JAKARTA – PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) siap realisasikan Proyek Blue Ammonia di Teluk Bintuni, Papua Barat. Proyek yang digadang menjadi pionir produsen Blue Ammonia ramah lingkungan di Asia Tenggara tersebut berpotensi menurunkan emisi karbon sebanyak 80% atau setara dengan 1,6 juta ton karbon dioksida per-tahun.
Taufik Aditiyawarman, Direktur Utama KPI, optimistis menyambut mandat yang diberikan PT Pertamina (Persero) dalam pengembangan Blue Ammonia, sebuah alternatif amonia ramah lingkungan, yang tentunya juga akan berkontribusi bagi pertumbuhan industri petrokimia di Papua Barat. Proyek ini ditargetkan on-stream di tahun 2030 dengan kapasitas produksi hingga 875 ribu ton per-tahun,” jelas Taufik dalam keterangannya, Selasa (28/11).
Taufik menegaskan, potensi dekarbonisasi dari proyek Blue Ammonia Bintuni akan menambah prestasi KPI yang terhitung akumulatif di tahun 2022 berhasil melakukan reduksi emisi karbon hingga 3,3 juta ton CO2.
Hermansyah Nasroen, Corporate Secretary KPI, menjelaskan bahwa Subholding Pertamina di bidang kilang dan petrokimia tersebut antusias untuk berkolaborasi dalam fase studi kelayakan pengembangan Blue Ammonia di Bintuni.
“Fase studi kelayakan ini sangat penting untuk meneliti dan mengoptimalkan potensi pasokan gas dan injeksi CO2 dalam mengembangkan Blue Ammonia. Potensi gas alam di Teluk Bintuni sendiri mencapai 90 MMSCFD,” jelas Hermansyah.
Studi kelayakan yang dilaksanakan tahun ini merupakan tindak lanjut pasca penandatanganan Memorandum of Understanding antara KPI dengan BP Berau Ltd (bp), operator Tangguh.
Ia melanjutkan bahwa setelah Studi Kelayakan, tahapan Basic Engineering Design (BED) dan Front End Engineering Design (FEED) akan dilakukan sepanjang tahun 2024 hingga 2025 sebelum nantinya dilakukan Final Investment Decision (FID) dan dilanjutkan dengan tahapan Engineering Procurement & Construction (EPC).
Pengembangan Blue Ammonia Bintuni merupakan bagian dari strategi hilirisasi gas KPI dalam mengelola potensi pasokan gas domestik yang besar. Proyek hilirisasi gas ini ini memiliki sejumlah nilai strategis dari aspek bisnis, maupun sosio-ekonomi. Yang pertama adalah memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional dengan menekan jumlah impor dengan proyeksi penghematan hingga US$500 juta.
Selanjutnya adalah penyediaan energi alternatif, dimana Blue Ammonia dapat dimanfaatkan dalam produksi listrik bersih bersistem ¬co-firing. Pembangkit listrik dengan sistem co-firing sendiri diartikan sebagai penggunaan bahan biomassa selain bahan bakar fosil dalam sistem untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Yang tak kalah penting, proyek ini memiliki multiplier effect bagi perekonomian di wilayah Papua Barat melalui industri petrokimia.
Tak hanya hilirisasi gas, Hermansyah menjelaskan bahwa KPI on track menjalankan strategi pengembangan kilang lainnya yang mencakup pengembangan Kilang Hijau (Green Refinery), proyek perluasan kilang (Refinery Development Master Plan), proyek pengembangan kilang baru (Grass Root Refinery), hingga komplek kilang petrokimia (Petrochemical Complex).
Mengenal CCUS, Teknologi Utama Blue Ammonia Fasilitas Carbon Capture, Utilizaton and Storage (CCUS) di Area Tangguh merupakan bagian tak terpisahkan dari proyek Blue Ammonia di Bintuni. CCUS merupakan teknologi penangkapan dan penyimpanan emisi karbon sehingga tak terlepas ke atmosfer. Dalam proses produksi Blue Ammonia tersebut, sekitar 80% emisi karbon dioksida yang dihasilkan akan ditangkap dan diinjeksikan kembali ke dalam bumi melalui CCUS.
“Dikaitkan dengan peta jalan ESG KPI, integrasi teknologi CCUS ini selaras dengan beberapa fokus keberlanjutan yang sudah dipetakan dalam dokumen ESG kami antara lain reduksi karbon, pengembangan portfolio rendah karbon, hingga inovasi dekarbonisasi,” jelas Hermansyah.
Di tahun 2023 ESG Rating KPI sudah mencapai angka memuaskan (24,2 – Medium Risk) yang mengungguli perusahaan-perusahaan lain di sektor yang sama dan akan diselaraskan dengan strategi pengelolaan resiko (managed risk) ESG dalam operasi bisnis sehari-hari.
Ia menambahkan, pada konteks global nantinya proyek Bintuni ini akan menjawab Sustainable Development Goals 13 (Climate Action) serta 8 (Decent Work and Economic Growth). “Mohon dukungan para pihak untuk kelancaran proyek Blue Ammonia ini yang nantinya akan menjadi solusi energi bersih untuk menunjang target Net Zero Emission 2060,” kata Hermansyah. (RI)
Komentar Terbaru