JAKARTA – Ketetapan Pemerintah pada Peraturan Presiden (Perpres) 112/2022 untuk tidak lagi membangun PLTU baru, serta membatasi pengoperasian paling
hingga 2050, perlu didukung dengan kesiapan secara politik, pembiayaan, dan sosial.
Kajian Institute for Essential Services Reform (IESR) bersama dengan Universitas Maryland, agar sesuai dengan Persetujuan Paris untuk membatasi kenaikan temperatur rata-rata di bawah 1,5 derajat Celcius, Indonesia dapat segera melakukan pensiun dini sebanyak 4,5 GW PLTU batubara dalam jangka waktu 2022-2023.
“Manfaat yang bisa diraih dari skenario pensiun dini PLTU sekitar 2-4 kali lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk mempensiunkan PLTU batu bara tersebut,” ungkap Raditya Wiranegara, Peneliti Senior IESR pada Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2022, di Jakarta, Selasa (11/10/2022).
Ia menjelaskan percepatan pensiun PLTU batubara dapat menghindarkan kematian
mencapai 168 ribu jiwa hingga 2050 serta total penghematan biaya kesehatan yang bisa didapat sekitar US$60 miliar hingga 2050.
Raditya menambahkan sebagian besar biaya yang dibutuhkan untuk pensiun batubara mencakup biaya aset terbengkalai dengan dua pertiganya terkait pemensiunan PLTU milik IPP.
“Sambil menunggu seluruh PLTU dipensiunkan seluruhnya pada 2045, Pemerintah dapat melangsungkan pengoperasian PLTU batu bara yang fleksibel untuk memberi ruang bagi energi terbarukan untuk masuk ke dalam sistem energi Indonesia,” ujarnya.
Koben Calhoun, Principal Carbon Free Electricity Global South Program RMI, menambahkan dengan mengutip kajian IESR yang menyebutkan bahwa untuk dekarbonisasi sektor energi di Indonesia pada 2050 diperlukan sebanyak US$25 miliar/tahun hingga 2030 dan US$60 miliar/tahun hingga 2050 untuk investasi ke energi terbarukan, elektrifikasi, dan infrastruktur pendukung.
“Terdapat 3 pilar pendekatan untuk membiayai transisi batu bara, pertama dengan memodali transisi batu bara, maka akan muncul peluang untuk berinvestasi kembali pada energi bersih dan membiayai
transisi energi yang berkeadilan bagi masyarakat,” ujar Calhoun.
Menurutnya, Indonesia dapat memimpin transisi energi yang ambisius dan mendemonstrasikan mobilisasi keuangan dengan komitmen pemerintah yang ambisius, kepemimpinan terhadap platform dan dana transisi energi, mempunyai peta jalan pensiun dini yang jelas yang didahului dengan penerapan pilot
(percontohan) proyek serta mempunyai struktur keuangan campuran (blended finance) untuk menurunkan biaya modal dan mobilisasi keuangan untuk transisi energi. Memastikan kebutuhan pendanaan dan juga kepentingan dan tujuan dari calon investor, yang cenderung membiayai energi terbarukan dan tidak mau lagi membiayai proyek batubara, menjadi penting untuk bisa membuka keran pendanaan.
Architrandi Priambodo, Senior Energy Specialist Asian Development Bank, mengatakan pensiun dini PLTU batu bara selain akan mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan, juga menurunkan biaya pembangkitan secara keseluruhan dalam jangka panjang.
Ia menjelaskan hal ini merupakan salah satu tujuan dari program Energy Transition Mechanism (ETM) untuk mempercepat penghentian atau repurposing PLTU batu bara, terutama bagian dari aset PLTU yang bisa diutilisasi lebih lanjut, misalnya transmisi, dan gardu induk.
“Pada kajian kelayakan ETM yang sedang berlangsung juga dibahas tentang analisis keuangan dan struktur transaksi yang diantaranya mencakup mencakup struktur komersial dan hukum untuk secara efisien menghentikan aset PLTU,” kata Architrandi.
Melli Darsa, Senior Partner, PwC Indonesia pada kesempatan yang sama mengungkapkan, jika kondisi politik mendukung, rencana pensiun dini PLTU batu bara perlu diikuti dengan peraturan pelaksanaan yang terkait dengan teknis aspek pensiun dini PLTU sehingga memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi.
“Pemerintah telah berada pada arah yang benar dengan mengeluarkan Perpres. Para menteri terkait perlu segera menindaklanjuti. Namun keengganan mengambil risiko (untuk melakukan pensiun dini PLTU-red) masih terasa, terutama dari sisi dewan pimpinan PLN mungkin karena ketidakjelasan peran, karena sejauh ini pensiun dini PLTU sifatnya ditugaskan,” ujar Melli.(RA)
Komentar Terbaru