PT PLN (Persero), badan usaha milik negara di sektor ketenagalistrikan, berupaya mendorong masyarakat untuk mengalihkan secara besar-besaran penggunaan dari kompor gas menjadi kompor induksi. Zulkifli Zaini, Direktur Utama PLN, pekan lalu menyatakan dalam beberapa waktu yang akan datang PLN akan meluncurkan inisiatif untuk konversi satu juta kompor elpiji ke induksi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengasumsikan penggunaan energi kompor induksi tingkat efisiensi dicapai 84%, sedangkan efisiensi kompor gas hanya 40%. Dengan begitu, biaya pemakaian kompor induksi dinilai lebih murah. Jika biaya untuk memasak 10 liter air menggunakan kompor gas elpiji sebesar Rp 2.055, biaya untuk kompor induksi hanya Rp 1.426.
Untuk mengetahui lebih jauh urgensi dan dampak penggunaan kompor induksi, berikut wawancara Dunia Energi dengan Ali Ahmudi Achyak, Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS) dan Kandidat Doktor Teknik Elektro Universitas Indonesia serta Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Binawan, Jakarta, Minggu (6/9) malam,. Berikut petikannya.
Bagaimana tanggapan Anda atas rencana PLN menggenjot penggunaan kompor induksi kepada masyarakat?
Saya kira PLN sebagai korporasi memang harus selalu kreatif dalam melakukan terobosan bisnis dan pengembangan produk layanan. Kompor induksi ini bisa menjadi salah satu terobosan tersebut.
Bukankah penggunaan kompor induksi malah membuat masyarakat tidak hemat listrik?
Hemat itu tidak selalu berarti meminimalkan penggunaan sumber daya (energi). Penghematan (efisiensi) harus berdampingan dengan efektivitas, berarti penggunaan sumber daya berbanding dengan nilai tambah (manfaat) yang dihasilkan (diperoleh). Adanya pengembangan mobil dan mobil listrik, juga berbagai peralatan berbasis energi listrik, termasuk kompor induksi ini pasti akan meningkatkan konsumsi listrik masyarakat.
Bukankah ini bermasalah bagi penyediaan listrik oleh PLN?
Kenaikan konsumsi listrik tersebut akan menimbulkan masalah jika PLN tidak mengantisipasinya dengan menambah pasokan (supply) atau pengaturan beban secara berimbang. Namun jika PLN telah memastikan bahwa tidak ada masalah dengan pasokan dan pengaturan beban, hal itu tidak ada masalah. Justru pengembangan kompor induksi ini akan semakin memperkuat upaya konversi penggunaan alat berbasis bahan bakar migas menjadi listrik, termasuk kompor induksi ini. Dalam konteks PLN sebagai salah satu perusahaan plat merah bidang energi, tentunya harus mendukung kebijakan pemerintah untuk penyediaan energi bersih yang efisien, efektif dan ramah lingkungan.
Artinya, kompor induksi ini jadi terobosan PLN untuk mencari solusi agar masyarakat menyerap listrik yang diproduksikan PLN?
Sepertinya kompor induksi ini menjadi salah satu terobosan PLN dalam pengembangan produk dan layanan yang mampu membantu program pemerintah untuk menekan laju penggunaan LPJ yang terbukti menyedot subsidi negara dan banyak terjadi penyimpanngan dalam distribusinya. Kompor induksi tersebut juga lebih efektif dan efisien bagi konsumen (masyarakat), serta pastinya zero CP dan CO2 sehingga sangat ramah lingkungan dan sehat.
Apakah penggunaan kompor induksi bukannya mengancam keberadan LPG 3 kg dan bahkan jargas?
