JAKARTA – PT Freeport Indonesia (PTFI) kembali melaporkan adanya keterlambatan produksi katoda dari smelter yang sudah selesai dibangun di Gresik, Jawa Timur kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Elen Setiadi, Deputi Bidang Koordinaasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kemenko Perekonomian, mengungkapkan top management Freeport dan Mineral Industry Indonesia (MIND ID) melaporkan kondisi terkini smelter di Gresik yang masih belum produksi pasca adanya insiden ledakan di komplek smelter Freeport di bulan oktober tahun 2024 lalu.
Dia manegaskan dari laporan Freeport diketahui smelter baru bisa beroperasi paling tidak awal Juli atau semester II tahun 2025.
“Katanya masih enam bulan lagi ya, pokoknya selesai. Awal ramp-up. Pokoknya semester 1 selesai,” kata Elen saat ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (3/1).
Menurut Elen setelah selesai pun nantinya smelter tidak bisa langsung berproduksi maksimal alias masih kurang dari 50% kapasitas produksi maksimalnya bisa mencapai 1,7 juta ton per tahun. “Juli (ramp up) 40% dari kapasitas smelter baru,” ungkap Elen.
Kondisi ini tentu saja membuat janji yang selalu didengungkan Freeport maupun pemerintah akan beroperasi penuhnya smelter pada akhir tahun 2024 kembali meleset.
Tony Wenas, Direktur Utama Freeport Indonesia, menyatakan bahwa smelter baru tidak bisa berproduksi karena perbaikan fasilitas di komplek smelter masih berlangsung.
“Masih full berhenti. Kalau lagi perbaikan kan nggak mungkin produksi. Karena itu kan Capture H2SO4,” ujar Tony.
Secara mengejutkan pada bulan Oktober tahun lalu pabrik asam sulfat di komplek smelter Freeport meledak. Padahal smelter itu diresmikan oleh Joko Widodo, presiden periode sebelumnya dan dijanjikan oleh Freeport bisa produksi mulai akhir tahun 2024. Janji itu juga yang digunakan untuk mendapatkan izin ekspor konsentrat atau ore dari pemerintah. Kini izin ekspor konsentrat telah berakhir pada 31 Desember 2024 dan belum ada kejelasan apakah Freeport telah mengantongi izin ekspor yang baru atau belum. Namun dilihat dari sejarahnya biasanya pemerintah selalu melunak dengan berbagai alasan Freeport untuk dapatkan izin ekspor.
Menurut Tony, meskipun smelter baru belum berproduksi aktivitas penambangan di Papua tidak berhenti ataupun dikurangi alias tetap normal. Ini berarti lagi-lagi akan ada kelebihan produksi ore, karena kapasitas smelter eksisting Freeport juga sangat terbatas. “Lagi dibahas. Lagi dibahas (kelebihan produksi yang tidak bisa diserap smelter). Itu sedang dibahas,” ujar Tony. (RI)
Komentar Terbaru