PULUHAN kapal besar membuang sauh di perairan Dumai, Selat Malaka, yang selalu sibuk. Di antara kapal-kapal tersebut, terlihat sampan-sampan kecil bermuatan aneka barang hilir mudik yang dikemudikan satu atau dua orang penduduk setempat. Orang Jepang dahulu memanggil penjual bersampan itu sebagai kokang na. Lidah masyarakat Dumai kemudian menyebutnya sebagai ngokang.
Semua nelayan ngokang berasal dari Desa Tanjung Palas, Kecamatan Dumai Timur, Kota Dumai. Pekerjaan itu penuh risiko akibat cuaca buruk atau tertabrak kapal besar. Barang yang dijual kadang susah laku karena pelaku usaha yang bersaing makin banyak. Penghasilan yang bisa dibawa ke rumah menjadi tidak pasti. Namun, ngokang tetap menjadi andalan untuk menghidupi keluarga.
Nazaruddin dan Ramli, kini berusia lebih dari 60 tahun, sejak muda sudah ngokang di perairan tersebut. Mereka merasakan semakin lama pendapatannya menurun. Ngokang makin sulit setelah Kementerian Perhubungan dan Kementerian Perikanan menyataan bahwa perairan Dumai merupakan area terbatas. Alur pelayaran, rute, tata cara berlalu lintas dan daerah labuh kapal di perairan tersebut dijaga ketat. Mereka kerap “kucing-kucingan” dengan petugas saat ngokang. “Kehidupan kami dahulu sulit dan penuh risiko. Padahal, usia sudah tidak muda lagi,” tutur Ramli.
Tekanan untuk segera beralih mata pencaharian menguat saat pandemi COVID-19. Aktivitas perekonomian yang lumpuh akibat pembatasan sosial berdampak langsung pada usaha ngokang. Pendapatan nelayan hampir tidak ada. Ramli, yang menjabat Ketua RT 02 Kelurahan Tanjung Palas, dan Nazaruddin akhirnya nekat melakukan budidaya ikan lele tanpa modal dan pengetahuan. “Hasilnya kurang memuaskan. Sebagian besar ikan mati,” kata Ramli.
Suatu ketika, Nazaruddin bertemu dengan pekerja Pertamina yang sedang memberikan bantuan kepada nelayan yang tinggal dekat Kilang Dumai. Dia menyarankan kepadanya untuk membentuk kelompok pembudidaya ikan agar dapat diberikan bantuan. Nazaruddin dan Ramli mencoba merangkul nelayan lain untuk membentuk kelompok. Akhirnya, Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Palas Jaya terbentuk pada 2020 dengan aggotanya sebanyak 16 orang. Nazaruddin didapuk sebagai ketua kelompok.
Pokdakan Palas Jaya sudah terdaftar di Dinas Perikanan Kota Dumai pada 2020. Mereka mengajukan bantuan ke PT Kilang Pertamina Internasional Unit II Dumai agar usahanya semakin maju. Gayung pun bersambut karena Pertamina melihat aktivitas ngokang sangat berbahaya sehingga harus dikurangi.
“Banyak nelayan yang sudah lansia sementara 47% pelaku ngokang lulusan SD. Keterbatasan SDM dan pilihan pekerjaan terpaksa ngokang, dengan risiko pekerjaan tinggi. Kohesivitas sosial rendah. Maka digagaskan program Dumai Minapolitan untuk membantu mereka beralih profesi dengan penyediaan sentra perikanan melalui inovasi,” tutur Manager CSR & SMEPP Management PT KPI, Edward Manaor Siahaan.
Budidaya perikanan menjadi salah satu dari program Dumai Minapolitan. Tiga program lainnya yang saling terkait adalah Posyandu Sehati (Kelurahan Jaya Mukti), Green Laundry (Kelurahan Tanjung Palas), dan Vokasi Montir Sederhana (Kelurahan Tanjung Palas).
KPI Unit Dumai merancang program secara berkelanjutan. Pada 2020, djadikan sebagai rintisan program. Pertamina melakukan sosialisasi Dumai Minapolitan. Pokdatan menggunakan dana bantuan untuk membangun 12 kolam berukuran 2 m x 2,5 m, memanfaatkan lahan kosong di samping rumah Ramli. Bantuan juga dibelikan bibit lele dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Dumai sebanyak 12 ribu ekor, sumur bor sebagai sumber air bersih, instalasi listrik, pompa untuk sirkulasi kolam, dan lain-lain.
