JAKARTA – Kontroversi kembali dilakukan Basuki Tjahaja Poernama alias Ahok setelah membeberkan berbagai kebijakan direksi Pertamina yang diklaim tidak patut dilakukan. Ini cukup mengegerkan pasalnya Ahok adalah Komisaris Utama Pertamina. Atas tindakannya tersebut Ahok dinilai pantas jika diberhentikan sebagai Komisaris Utama. Tapi itu ada syaratnya yakni jika Ahok gagal membasmi mafia migas di dalam tubuh Pertamina.
Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada dan mantan anggota tim anti mafia migas, mengungkapkan jika alasan pemecatan Ahok semata karena bikin gaduh dengan mengungkap aib Pertamina, alasan itu terlalu naif dan tidak mendasarkan pada kaidah manajemen professional.
“Pemecatan Ahok sebagai Komut Pertamina seharusnya didasarkan atas pencapaian Key Performance Indicator (KPI), bukan karena bikin gaduh,” kata Fahmy, Kamis (17/9).
KPI itu lanjut Fahmy seperti pemberantasan Mafia Migas, pembangunan Kilang, penurunan impor Migas. “Kalau KPI ditetapkan itu tidak dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu, Ahok memang seharusnya dipecat sebagai Komut Pertamina,” tegasnya.
Menurut Fahmy, tanpa dibuka oleh Ahok, sebenarnya publik sesungguhnya sudah mengetahui kebobrokan Pertamina, yang pada semester I tahun ini sudah menderita kerugian hingga Rp11,13 triliun. Dalam kekesalannya menurut Fahmy, Ahok telah membuka tata kelola Pertamina agar lebih transparan. “Ahok menyadari bahwa salah satu tugas sebagai Komut adalah membasmi Mafia Migas di Pertamina,” kata dia.
Dalam video yang diupload di youtube, Ahok menyatakan salah satu kekesalannya adalah kebijakan pergantian direksi anak perusahaan yang tanpa sepengetahuan dewan komisrasi bahkan komisaris utama. Bahkan menurut mantan Gubernur Jakarta itu ada lobi-lobi jabatan direksi anak perusahaan ke Menteri yang dilakukan oknum direksi Pertamina.
“Dia (direksi) ganti direktur (anak usaha) bisa tanpa kasih tau saya, direksi lobi ke menteri, yang menentukan menteri, komisaris pun titipan Kementerian-Kementerian,” kata Ahok dalam video tersebut.
Kamudian dia juga mengkritisi mekanisme birokrasi di Pertamina yang mengindikasikan adanya jabatan pesanan. Hal ini terjadi lantaran ada jabatan strategis yang harus diisi oleh karyawan dengan persyaratan harus bekerja dulu minimal 20 tahun. Ini menurut Ahom tidak sehat karena berpotensi ada praktek titip jabatan.
“Jadi orang musti kerja kalau mau jadi SVP itu 20 tahunan ke atas, saya potong semua itu. Semua musti lelang terbuka,” kata dia
Kekesalan terhadap birokrasi belum usai Ahok mengaku heran dengan kondisi di Pertamina karena menurutnya ada oknum karyawan dengan posisi tinggi tapi sudah tidak bekerja atau tidak lagi diposisinya tapi tetap digaji sesuai dengan jabatannya dulu dengan alasan yang cukup menggelikan.
“Orang dicopot dari direktur utama anak usaha gaji Rp 100 juta, dicopot gaji sama alasannya orang lama, harusnya gajinya ikutin jabatan anda yang sekarang, mereka bikin gaji pokok gede-gede. bayangin orang Rp 75 juta gajinya ngga kerja pun tetap digaji segitu. Ini yang kita lagi ubah,” kata dia.
Ahok makin naik pitam ketika masuk ke pembahasan kilang. Menurut dia ada yang tidak beres dalam rencana pengembangan atau pengerjaan proyek-proyek kilang Pertamina, karena sikap manajemen yang justru pasif disaat beberapa perusahaan menyatakan minatnya untuk ikut bekerja sama kerjakan proyek kilang Pertamina.
Bahkan menurut Ahok ada oknum pejabat tinggi di Pertamina yang mau memancing emosinya agar dia dilaporkan ke pemerintah sebagai sosok yang membuat suasana manajemen Pertamina tidak kondusif.
“Saya mau rapat penting kilang, berapa investor yang mau kerja sama didiemin udah ditawatin kerja sama kenapa ditolak, kenapa seperti ini. saya lagi mau audit nih , saya emosi juga, mereka mau pancing saya emosi terus ntar lapor presiden, ahok ganggu keharmonisan,” kata Ahok.
Kejengkelan Ahok memuncak saat tau bahwa manajemen begitu bernafsu melakukan akuisisi blok migas di luar negeri tapi mengandalkan utang. Menurutnya potensi migas yang dipaparkan oleh pemerintah sudah jelas dan harusnya itu dulu yang jadi prioritas.
“Udah utang US$16 miliar, otaknya pinjem duit aja nih, saya udah kesal. Terus mau akuisisi terus, saya bilang kenapa ngga berpikir eksplorasi masih ada 12 cekungan yang berpotensi, kita masih punya minyak punya gas, ngapain di luar negeri jangan-jangan ada komisi beli-beli minyak di luar negeri,” kata Ahok.(RI)
Komentar Terbaru