JAKARTA – PT Freeport Indonesia (PTFI) boleh tersenyum lebar pasca diberikannya lagi izin ekspor konsentrat oleh pemerintah. Ini membuat pemasukan PTFI bisa terjaga hingga akhir tahun ini.
Jenpino Ngabdi, Wakil Presiden PTFI, menjelaskan bahwa manajemen sudah membuat skenario jika memang pemerintah tidak memperpanjang izin ekspor yang imbasnya tentu saja menggerus penerimaan perusahaan sekaligus setoran ke negara. Untungnya pemerintah memperpanjang izin ekspor hingga 31 Desember 2024.
Dia menuturkan proyeksi pendapatan tahun 2024 PTFI diperkirakan sekitar US$7,4 miliar. Kinerja tersebut bisa tersujud apabila PTFI tidak mendapatkan izin ekspor. Namun karena izin ekspor kembali diberikan pemerintah maka pendapatan tahun ini sesuai dengan revisi Renana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) mencapai US$11,5 miliar.
“Proyeksi laba bersih 2024 akan mencapai US$2,2 miliar tanpa ekspor dan akan mencapai US$4,2 miliar apabila mendapat izin ekspor,” kata Jenpino disela rapat dengan komisi VI DPR RI, Senin (3/6).
Untuk tahun lalu sendiri pendapatan dan laba bersih yang berhasil dibubukan PTFI mencapai US$9,3 miliar dan US$3,2 miliar.
Kinerja keuangan PTFI juga bakal berdampak langsung terhadap setoran ke negara. Tahun ini sendiri berdasarkan revisi RKAB penerimaan negara yang disetor PTFI mencapai US$5,6 miliar atau hampir dua kali lipat apabila Freeport tidak bisa melakukan ekspor konsentrat hingga akhir tahun yang hanya sebesar US$2,9 miliar.
Freeport sendiri baru saja mendapatkan relaksasi izin ekspor konsentrat dari pemerintah. Ini diberikan lantaran manajemen PTFI berjanj bisa selesaikan smelter tahun ini. Selain itu progress pembangunan smelter diklaim pemerintah masih sesuai target.
Dari sisi penerimaan negara thaun 2023, pemerintah menerima US$2,7 miliar dalam bentuk pajak, dividen, dan PNBP, padahal tahun 2022 jumlah penerimaan negara mencapai US$3,6 miliar. Alasan turunnnya penerimaan negara karena turunnya jumlah dividen yang diterima MIND ID sebagai Pemegang saham PTFI yang diakibatkan turunnya kas PTFI karena adanya peraturan terkait Dana Hasil Ekspor (DHE) dimana sesuai peraturan tersebut, 30% dari hasil ekspor wajib ditempatkan selama tiga bulan di bank dalam negeri. “Dan juga adanya bea keluar yang dikenakan untuk ekspor,” ujar Jenpino.
Sementara dalam RKAB tahun 2024, penerimaan engara diperkirakan US$2,9 Miliar tanpa adanya relaksasi izin ekspor. “Sedangkan apabila PTFI mendapat izin ekspor, penerimaan negara mencapai US$5,6 miliar atau ada kenaikan US$2,7 miliar,” jelas Jenpino.
Perpanjangan kontrak menjadikan asing makin leluasa mengeruk SDA milik Indonesia. Syarat penambahan saham untuk Indonesia tetap merugikan Indonesia dan rakyat indonesia sebagai pemilik SDA. Pengelolaan SDA ala kapitalisme menimbulkan banyak masalah, baik dampak kerusakan lingkungan maupun kemiskinan rakyat.
Berbeda dg Islam yg memiliki sistem ekonomi yang menetapkan konsep kepemilikan. SDA adalah bagian dari Kepemilikan umum yang harus dikelola negara dan hasilnya dimanfaatkan untuk rakyat.