Tiap petak kolam tersebut ditebar seribu ekor bibit lele. Menurut Ramli, Pokdakan beberapa kali menikmati panen tetapi hasilnya kurang maksimal. “Kami dalam proses belajar. Masih ada kekeliruan saat penanganan kolam,” katanya.
Pengembangan program dilakukan pada 2021 dengan penambahan 12 kolam baru sehingga Pokdatan Palas Jaya memiliki 24 kolam. Pertamina juga mengenalkan eco-inovasi pakan ikan organik dan pemberian modal pendampingan.Kali ini, mereka mencoba budidaya belut. Sementara 12 kolam pertama tetap dilanjutkan untuk budidaya ikan lele. Siklus panen belut yang 4 bulan sekali lebih lama dibandingkan lele yang bisa dipanen antara 2-3 bulan.
KPI Unit Dumai sangat telaten membimbing para nelayan. Ramli menuturkan perwira Pertamina melakukan monitoring secara rutin. Sebagai bendahara kelompok, dia sangat terbuka jika ada kunjungan. Pertanggungjawaban secara tertulis terkait pengeluaran dan belanja barang selalu disiapkan dengan baik. Hasil panen juga dilaporkan. “Kami sudah dibantu oleh Pertamina, maka dana tersebut harus dipertanggungjawabkan. Jangan sampai dana CSR itu tidak berbekas di masyarakat,” tuturnya.
Pengelolaan dana bantuan yang benar mengakibatkan program Dumai Metapolitan tumbuh berkelanjutan. Pada 2022, KPI Unit Dumai kembali mengucurkan bantuan lebih besar. Dalam tahun implementasi program ini, sudah ada 50 kolam pengembangan kawasan budidaya perikanan, eco-inovasi pengolahan limbah kolam menjadi pakan, dan pengolahan.
Kolam permanen tersebut dibangun di samping rumah Nazaruddin yang sebagian besar untuk pembesaran lele. Selain memberikan modal, anggota Pokdatan dibawa ke Kabupaten Kampar untuk studi banding kolam air tawar. Selain itu, dibangun dapur steril untuk pengolahan nugget dan kripik lele. Pembangunan dapur steril menjadi salah satu syarat untuk mendapatkan sertifikat halal produk kripik lele. Adapun produk nugget sudah bersertifikat halal. “Produk olahan lele dibuat oleh ibu-ibu anggota kelompok. Produk nugget sering diborong untuk Posyandu,” kata Ramli.
Penguatan kapasitas kelompok terus dilakukan pada 2023. Peruntukan kolam lele diatur agar hasilnya maksimal. Sebagian besar untuk pembesaran ikan lele dan 12 kolam dijadikan sebagai lokasi pembibitan. “Kami ingin terlepas dari ketergantungan pasokan bibit dari pihak lain karena harga bibit ikan lele cukup mahal,” katanya.
KPI Unit Dumai menggandeng Politeknik Kelautan dan Perikanan Kota Dumai mengadakan pelatihan yang sekaligus turut mendukung program pemerintah dalam ketahanan pangan nasional tersebut. Hal ini sesuai dengan komitmen PT KPI dalam penerapan ESG khususnya fokus 8 yaitu Community Engagement Impact dan penerapan Sustainability Development Goals (SDGs) poin 2 – Zero Hunger.
Setelah memiliki keahlian memijahkan ikan, kata Ramli, kelompok membeli indukan lele unggul yang bersertifikasi sebanyak 30 ekor. Untuk setiap kolam diujicoba sebanyak tiga pasang induk. “Pasangan indukan tersebut ditaruh di kolam sehari semalam. Dalam tiga hari telur ikan sudah menetas,” paparnya. Dengan pelatihan pemijahan ikan, kelompok dapat menekan biaya produksi karena selama ini bibit diperoleh dengan cara membeli. Hal ini sesuai dengan perwujudan SDGs poin 8 yaitu Decent Work and Economic Growth. Dengan program ini, sekitar 40% pendapatan kelompok nelayan telah meningkat.
Sebanyak dua kolam milik Pokdatan Palas Jaya dijadikan tempat pengolahan limbah hasil budidaya ikan. Aktivitas ini untuk mendukung penerapan zero waste di berbagai sektor sekaligus meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan. Limbah budidaya perikanan dapat menyebabkan bau yang mengganggu, menurunkan kualitas air dan tanah, serta menyebabkan berbagai masalah lingkungan lain dalam jangka panjang.
