JAKARTA – Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi membuka pintu bagi masyarakat yang mengalami lonjakan tagihan listrik tidak normal untuk melapor dan akan dijadikan bahan investigasi terhadap PT PLN (Persero).
“Sore Ini saya mau mendengarkan langsung dari teman-teman yang katanya terbebani dengan kenaikan PLN yang gak kira-kira,” kata Purbaya Yudhi Sadewa, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Jumat (12/6),
Masyarakat diberikan kesempatan melapor melalui email pengaduanenergi@maritim.go.id. selanjutnya proses pengaduan awal didengerkan langsung Purbaya. Pada sesi pengaduan ini telah masuk sebanyak 234 laporan pengaduan terhitung sampai dengan 11 Juni 2020 pukul 18:00 WIB.
Kemenko Marves mengadakan audiensi dengan sejumlah masyarakat yang pengaduannya dirasa mewakili mayoritas laporan masuk.
Anggana, salah satu masyarakat yang melapor mengaku penggunaan listrik normal karena telah stay at home sejak Januari. Anehnya lonjakan tagihan justru baru terjadi pada Juni 2020.
“Penggunaan listrik saya lihat dari trend-nya cukup normal. Kami sekeluarga sejak Januari 2020 sudah stay di rumah dan dari situ kami tidak ada perubahan pada aktivitas dan kebiasaan. Namun pada tagihan Juni 2020 ada peningkatan tagihan sekitar 23%-51%,” kata Anggana, salah satu peserta audiensi.
Tagihan rekening listrik yang tinggi tidak hanya terjadi pada rumah yang berpenghuni. Sabda Tuah, salah satu peserta audiensi melaporkan bahwa rumahnya yang tidak berpenghuni dikenakan tagihan yang tinggi.
“Rumah saya di Pekanbaru baru selesai (dibangun) dan kami baru mendapatkan rekening listrik, namun rumah tersebut masih kosong belum kami huni. Tapi tagihan listrik yang masuk sampai dengan Rp1,5 juta, padahal kan rumah kosong,” ungkap Sabda.
Selain rumah tempat tinggal, eskalasi tagihan listrik juga dialami pada tempat usaha milik salah satu peserta audiensi Laela Indawati.
Menurut Laela, tagihan listrik rata-rata sebelum pandemi covid-19 sekitar Rp 100 ribu sampai dengan Rp150 ribu. Namun pada tagihan bulan Juni 2020 tagihan yang masuk mencapai Rp 559 ribu. Hal tersebut diakui oleh Laela sangat membingungkan, karena menurut pengakuannya semenjak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bengkel tempat usahanya tersebut sudah tidak ada aktivitas.
Selain Laela, Andriana Sakti juga mengadukan kenaikan tagihan listrik di rumah yang dijadikan tempat usaha olehnya.
Dari Oktober 2019 sampai dengan Mei 2020, tagihan yang Andriana terima tidak jauh dari Rp 1,2 juta sampai dengan Rp 1,4 juta . Tapi pada Juni 2020 tagihannya sekitar Rp 2 juta dalam keadaan kantor tutup.
“Ini bukan kami tidak ingin bayar, tapi lebih ke transparansi saja. Kenapa bisa ada kekurangan tagihan, kenapa melonjaknya tinggi?” jelas Andriana dalam audiensi.
Andriana menjelaskan telah melakukan pengaduan melalui pusat panggilan PLN di 123 namun tidak ada penjelasan yang jelas.
Sementara itu Purbaya meminta kesediaan para peserta audiensi untuk mengirimkan nomor rekening pelanggan serta foto KWH meter penggunaan sebagai bukti penggunaan sebagai bahan pembanding saat dilakukan investigasi ke PLN.
“Makanya saya adakan forum ini, kita mau lihat seperti apa, jadi kami ada di tengah. Nanti saya kirimkan tim ke PLN, kita cocokkan juga meterannya. Nanti saya akan bawa tim dari badan siber juga, untuk memastikan tidak ada kebocoran,” kata dia.
Purbaya berjanji akan segera kirim tim langsung ke PLN untuk melakukan investigasi atas laporan yang telah masuk.
“Berikan kami waktu 1 – 2 hari kerja untuk melakukan pengecekan kepada PLN. Saat ini kami belum bisa menyimpulkan sebelum ada pemeriksaan kembali dengan data di PLN. Kami akan jalan betul-betul melihat seperti apa yang terjadi. Tapi kami akan berjalan di tengah,” tegas Purbaya.(RI)
Komentar Terbaru