JAKARTA – Kepastian suplai yang memadai diyakini dapat menjaga kelangsungan implementasi co-firing PLTU batu bara dengan bahan bakar biomassa. Dengan demikian, konsep hutan energi perlu menjadi perhatian karena dapat penyuplai utama biomassa.
“Kita perlu yang punya kepastian suplai yang lebih baik. Artinya, mulai dipikirkan konsep hutan energi, bukan sekedar pangan. Harus dipikirkan hutan untuk energi. Kementerian LHK sebetulnya sudah mencadangkan kawasan untuk hutan energi. Hal ini perlu sinkronisasi,” ungkap Surya Darma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Selasa (10/11).
Biomassa adalah penghasil bioenergi yang berasal dari bagian-bagian tanaman di hutan. Terdapat beberapa jenis tanaman yang umum digunakan sebagai sumber energi biomassa seperti Eucalyptus, Sengon, Gamal, Lamtoro, Nyamplung, Bintangur, Akasia, Rumput Gajah, Kaliandra, Kemiri dan lainnya. Bahkan, beberapa waktu terakhir ini dikembangkan pembangkit listrik biomassa berbahan baku bambu di Mentawai.
Sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), pemerintah berkomitmen pengembangan energi baru terbarukan (EBT) menjadi prioritas nasional, termasuk pengembangan bioenergi berbasis hutan energi. Program pengembangan bioenergi berbasis hutan energi merupakan upaya pencadangan kawasan hutan produksi yang khusus diperuntukan untuk pembangunan hutan energi sebagai sumber bahan baku bioenergi.
Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian ESDM telah menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) dengan Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) pada tahun 2014 mengenai Program Pengembangan Bioenergi Berbasis Hutan Energi.
Manfaat hutan energi paling esensial adalah sebagai penyuplai energi terbarukan. Selain dapat penyuplai biomassa, sumber air yang terkandung di kawasan hutan juga merupakan potensi energi yang besar. Air yang mengalir dari sungai-sungai berasal dari sumber-sumber mata air yang eksistensinya bergantung pada hutan yang terjaga kelestariannya. Sungai-sungai inilah yang dimanfaatkan untuk menjadi energi dengan pembangkit listrik tenaga air (mikrohidro). Aliran air sungai akan ditampung dan memutar turbin yang ada di generator sehingga energi kinetik dapat diubah menjadi listrik.
Tidak hanya menyediakan dan menyimpan sumber energi, hutan juga memainkan peranan penting dalam pengelolaan ekosistem. Hal ini terkait dengan fungsi hutan sebagai penangkal dampak buruk perubahan iklim. Dari sisi ekonomi, menjaga hutan merupakan upaya mitigasi termurah dalam melawan dampak perubahan iklim, bukan hanya bagi Indonesia tapi juga bagi dunia.
“Saya tidak ingat datanya, tapi sudah disiapkan (hutan energi) untuk setiap provinsi sesuai dengan kondisi daerahnya. Saya rasa hal ini memang perlu sinkronisasi dan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan juga kementerian lain yang terkait,” tandas Surya Darma.(RA)
Pengembangan Energi Baru Terbarukan Berbasis Biomassa. Dapat bernilai Ekonomis dan Bankable hanya bila dilakukan secara Terpadu dg sumber energi Nabati Non food non ediable ( Jarak pgr, Nyamplung, Kepuh, Kemiri sunan, Kedoyo, Kepayang, Pronojiwo dll. Dan Berkelanjutan dgn Pemberdayaan Industri Ikutan, Turunan dan Sampngan spt. Makanan Ternak , Pupuk, Pestisida, Bio Farmasi dll. Serta Pengembamgan Budi daya Peternakan, Perikanan, Pertanian Tegakan & Tumpang sari dg sistim Rekayasa serta lebah madu.
Mewujudkan Pengentasan Kemiskinan diseluruh Kawasan Desa Tertinggal. Serta Kemakmuran yg Berkeadilan di Wilayahnya.
MENUJU INDONESIA BANGKIT.
MENJADI NEGARA BESAR MAJU