JAKARTA – Komisi VII DPR menilai masalah divestasi PT Freeport Indonesia belum selesai dengan tuntasnya divestasi 51,2% saham yang diambil alih pemerintah melalui PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero). Masalah lingkungan masih harus menjadi perhatian.
Muhammad Nasir, Wakil Ketua Komisi VII DPR, mengatakan satu poin utama yang harus disoroti dalam divestasi adalah terkait penyalahgunaan lahan atau kawasan hutan lindung oleh Freeport.
Pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) Freeport Indonesia tanpa sanksi pidana patut dipertanyakan. Padahal temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan Freeport menggunakan kawasan hutan lindung seluas 4.535,93 hektar tanpa IPPKH.
“Kalau melanggar hutan lindung enggak dipidana ya? Di Dapil saya masyarakat ditahan karena merambah hutan lindung. Disini (Freeport) dikasih IPPKH,” kata Nasir dalam rapat dengar pendapat di Komisi VII DPR, Jakarta, Selasa (15/1).
Disisi lain, Ilyas Asaad Inspektur Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan, Freeport sebenarnya sudah mengajukan IPPKH sejak 2008. Namun ada masalah administrasi kala itu.
Dia, menegaskan bukan cuma pemberian IPPKH, tapi juga ada sanksi yang diberikan kepada Freeport. “Diberikan sanksi membayar Rp460 miliar dalam bentuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP),” kata Ilyas.
Permasalahan lingkungan hidup dan kehutanan Freeport Indonesia mencuat disaat negosiasi penyusunan lampiran Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Namun sejumlah rekomendasi dan road map sudah disepakati dalam menyelesaikan temuan BPK sehingga Kementerian ESDM menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bagi Freeport setelah mendapatkan kepastian soal lingkungan dari Kementerian LHK.
Sebelumnya telah ditemukan pelanggaran lingkungan terkait kegiatan operasional tambang Deep Mill Level Zone (DMZL) dan memperpanjang tanggul barat dan timur tanpa adanya izin lingkungan.
Pemerintah pun hanya memberikan sanksi administratif dengan diterbitkannya SK5559/MenLHK/Setjen/PHLHK/PPSA/GKM.0/10/2017 pada 23 oktober 2017
Dalam laporannya, Kementerian LHK sebenarnya telah menerima laporan temuan pelanggaran. Namun, sebagai tindak lanjutnya pihak PTFI hanya diminta untuk segera menjalankan rekomendasi dari pemerintah serta menyusun road map pelaksanaan pengelolaan lingkungan.
Pemerintah pun dengan sigap langsung menerbitkan IPPKH melalui SK Menteri LHK No SK.590/MenLHK/Setjen/PLA.0/12/2018 tanggal 20 Desember 2018.
Temuan berikutnya adalah PTFI telah merubah ekosistem akibat limbah operasional penambangan (tailing) di sungai hutan estuari dan telah mencapai kawasan laut. Atas temuan itu pemerintah hanya meminta penyusunan road map pengelolaan baru yang sudab disetujui oleh pemerintah melalui surat keputusan Menteri LHK SK594/MENLHK/SETJEN/PLA.0/12/2018 tanggal 20 Desember 2018 tentang road map pengelolaan tailing Freeport Indonesia.(RI)
Komentar Terbaru