gasoline nasional, pemerintah masih perlu impor. Langkah untuk mengurangi impor gasoline, harus dorongan yang kuat dari pemerintah untuk pengembangan green fuel (bio gasoline dari co processing RBDO dengan minyak bumi ataupun pemanfaatan bio ethanol), penggunaan angkutan masal diperkotaan dan mendorong industri mobil listrik.
Saya setuju harga BBM jenis gasoline harus terjangkau oleh masyarakat. Namun pemerintah perlu menyusun program yang tepat agar intensitas energi nasional dibawah 1 % dan elastisitas energi tidak lebih dari 1. BBM harus digunakan untuk kegiatan yang produktif dan meningkatkan penghematan dalam pemanfaatannya yang harus terus ditekankan oleh pemerintah. Kita masih belum bisa melepaskan ketergantungan kita dari minyak fosil dan sumber minyak fosil adalah sumber yang tidak bisa diperbaharui.