Jika Anda tidak percaya bahwa di wilayah Jawa ada daerah yang kesulitan mengakses listrik, datanglah ke Cilacap. Tepatnya: Dusun Bondan, Desa Ujungalang, Kecamatan Kampung Laut. Tak jauh dari Pulau Nusakambangan yang sangat terkenal itu.  Warga desa tersebut mengandalkan pasokan Listrik dari tenaga surya yang dikelola secara mandiri oleh koperasi.

Ketersediaan listrik tenaga surya di sana memiliki cerita yang panjang. Kisahnya dimulai ketika Mohamad Jamaludin pemuda Dusun Bondan, pada 2016 memilih pulang kampung meskipun kariernya di sebuah perusahaan minimarket tengah menanjak. “Ada salah satu pesan dari guru saya saat di SMK, ‘Kamu harus bali ndeso bangun ndeso’. Itulah yang menjadi alasan saya kembali ke Dusun Bondan walaupun belum tahu apa yang akan dikerjakan. Beruntung orang tua merestui,” tutur Jamal, dalam sebuah percakapan di Jakarta, baru-baru ini.

Desa tertinggal menurut Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 126 Tahun 2017, dimana dusun bondan masuk dalam wilayah administrasi desa tertinggal yaitu Desa Ujungalang Untuk menjangkau wilayah ini harus menggunakan perahu compreng atau kapal kecil dengan jarak tempuh sekitar 1,5 jam dari Dermaga Sleko, yang lokasinya tidak jauh dari Nusakambangan. Saat malam tiba, dusun menjadi gelap. Warga umumnya menggunakan pelita minyak tanah untuk penerangan. Sebagian warga ada yang menarik kabel dari kelurahan lain untuk mengalirkan listrik dengan jarak hingga 5 kilometer.

Air bersih sangat sulit dan mahal karena mengandalkan pasokan dari daerah lain. Penghasilan mereka tidak menentu karena tambak yang menjadi gantungan hidup sering dilanda rob sehingga ikan bandeng dan udang yang dibesarkan hanyut sebelum sempat dipanen. Jarak antar rumah penduduk sangat renggang dan tidak ada fasilitas MCK.

Tetapi, Jamal melihat Dusun Bondan sebagai wilayah pesisir kaya akan potensi alam seperti angin dan surya. Sebagai pemuda berlatar belakang pendidikan SMK, Jamal yakin pembenahan pertama yang harus dilakukan adalah menyediakan energi listrik yang cukup untuk warga kampung. Angin dan sinar matahari menjadi satu-satunya opsi sebagai pembangkit tenaga listrik karena aliran listrik dari Pemerintah sangat tidak memungkinkan.

“Tanpa listrik mengakibatkan warga Dusun Bondan menjadi kurang produktif. Anak usia pelajar tidak dapat belajar dengan maksimal pada malam hari. Petani tambak tidak mengolah hasil tambak,” tutur bapak satu anak yang mendapatkan beasiswa dari Pertamina untuk kuliah di Jurusan Manajemen Universitas Terbuka itu.

Perekonomian Dusun Bondan makin meningkat seiring dengan ketersediaan listrik dari energi surya. (Foto: dok/KPI)

Jamal berusaha keras untuk mewujudkan gagasan tersebut. Mungkin nasibnya sedang baik karena dia pada suatu ketika bertemu dengan pekerja Pertamina dari kilang Cilacap yang sedang menanam mangrove di wilayah itu. “Kami berdiskusi dan akhirnya dari kilang Cilacap bersedia melakukan survei terlebih dahulu,” katanya.

PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Unit Cilacap menganalisis permasalahan dan potensi yang ada di Dusun Bondan. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dikembangkan program E-mas Bayu & E-Mbak mina yang merupakan akronim dari Energi Mandiri Tenaga Surya dan Angin (Bayu) dan Energi Mandiri Tambak Ikan (Mina) Tujuannya agar masyarakat di dusun tersebut dan sekitarnya bisa mendapatkan energi untuk penerangan kehidupan mereka,” kata Manager CSR dan SMEPP PT KPI Edward Manaor Siahaan. “Program E-Mas Bayu ini merupakan komitmen Pertamina untuk mengembangkam energi bersih berwawasan lingkungan.”

