JAKARTA- Kerja sama operasi (KSO) PT Pertamina Gas, anak usaha PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) akan menguntungkan konsumen karena harga gas akan menjadi lebih murah. Kerja sama operasi itu juga menjadi solusi termudah untuk mengatasi tumpang tindih pembangunan pipa dan penyaluran gas.
Adiatma Sardjito, Sekretaris Perusahaan Pertamina Gas, mengatakan nota kesepahaman KSO Pertamina Gas dan PGN diteken oleh Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto dan Direktur Utama PGN Hendi Prio Santoso disaksikan Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini M Soemarno di KM Kelud pada 20 November 2015. Dalam pertemuan tersebut, kedua badan usaha milik negara itu menyepakati pembentukan joint committee di bawah kendali Kementerian BUMN.
Pertemuan kemudian dilanjutkan pada 3 Desember 2015 yang membahas soal joint committee. Melalui joint committee, Pertamina Gas dan PGN menempatkan perwakilan pada level senior manager. Kedua BUMN itu lantas menjalin sinergi dengan memanfaatkan pipa–pipa distribusi dan transmisi, termasuk berkongsi menetapkan area operasi yang dapat dikerjasamakan.
Menurut Adiatma, Pertamina Gas dan PGN sebenarnya telah menjalin kerja sama pasokan gas di Sumatera Utara (Sumut). Pertamina memasok gas melalui jaringan pipa Arun di Nanggroe Aceh Darussalan menuju Belawan, Sumut. “PGN membeli gas tersebut untuk kemudian didistribusikan kepada konsumen mereka di wilayah tersebut,” kata Adiatma.
Menurut penelisikan Dunia Energi, pasokan gas untuk Sumatera Utara berasal dari dua sumber, yaitu LNG yang diproses melalui fasilitas Arun Regas dan gas pipa dari Pangkalan Susu Field yang dikelola Pertamina EP, anak usaha Pertamina. Masing-masing sumber tersebut volume pasokannya 4 mmscfd.
Harga pembelian LNG dari Donggi-Senoro yang saat ini menjadi patokan untuk penjualan kepada konsumen Sumatera Utara terbentuk pada parameter harga minyak mentah US$60 per barel, di mana harga berlaku untuk 1 kargo secara keseluruhan.
Belakangan harga gas diturunkan dari semula US$13,86 menjadi US$11,31 per mmbtu dengan harga tertimbang gas LNG dan gas pipa. Ini tidak termasuk biaya-biaya yang harus dibayarkan konsumen kepada PGN sebesar US$9,87 per juta british thermal unit (MMBTU).
Sumber Dunia Energi menyebutkan, harga US$9,87 per MMBTU dapat diperoleh setelah Pertamina menghapus margin dalam struktur pembentuk toll fee pipa Arun-Belawan sebesar US$0,89 per MMBTU dan menurunkan biaya regasifikasi sebesar US$0,2 per MMBTU sehingga total pengurangan harga dari sisi Pertamina adalah US$1,09 per MMBTU.
Di sisi lain, pemerintah telah memotong penerimaan di sisi hulu untuk Pangkalan Susu Field dari semula harganya US$8,24 per mmbtu menjadi US$6,24 per MMBTU.
“Dari sisi PGN sejauh ini belum melakukan perubahan banyak di biaya distribusi yang masih tetap US$1,44 per MMBTU+ Rp750 per m3 (belum termasuk surcharge). Penurunan harga sebesar US$0,55 per MMBTU yang diklaim sebelumnya hanya berupa kebijakan penggunaan dua mata uang agar konsumen terhindar dari kerugian kurs,” menurut sumber Dunia Energi.
Kementerian BUMN Dukung
Adiatma mengatakan joint committee sudah sejalan dengan perintah sinergi dari Kementerian BUMN. Selain itu, pemanfaatan pipa gas sebenarnya juga sejalan dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 19 Tahun 2009 pasal 13 dan Peraturan Pemerintah No 36 pasal 31 Tahun 2009. “Kedua peraturan ini menunjukkan pemanfaatan fasilitas pipa gas bersama,” jelas dia.
Kementerian BUMN telah menyetujui opsi joint committee. Edwin Hidayat Abdullah, Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN, mengatakan sinergi operasi antara Pertamina Gas dan PGN ini sesuai dengan permintaan Presiden Joko Widodo yang kemudian dilanjutkan oleh Menteri BUMN
“Waktu di pertemuan di KM Kelud, Presiden memerintahkan kepada Dirut Pertamina dan PGN supaya bersinergi dan tidak boleh bersaing, nggak boleh tukaran (berantem) lagi,” katanya.
Sinergi operasi tersebut akan mendukung percepatan optimalisasi penyaluran gas dalam negeri. Selama ini, hambatan waktu seringkali terjadi dalam proses distribusi gas, karena terhambat dalam proses tender. Proses tender memakan waktu yang terbilang lama, sementara dalam tender Pertamina Gas berhadapan dengan PGN.
Edwin berharap pada Januari 2016 sudah bisa berjalan sinergi dan kerjasama tersebut. Terkait hal lainnya perlu ada pengkajian yang lebih komprehensif, “Yang penting suruh gandeng, kawin dulu. Kalau sinergi, pembangunan infrastruktur bisa cepat berjalan dan lebih efisien. Kalau efisien, harga gas pun pasti lebih terjangkau,” imbuhnya.
Namun, PGN belum menyetujui konsep tersebut. Padahal, dengan cara kerja sama operasi itu harga gas yang diterima konsumen akan lebih murah dan juga ada efisiensi penggunaan pipa karena Pertamina Gas dan PGN bisa menggunakan pipa secara bersama.
“Kami sebagai perusahaan yang sahamnya dimiliki 100% Negara akan melaksanakan apa yang diminta pemeirntah. Harga gas diminta turun, kami turunkan. Tidak ada masalah,” kata Adiatma.
Andy Noorsaman Sommeng, Kepala Badan Pengatur Hilir Migas, saat dikonfirmasi mengatakan joint operation Pertamina Gas dan PGN akan menguntungkan negara. Apalagi, secara global di sejumlah negara produsen gas, integrasi value chain bisnis gas dilakukan dari hulu ke hilir. Pembangunan pipa juga tidak akan tumpang tindih karena dapat saling memanfaatkan aset satu sama lain sehingga dapat mengatasi inefisiensi infrastruktur dan harga gas murah di konsumen akhir.
Hingga berita ini diturunkan, direksi dan manajemen PGN belum bisa dikonfirmasi. Dunia Energi mencoba mengonfirmasi Irwan Andri Atmanto, kepala komunikasi korporat PGN. Namun, beberapa kali dihubungi via telepon genggamnya, Irwan tidak mengangkat telepon. (DR)
Komentar Terbaru