JAKARTA – Isu pemanasan global dan perubahan iklim sudah mengemuka sejak Rio Summit 1992. Upaya mencegah pemanasan global dan pengurangan emisi karbon diwujudkan dalam Paris Agreement pada 2015, yang bertujuan untuk mencegah kenaikan suhu global kurang dari 2 derajat Celcius.

Indonesia adalah salah satu negara yang telah meratifikasi Paris Agreement dan telah mencanangkan target pengurangan emisi karbon sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan dukungan internasional di tahun 2030, sebagai bentuk komitmennya. Sejalan dengan Paris Agreement dan agenda pemerintah Indonesia dalam menahan laju pemanasan global, Shell secara global mencanangkan strategi ‘Powering Progress’ untuk mempercepat transisi bisnis menuju perusahaan energi dengan net-zero emission pada 2050.

“Sebagai perusahaan global yang lahir di Indonesia, kami ingin bertumbuh bersama dengan industri tanah air dan menjadi mitra pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk mendukung Indonesia memasuki transisi energi ini,” kata Dian Andyasuri, President Director & Country Chairman PT Shell Indonesia, dalam seminar “CEO Talks: Sustainability ExecutiveConnect” dengan fokus diskusi “How Can (Coal Mining) Companies Take Actions to Reduce Their Carbon Footprint?”, baru-baru ini.

Dian Andyasuri mengatakan komitmen Shell untuk terus berkontribusi dengan mengembangkan portofolio yang kompetitif dan mendorong Indonesia menuju masa depan energi yang lebih bersih melalui berbagai inisiatif bisnis maupun sosial.

Perubahan signifikan di industri energi adalah salah satu cermin dari tantangan dan peluang di tingkat global dan nasional yang membutuhkan inovasi dan solusi untuk dapat menghadapinya secara efektif.

“Sangatlah penting seluruh pelaku industri, untuk dapat bekerja sama guna mewujudkan agenda penyediaan dan solusi energi yang lebih bersih dalam mendukung kesuksesan transisi energi di Indonesia saat ini dan di masa mendatang,” kata dia.

Dalam kesempatan yang sama Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, menegaskan dukungan pemerintah dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai target yang telah dicanangkan.

“Dukungan fiskal dan non fiskal diberikan semata-mata demi meningkatkan nilai tambah industri seiring kebijakan transisi energi yang lebih bersih yang dapat mendorong pengurangan emisi karbon dengan cara yang paling efektif dan efisien. Hal ini akan dicapai melalui berbagai sektor seperti kehutanan, pertanian, limbah, energi, transportasi, dan industri,” kata Luhut.

Pandu Sjahrir, Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA), menambahkan bahwa secara mindset pihak asosisasi sedang melakukan perubahan yang besar. Upaya kajian akan dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga untuk melihat kesempatan dari sisi carbon credit dan carbon trading untuk para pelaku usaha di bisnis industri.

“Dalam waktu 2-3 tahun kedepan akan ada transformasi sangat besar di industri kita, dimana kita akan bersatu padu dengan pemerintahan untuk membuat Indonesia menjadi negara yang bisa mencapai zero carbon emission,” kata Pandu.(RA)