Bantuan program CSR tersebut berupa prototipe Hybrid Energy One Pole (HEOP) yang mengonversikan energi surya dan angin menjadi listrik. Prototipe HEOP yang saat itu hanya mampu menghasilkan arus listrik searah atau direct current (DC) untuk 14 titik sambungan. Selain itu, Pertamina memberikan bantuan panel surya untuk 14 titik yang letaknya jauh dari lokasi HEOP. Dusun Bondan mulai terang walau pun listrik tersebut belum dapat digunakan untuk alat elektronik.

Pertamina kemudian berkolaborasi dengan Politeknik Negeri Cilacap (PNC) mengembangkan energi listrik tenaga hibrida (PLTH) dengan daya 6.000 Watt Peak (WP) pada 2018 dengan 5 kincir angin dan 12 panel surya. Pada 2018, bantuan tersebut telah secara resmi diserah terimakan kepada masyarakat Dusun Bondan dan diresmikan penggunaannya oleh Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup pada 5 Maret 2019.

Untuk mendukung keberadaan dan keberlanjutan PLTH, dibentuk kelompok pengelola PLTH. Mereka mendapatkan pelatihan untuk pengelolaan dan pemeliharaan PLTH. Pemerintah desa juga memberikan respons positif dengan membuat peraturan desa pertama yang mengatur tentang pengembangan, pemanfaatan dan pengelolaan energi baru terbarukan.

Kapasitas listrik yang dibangun kemudian bertambah menjadi 12.000 WP dan diresmikan pengoperasiannya pada akhir 2020. Penggunaan energi terbarukan sebesar itu berhasil mengurangi emisi hingga 7,51 ton C02eq per tahun. Oleh kelompok, listrik dialirkan ke rumah 37 Kepala Keluarga yang mencakup 242 orang masing-masing 500 watt, masjid, sekolah, dan dua rumah produksi.

Pengeluaran warga untuk keperluan penerangan akhirnya berkurang drastis dari Rp75 ribu – Rp100 ribu menjadi Rp25 ribu. “Saat ini, 100% anak usia pelajar yang sebelumnya tidak bisa belajar di malam hari kini sudah bisa leluasa belajar di malam hari karena sudah diterangi oleh cahaya lampu,” kata Jamal.

Beragam Manfaat dan Institusi Baru

PLTH memberikan beragam manfaat untuk masyarakat. Selain digunakan untuk menghasilkan penerangan, listrik dimanfaatkan untuk pengoperasian alat desalinasi air dari payau menjadi tawar dan aerator tambak kelompok nelayan atau program Energi Mandiri Tambak Ikan (E-Mba Mina). “Aerator tambak atau mesin penghasil gelembung udara yang berguna untuk menggerakkan air di dalam akuarium, kolam atau tambak, agar kaya kandungan oksigennya,” jelas Jamal.

Pemanfaatan aerator tambak, mendukung program intensifikasi tambak ikan dengan teknologi tambak polikultur biofilter, sebuah teknologi untuk meningkatkan produksi ikan bandeng, dengan memadukan antara tanaman mangrove dan sejumlah biota yang dibudidayakan seperti ikan bandeng, udang, dan kerang totok. Masing-masing memiliki fungsi penting, di antaranya adalah mangrove akan menyediakan pakan alami bagi udang dan bandeng. Sedangkan kerang totok mampu menyerap residu tambak.

“Kami bisa menciptakan inovasi sebuah alat yang berfungsi sebagai peringatan dini datangnya rob sehingga petambak sempat memindahkan ikan dan bandeng sebelum musibah itu datang,” papar Jamal.

Jamal salah satu local hero yang menggerakkan kemajuan di Dusun Bondan. (Foto: dok/KPI)

Ketersediaan listrik mendorong kehidupan masyarakat Bondan lebih sehat. Mereka mudah mendapatkan air bersih setelah Pertamina menginisiasi Sistem Desalinasi Air Berbasis Masyarakat (Sidesimas) untuk mengubah air payau menjadi air tawar sehingga dapat dikonsumsi warga.  Kapasitas desalinasi air yang dioperasikan pada 12 September 2020 itu mencapai 240 liter per jam. Rata-rata sehari diproduksi 2.000 liter air tawar yang bisa dimanfaatkan oleh 78 KK serta 1 rumah produksi UMKM pesisir.

