JAKARTA– PT Indika Energy Tbk (INDY), emiten energi terintegrasi, mencatatkan peningkatan kerugian komprehensif sepanjang 2016 menjadi US$ 102,56 juta atau sekitar Rp 1,38 triliun (kurs Rp 13.500 per dolar AS) dibandingkan 2015 yang tercatat rugi US$ 74,02 juta atau sekitar Rp 992 miliar. Peningkatan kerugian juga ditopang kenaikan beban di luar beban pokok kontrak dan penjualan (COGS) yang tercatat US$ 686,53 juta, yang sebenarnya turun dari 2015 sebesar US$ 1 miliar.
Menurut laporan keuangan publikasi, total beban lain di luar COGS, yang terdiri atas beban penjualan, umum, dan administrasi; beban keuangan; penurunan nilai aset; amortisasi aset tidak berwujud; beban pajak final; dan lain-lain bersih mencapai US$ 115 juta, naik dibandingkan 2015 yang tercatat sebesar US$ 87,87 juta. Ini juga ditopang oleh penurunan pendaptan dari sebelumnya US$ 1,09 miliar menjadi hanya US$ 775,23 juta.
Indika Energy mengandalkan bisnis batubara sebagai penerimaan pendapatna perusahaan. Bisnis batu bara perseroan dilakukan melalui anak usahanya, yaitu PT Kideco Jaya Agung, yang memiliki tambang seluas 50.921 hektare di Kalimantan Timur yang memiliki kontrak karya pertambangan hingga 2023. Kideco mengoperasikan lima tambang terbuka batu bara dengan perkiraan cadangan 651 juta ton.
Produksi batu bara Kideco tahun ini diproyeksikan sama dengan tahun lalu, yaitu 32 juta ton. Level produksi ini turun tujuh juta ton dibandingkan 2015 yang sebanyak 39 juta ton. Kideco menyuplai batu bara kepada 50 pembeli di lebih dari 16 negara.
Azis Armand, Direktur Keuangan Indika, mengatakan harga batu bara berada di kisaran US$ 80-US$ 85 per ton. Harga ini dinilai sudah bagus untuk kelangsungan perusahaan. Dia memprediksi harga batu bara di tahun ini masih bergejolak. Meski begitu, Indika sudah siap menghadapinya karena berbagai efisiensi sudah dilakukan.
“Sejak 2014 pendapatan kami turun drastis. Karena itu kami melakukan efisiensi dengan menurunkan biaya terkait produksi,” ujar Azis, beberapa waktu lalu.
Efisiensi ini sudah mulai menunjukkan hasil. Meski merugi pada 2016, tahun ini Indika menargetkan kinerjanya akan positif.
Selain itu, perseroan juga akan terus mengurangi jumlah utangnya, yang sudah berkurang dari US$ 1,25 miliar menjadi US$ 805 juta. Utang-utang ini dikurangi menggunakan kas internal perusahaan.
Selain itu, turunnya harga minyak dunia juga membantu kinerja Indika karena 30% dari ongkos produksi penggalian batu bara berasal dari bahan bakar minyak.
Untuk kinerja di tahun ini, Indika akan mengandalkan kepada PT Petrosea Tbk (PTRO) dan PT Tripatra, yang merupakan anak usahanya di bidang jasa energi.
Indika memiliki 69,8% saham di Petrosea, yang merupakan perusahaan konstruksi dan engineering pertambangan dan migas. Sementara Tripatra merupakan 100% dimiliki oleh Indika Energy, yang bergerak di bidang jasa engineering, procurement & construction. (DR)
Komentar Terbaru