JAKARTA – Pembatalan kerjasama Proyek Titan kerjasama BUMN dengan konsorsium LG Energy Solution Ltd (LGES), Korea Selatan, harus menjadi perhatian serius Pemerintah.
Mulyanto, pengamat kebijakan energi sekaligus mantan anggota Komisi VII DPR RI yang membidangi sektor energi menilai Pemerintah harus lakukan evaluasi secara objektif untuk mengetahui alasan pembatalan kerjasama proyek senilai Rp 130 triliun tersebut. Ia juga mengusulkan Pemerintah perlu mengembangkan keragaman mitra strategis terkait pengembangan ekosistem kendaraan listrik (EV) nasional. Jangan hanya bergantung pada sumber teknologi satu negara.
Menurutnya diversifikasi kerjasama dengan berbagai negara sangat penting untuk menjaga keseimbangan geopolitik serta mendapatkan sumber teknologi dan pasar yang semakin luas.
“Meski BUMN kita masih memiliki konsorsium kerjasama pengembangan ekosistem EV dengan perusahaan CATL China melalui proyek Dragon sebesar Rp. 240 triliun, namun batalnya proyek Titan ini memiliki pengaruh signifikan, yang dapat memperlambat program pengembangan ekosistem EV dan hilirisasi sumber daya mineral nasional,” jelas Mulyanto, Rabu (23/4).
PT Indonesia Battery Corporation (IBC) pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR RI, 17 Februari 2025 lalu, memaparkan bahwa perusahaan Korea Selatan, LGES, mundur dari pembentukan joint venture (JV) Proyek Titan, yakni megaproyek baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) senilai US$7,7 miliar (sekitar Rp129,84 triliun asumsi kurs saat ini) di Indonesia.
Mundurnya LGES dari proyek yang dikenal dengan kode ‘Proyek Titan’ itu diumumkan perusahaan asal Korea Selatan tersebut pada Jumat (18/4/2025).
Menurut Mulyanto Pemerintah harus memitigasi dampaknya secara sungguh-sungguh serta mengembangkan alternatif kemitraan dan strategi lain.
“Pelajaran yang dapat dipetik dari kasus kebijakan tarif Presiden AS Trump adalah soal diversifikasi pasar dan kerjasama kemitraan secara beragam dengan berbagai negara. Ketergantungan atau dominasi sumber teknologi atau pasar pada satu atau beberapa negara akan menjadi sangat rawan bagi pembangunan ekonomi nasional,” jelasnya.
Sementara itu pemerintah masih berharap terhadap proyek EV lainnya yang digawangi PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Bersama mitra strategisnya, ANTAM terus menindaklanjuti proyek ekosistem baterai EV lainnya, Proyek Dragon, senilai total US$16 miliar atau sekitar Rp 240 triliun.
Nico D. Kanter Direktur Utama Antam, menjelaskan proyek Dragon merupakan proyek strategis sekaligus program prioritas perseroan. Proyek Dragon dikerjakan Antam dengan menggandeng Contemporary Brunp Lygend (CBL)—konsorsium raksasa produsen baterai asal Tiongkok Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL).
Komentar Terbaru