Warga yang memanfaatkan air dari fasilitas Sidesimas hanya dibebani iuran sebesar Rp1.500 per jeriken isi 30 liter sebagai biaya perawatan. Jauh lebih murah jika dibandingkan dengan membeli atau mencari air besih ke Nusakambangan yang membutuhkan biaya Rp200 ribu untuk operasional perahu atau membeli air sekitar Rp3.000-Rp5.000 per jeriken..

Keberadaan E-Mas Bayu mendorong lahirnya institusi sosial baru yaitu kelompok UMKM Ibu Mandiri dan Ibu Mekar Jaya. Mereka mengolah sebagian hasil tambak menjadi produk yang memiliki nilai jual lebih tinggi. Pendapatan anggota Kelompok Ibu Mandiri yang awalnya Rp1 juta meningkat 50% menjadi Rp2 juta. Selain itu, hasil tambak yang sebelumnya dijual murah karena gampang busuk sekarang bisa disimpan dalam freezersehingga kualitasnya tetap baik.

Terus bergeraknya perekonomian warga Bondan juga membutuhkan wadah baru. Jamal dan tokoh masyarakat berinisiatif mendirikan koperasi yang mengkoordinasikan bisnis listrik, perikanan, makanan olahan dari UMKM, dan lain-lain. “Koperasi menjadi induk kegiatan dan sentra bisnis masyarakat Bondan,” kata Jamal, yang ditunjuk menjadi ketua koperasi tersebut.

Koperasi yang sudah memiliki aset ratusan juta rupiah ini menyediakan dana pinjaman untuk berbagai keperluan tanpa bunga. Selain itu, koperasi menyediakan kapal cepat yang selalu siaga untuk berbagai keperluan warga, terutama mengantar yang sakit atau mau melahirkan ke fasilitas kesehatan terdekat di kecamatan. “Dengan perahu cepat fasilitas kesehatan terdekat bisa ditempuh dalam 30 menit atau paling lambat 45 menit. Perahu cepat ini gratis. Koperasi menyediakan BBM termasuk pengemudi,” kata Jamal.

Penghargaan dan Dampak

Program PLTH yang disinergikan dengan pengelolaan tambak merupakan inovasi pertama yang ada di wilayah Jawa Tengah. Hal ini didukung dengan adanya Peraturan Kelurahan Ujungalang No. 7 Tahun 2019 tentang Pemanfaatan dan Pengolahan EBT. Selain itu, program ini juga mendapatkan penghargaan dari Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah sebagai Desa Mandiri Energi. Dusun Bondan telah meraih penghargaan tersebut secara berturut-turut sejak 2019 hingga 2021.

Pengembangan program PLTH memberikan kontribusi pada Sustainable Development Goals (SDGs). Program tersebut dikembangkan untuk mencapai target SDGs yang telah ditetapkan yaitu tujuan 1 – No Poverty, tujuan 7 – Affordable and Clean Energy,  tujuan 9 – Industry, Innovation and Infrastruktur, tujuan 13 – Cilmate Action, dan tujuan 17 – Partnership for Goals

Program TJSL yang telah dilaksanakan juga dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala sehingga perusahaan akan mengetahui kelebihan dan kekurangan program.  Metode dalam melakukan monitoring dan evaluasi yaitu dengan pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). Hasil pengukuran IKM yang dilakukan pada progam memperoleh nilai sebesar 3.61 atau nilai IKM konversi sebesar 90.00%. Hasil ini masuk dalam kategori ‘Sangat Baik’.  Artinya masyarakat penerima manfaat sangat puas terhadap pelaksanaan program TJSL yang dilakukan oleh PT KPI Unit Cilcap..

Program juga telah diukur dengan kajian Social Return On Investment (SROI) dengan nilai SROI sebesar 0.85. Nilai outcome yang berhasil didapatkan adalah hampir sebesar Rp2 miliar dari total investasi yang dikeluarkan sebesar Rp2,249 miliar. Meskipun hasil kajian SROI tidak melebihi nilai investasi namun progam tetap memberikan dampak pada aspek sosial, ekonomi dan lingkungan.(l hermawan)