KPI Unit Dumai melatih mitra binaannya untuk mengolah limbah yang mereka hasilkan. Apalagi, pada limbah budidaya perikanan sebenarnya masih mengandung banyak senyawa baik dan nutrisi yang dapat digunakan. Limbah diolah kembali menjadi pakan konsentrat yang dapat diputar kembali untuk budidaya perikanan, serta pupuk organik yang dapat menyuburkan tanaman.
Untuk mencegah kegagalan panen, KPI Unit Dumai pada akhir 2023 memperkenalkan Smart and Precision Aquaculture pada Pokdatan Palas Jaya melalui Sistem Monitoring Kualitas Air (SIMORIKA) Berbasis Panel Surya. Melalui inovasi sosial ini, kelompok dapat melakukan monitoring kualitas air (DO, suhu, dan Ph) secara otomatis, real time, efektif, dan efisien, yang diintegrasikan dengan sistem mitigasi (first aid) ketika terjadi penurunan kualitas air secara drastis berbasis IoT (Internet of Things).
“Dengan adanya sistem ini, pembudidaya dapat mengurangi kegagalan panen karena penurunan kualitas air dapat dideteksi lebih dini serta dimitigasi. Selain itu dapat juga mengurangi pencemaran air yang berdampak buruk bagi lingkungan akibat ikan yang mati,” tutur Area Manager Communication, Relations, & CSR PT KPI Unit Dumai, Agustiawan.
Dia menyatakan tidak hanya beradaptasi menghadapi era revolusi industri 4.0, adanya fenomena perubahan iklim menjadikan Pertamina harus terus berinovasi dalam menjalankan program TJSL. “Melalui SIMORIKA ini, Pertamina berupaya untuk meningkatkan pengetahuan kelompok binaan dalam menerapkan teknik budidaya modern yang ramah lingkungan. Serta menurunkan tingkat kegagalan panen akibat perubahan iklim,” katanya.
Program SIMORIKA ini sejalan dengan implementasi Environmental, Social, and Governance (ESG) dan SDGs pada TJSL yang dijalankan PT KPI terutama poin 1 – No Poverty, poin 7 – Affordable and Clean Energy, serta poin 8 – Decent Work and Economic Growth.
Nazarudin mengakui jika SIMORIKA membantu memonitoring kualitas air yang digunakan untuk budidaya. Dengan sistem yang terintegrasi dan menggunakan panel surya, kelompok bisa berhemat biaya operasional karena tidak perlu lagi mengeluarkan biaya listrik. “SIMORIKA bisa menjadi solusi bagi pembudidaya perikanan berkelanjutan dan dapat disebarluaskan pada kelompok pembudidaya ikan lainnya yang ada di Kota Dumai,” ujarnya.
Dengan penambahan kolam, kemampuan memijahkan ikan, memproduksi pakan, membuat makanan olahan, penanganan limbah, dan penerapan teknologi pintar maka program Dumai Minapolitan pada 2024 sudah memasuki tahapan pemantapan program. “Saat ini, 50 orang nelayan ngokang sudah alih profesi. Di kelompok ada pengembangan sentra benih ikan, dan replikasi budidaya ikan di tempat lain. Selain itu, dari sisi inovasi program ini memiliki paten spiral alat sortir lele,” kata Edward.
Selanjutnya, program Dumai Minapolitan dalam waktu dekat akan memasuki exit program. Ramli menegaskan kelompok sudah siap apabila Pertamina sudah tidak memberikan bantuan langsung. “Namun, kami berharap terus dibimbing agar usaha ini berlanjut,” katanya.
Dia menambahkan Pokdatan Palas Jaya berencana menambah kapasitas mesin pembuat pakan agar usahanya semakin mandiri dan efisien. Selama ini, kelompok sudah mampu memproduksi pakan sendiri dengan memanfaatkan limbah ikan yang kemudian dicampur beberapa bahan organik. Penghematan dari biaya pakan tiap bulan mencapai 62% dari Rp5,4 juta menjadi Rp2 juta. “Kami berencana membeli mesin pembuat pakan yang lebih besar. Jika kelompok bisa memproduksi pakan maka penghematan yang terjadi akan sangat besar,” tuturnya.
Meskipun sudah exit program, Ramli mengapresiasi bantuan dan pelatihan yang telah diberikan KPI Unit Dumai. “Yang paling utama adalah kami dapat beraktivitas mencari nafkah lebih aman, minim risiko jika dibandingkan melaut dari sore hingga malam di Selat Malaka. Tetap dapat sejahtera walaupun tanpa melaut,” ungkapnya.
Komentar Terbaru