JAKARTA – Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diminta memberikan kontribusi positif terhadap masyarakat melalui pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) yang disertai program pemberdayaan masyarakat, seperti Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).
Rini Soemarno, Menteri BUMN, mengatakan, banyak dana CSR yang dikeluarkan perusahaan BUMN salah sasaran. Alokasi dana cenderung ditujukan hanya untuk memenuhi kewajiban CSR saja, tanpa disertai upaya untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
“Masyarakat lebih butuh bimbingan, pelatihan, binaan. Ini lebih penting, bagaimana meningkatkan usaha masyarakat. Kalau kita tidak dorong, yang punya usaha mikro tidak bisa jadi besar,” kata Rini di Jakarta, Jumat (18/8).
Rini menjelaskan, yang diperlukan masyarakat saat ini bukan sekadar dana. Namun, pelatihan dan pembinaan untuk mendukung perekonomian di daerah, seperti pelatihan memiliki usaha mikro.
Menurut Rini, untuk membangun daerah diperlukan sinergi banyak pihak. Begitu pula dengan dana CSR yang disalurkan ke daerah, harus terorganisir sesuai dengan kebutuhan daerah.
“PKBL juga tidak sendiri, harus sinergi,” kata Rini.
Perusahaan BUMN, melalui PKBL harus bersama-sama untuk membangun masyarakat Indonesia.
“Jika perusahaan memiliki kesadaran penuh untuk melaksanakan program CSR maka akan berdampak positif terhadap masyarakat. PKBL jangan hanya jadi sekadar program atau slogan saja. Kita harus tumbuh bersama karena BUMN adalah milik masyarakat Indonesia,” tandas Rini.(RA)
Energi dalam keberlanjutan pembangunan bersumber dari 6 hal :
1. sumber daya alam (ekstrak,sektor primer) yang menjadi energi dorong dan power utuk dunia industri beserta turunan sub sektornya). Pengelolaan sumber sumber daya alam guna mencapai indikator keberhasilan tujuan pembangunan nasional.
2. Energi yang bersumber dari human capital (investment) melalui beragam pelatihan kepada basis basis komunitas berdaarkan spesifikasi sub sektoralnya sehingga menjadi daya dorong dan energi pengerak mata rantai kegiatan kegiatan satu dengan yang lain yang menaikkan nilai tambah dalam perolehan indikator kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik.
3. Energi yang bersumber dari dukungan program CSR kepada komunitas komunitas sehingga mereka memiliki persfektif pembangunan pada basis basis sub sektor kegiatan. Tujuannya bisa berorientasi pada perolehan outcomes dari kegiatan mereka untuk janghka pendek maupun menengah panjang. Melalui kerjasama, kemitraan dan sinergi sumber – sumber daya spesifik masing- masing.
4. energi yang digerakkan oleh mekanisasi pasar dan modal. Pemberdayaan tidak sekadar pada penguatan kapasitas masyarakat lokal tetapi bahwa produk atau jasa dan atau kegiatan KSM (kelompok Swadaya Masyarakat) atau individu harus diproyeksikan pada permintaan dan kebutuhan pasar. Sehingga memiliki daya angkat dan daya ungkit yang lebih positif ke proyeksi target berikutnya.
5. Energi kelembagaan, Kelembagaan merupakan representasi atau konversi keberadaan dari visi, misi dan tujuan dari keseluruhan mata rantai kegiatan. Kapasitas kelembagaan akan mampu menaikkan nilai tambah dari “apapun” potensi (sub) sektor primer , sektor sekunder maupun sektor tertier. Potensi akan menghasilkan peluang dalam menyelesaikan masalah.
Program CSR menjadi fasilitator atau katalisator buat kemitraan dan kemanfaatan yang diharapkan oleh semua pihak.
6. Capital ( Dana)
Uang selalu bertransformasi dari satu ruang ke ruang lain. Dari satu kebutuhan ke kebutuhan atau permintaan lain. Dari satu waktu ke waktu lain. Transformasi yang menaikkan nilai tambah. Uang independen. Tetapi dalam proses transformasi ” uang” menjadi valuable multilied actor yang tidak independen. Modal memihal pada tujuan investasi. Tetapi modal yang terdistribusi mampu menjadi energi secara partial maupun akumulatif dalam pembangunan lokal maupun pembangunan daerah.
Sekilas ide untuk berbagi pemikiran.
Salam
Anton Pasaribu