Indonesia negara besar (baik luas wilayah maupun jumlah penduduknya) dengan variasi kemajuan pembangunan dan tingkat ekonomi yang beragam. Hal itu tentunya berkonsekuensi pilihan gaya hidup masyarakat, termasuk konsumsi energi, serta pemilihan teknologi sebagai penunjang kehidupan mereka. Terkait itu menjadi sangat lumrah jika bauran energi Indonesia termasuk salah satu yang paling rumit di dunia. Konsumen energi, termasuk rumah tangga, tentunya juga harus diberikan banyak pilihan sesuai kondisi, kebutuhan dan tingkat ekonomi mereka. Sebenarnya baik jaringan gas kota (jargas) yang salah satunya dikembangkan PGN maupun kompor induksi yang dikembangkan PLN mempunyai tujuan besar yang sama yaitu mereduksi penggunaan LPG 3kg di masyarakat. Keduanya adalah energi hemat dan bersih di tingkat konsumen yang harus dikembangkan secara bersama-sama. Pengembangannya disesuaikan dengan kondisi lokal (infrastruktur dan kebutuhan masyarakat). Konsumen diuntungkan karena punya banyak pilihan untuk pemenuhan kebutuhan energinya. Pada akhirnya baik jargas maupun kompor induksi akan sama-sama tumbuh dan memiliki segmen pasar dan wilayah pengembangan sendiri.
Dari sisi konsumen, lebih untung menggunakan kompor induksi atau jargas/LPG 3kg?
Kalkulasi ini basisnya harus spesial dan multiregional. Perhitungan keuntungan (efisiensi dan efektivitas) harus disesuaikan dengan kondisi setiap wilayah dan kebutuhan masyarakatnya. Secara umum, rumah tangga pengguna kompor induksi dan jargas pastinya akan mendapatkan nilai lebih/kurang yang berbeda-beda. Bagi masyarakat, kompor induksi memiliki nilai tambah yaitu lebih sederhana dalam penggunaan dan secara teknologi lebih efektif dalam pembakaran (pemanasan) sehingga lebih hemat energi dan potensi losses yang kecil. Namun terkait penyediaan alat yang harus kompatibel, masyarakat harus berinvestasi lebih mahal. Sedangkan jargas (jika penyediaan infrastruktur sudah ditangani pemerintah), bagi masyarakat menjadi lebih mudah dan tak perlu berinvesasi besar di awal karena sudah terbiasa dengan bahan bakar gas. Baik jargas maupun kompor industri merupakan program pemerintah yang digerakkan oleh para BUMN energi (PLN dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk) untuk efisiensi konsumsi energi (khususnya BBM) dan mengelola subsidi energi secara baik dan proporsional. Salah satu subsidi yang harus dikontrol ketat dan perlahan dikurangi adakah subsidi LPG untuk rumah tangga yang sebagian besar masih impor. Oleh karena itu, baik jargas maupun kompor induksi harus didukung agar bisa berkembang semuanya. Agar terjadi harmoni dan menghindari persaingan tidak sehat di masyarakat, maka pemerintah harus mengatur secara ketat dan mensinergikan kedua program tersebut agar saling menopang, menyeimbangkan bauran energi lokal (wilayah tertentu) dan memastikan bahwa masyarakat mendapatkan layanan dan pasokan energi secara baik..
Apa solusi terbaik agar jargas tetap ada, kompor induksi juga jalan?
Baik jargas maupun kompor induksi harus berjalan bersama dalam sebuah strategi pencapaian bauran energi yang berimbang. Berhubung PGN dan PLN walaupun sama-sama BUMN namun berdiri sendiri sebagai sebuah entitas bisnis yang harus eksis, disini perlu campur tangan pemerintah membuat regulasi yang jelas, tegas dan adil. Salah satunya yang perlu diatur adalah klasterisasi wilayah sesuai kondisi eksisting infrastruktur saat ini dan potensi Pengembangannya kedepan. Bagi wilayah yang telah memiliki infrastruktur memadai untuk pengembangan jargas, maka pemerintah harus memberi mandat lebih besar kepada PGN untuk mengembangkan jargas disana. Bagi wilayah yang infrastruktur jargas sangat terbatas dan sulit dikembangkan kedepan, maka pemerintah harus memberi mandat PLN untuk totalitas dalam pengembangan kompor induksi diwilayah tersebut. Bahwa kedepan pasti ada irisan pasar terutama di kota-kota besar, itu hal wajar dan biarkan konsumen memilih ya. (DR)
Komentar Terbaru