JAKARTA – Pemerintah meminta manajemen PT Pertamina (Persero) berbenah terutama dalam rangka proses pengambilan keputusan yang berhubungan langsung dengan kinerja operasi produksi minyak dan gas bumi.
Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan salah satu penyebab rendahnya lifting migas Pertamina pada semester I tahun ini akibat koordinasi antar manajemen yang menyebabkan keputusan akhir tidak dieksekusi dengan baik, sehingga berimbas langsung pada kinerja operasi. Ini tentu memberikan dampak langsung ke lifting migas secara nasional, karena suka tidak suka blok-blok migas dengan kontribusi terhadap lifting nasional saat ini sudah dikelola oleh Pertamina.
Jonan menilai proses pengambilan keputusan manajemen sangat penting agar Pertamina bisa bersaing dengan perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia.
“Saran saya untuk Pertamina, decision making process-nya itu produksi harus jauh lebih cepat. Mesti dibikin mekanisme yang menurut saya bisa kompetitif, lawan dengan produsen-produsen asing,” kata Jonan di Jakarta, Senin (31/7).
Data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebutkan lifting minyak PT Pertamina EP sebesar 75.293 barel per hari (bph) atau 89% dari target sebesar 85 ribu bph. PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) sebesar 34.680 bph atau 69% dari target 50.400 bph. PHE OSES lifting hingga semester I 27.841 bph atau 87% dari target 32.000 bph. PHE ONWJ realisasi sebesar 28.405 bph atau 86% dari target 33.090 bph. Serta Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) realisasi liftingnya 95% dari target atau 10.663 bph dari target 11.248 bph.
Untuk lifting gas, Blok Mahakam baru 60% dari target atau sebesar 662 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dari target 1.100 MMSCFD. Pertamina EP lifting sebesar 768 MMSCFD atau 95% dari target 810 MMSCFD.
Sementara perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia, ExxonMobil mampu mencatat realisasi lifting minyak 216.761 bph mencapai target yang ditetapkan 216.000 bph. Hanya saja yang harus diingat ExxonMobil mengelola blok Cepu yang baru berumur sekitar 15 tahun, sedangkan Pertamina mengelola blok-blok migas yang rata-rata telah berumur lebih dari 30 tahun.
Selain itu, Chevron yang mengelola Blok Rokan mencatat lifting sebesar 190.654 bph dari target 190.000 bph.
BP, asal Inggris yang mengelola Blok Berau mencatat lifting gas sebesar 971 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dengan target 1.050 MMSCFD. ConocoPhillips yang mengelola Blok Corridor mencatat lifting gas sebesar 826 MMSCFD dari target 810 MMSCFD.
Menurut Jonan, target lifting sudah dibahas bersama dengan perusahaan sehingga bukanlah keputusan sepihak pemerintah dan bersifat politis.
“Ini kan bukan putusan politik, bukan apa ini semua juga kan kalau mau bikin plan semua tanda tangan. Pertamina juga kelompoknya tanda tangan. Tidak ada ini target politik harus produksi ini. Ini yang real saja,” kata Jonan.(RI)
Komentar Terbaru