Kondisi areal persawahan di Desa Kalijaran yang kering karena mengandalkan sistem tadah hujan.

Jam baru menunjukkan pukul 8 pagi, namun udara panas langsung menyergap ketika pintu mobil dibuka. Kemarau yang panjang  memanggang Desa Kalijaran, Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Sebagian tanah persawahan di sana terlihat kering dan retak.

Areal persawahan di Desa Kalijaran memang cukup unik. Sebagian besar sawah yang berada di sebelah utara rel kereta api selalu menghijau. Sebagian lagi, di sisi selatan, tanahnya tandus dan rekah saat musim kemarau seperti sekarang. Penyebabnya adalah areal persawahan di sebelah utara setiap saat dapat mengakses saluran irigasi sementara di selatan hanya mengandalkan air hujan.  “Pertanian di sini merupakan tadah hujan,” tutur Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Margo Sugih Desa Kalijaran Prayitno.

Puluhan kendaraan roda empat maupun roda dua yang membawa tamu mengunjungi Desa Kalijaran, Kamis (2/11) pun bisa diparkir di tengah sawah. Sebagian besar tamu mengenakan kacamata atau topi untuk menahan sengatan matahari saat berjalan sekitar 200 meter di atas pematang sawah menuju tenda sebuah acara di tengah sawah. Di bagian samping tenda berdiri dua toren air warna hijau dan petak tanaman kangkung. Sementara di belakang tenda tampak deretan panel surya berwarna hitam mengkilat.

Pembangkit Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas sebesar 9.700 wattpeak (WP) dibangun atas kolaborasi PT Pertamina (Persero) dan Subholding Power & Renewable Energy (PNRE) untuk Program Desa Energi Berdikari Kalijaran. Fasilitas tersebut diserahkan oleh VP CSR & SMEPP Management Pertamina Fajriyah Usman kepada Sekretaris Perusahaan PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Hermansyah Y Nasroen. PLTS tersebut selanjutnya diresmikan Direktur Utama KPI Taufik Adityawarman.

Taufik mengatakan Pertamina melihat bahwa petani di Kalijaran memiliki keterbatasan akses irigasi karena pengairan sawahnya masih tadah hujan. Sistem pertanian yang dikembangkan juga masih konvensional. Padahal, Kalijaran memiliki potensi pertanian yang sangat baik. “Maka kami hadir menjadi bagian dari kemandirian ekonomi masyarakat melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) Refinery Unit IV Cilacap,” jelasnya.

KPI juga memberikan dukungan bagi program TJSL bertajuk “Masyarakat Pengelola Pertanian Berkelanjutan” atau disebut MAPAN senilai  lebih dari Rp270 juta. “Kami berharap Kalijaran menjadi sentra pertanian organik terintegrasi serta menjadi rujukan pengembangan pertanian modern berbasis Energi Baru dan Terbarukan (EBT),” imbuhnya.

Trias Handayani, Camat Maos, menuturkan bantuan dari Pertamina sangat penting bagi masyarakat. Apalagi, kata dia, Kalijaran termasuk dalam 72 desa miskin di Cilacap. “Areal persawahannya ada yang tidak terjangkau irigasi sehingga petani sulit mengatur pengairan. Padahal, secara keseluruhan Maos masih menjadi andalan atau lumbung pangan di Cilacap,” katanya.

Kepala Dinas Pertanian Cilacap Susilan menambahkan Dewa Kalijaran memiliki luas persawahan sekitar 186 hektare (ha). Dengan perbaikan system pengarian, termasuk dengan penggunaan tenaga surya untuk memompa air, panen yang tadinya dua kali dalam setahun diharapkan menjadi tiga kali. “Pada 2024, produksi padi diharapkan meningkat dua kali lipat,” ungkapnya.

VP CSR & SMEPP Pertamina menyerahkan bantuan fasilitas SHS kepada Corsec KPI Hermasyah Y Nasroen.

Prayitno menuturkan pada masa lalu anggota kelompoknya mengalami kesulitan dalam mengembangkan pertanian. Air sulit karena tidak ada akses ke irigasi. Pola waktu tanam yang berbeda dengan lahan persawahan yang subur memunculkan hama tikus. Kesuburan lahan pertanian cenderung menurun karena penggunaan pupuk kimia yang berlebihan untuk menggenjot produksi. “Lahan sawah kurang produktif dan rusak akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan,” katanya.

RU IV Cilacap kemudian hadir mengulurkan bantuan. Pertamina dan Gapoktan Margo Sugih pada 2022 mengembangkan pilot project pertanian berbasis EBT. Akhirnya, dikembangkan dua inovasi yakni penggunaan teknologi Solar Home System (SHS) untuk irigasi pertanian dan pengembangan pupuk organik. Hasilnya, terdapat peningkatan hasil produksi pertanian holtikultur, peningkatan hasil padi, perikanan, perbaikan lahan pertanian dengan penggunaan pupuk organk.

Kapasitas PLTS sebesar 9.700 WP yang dipasang di tengah area persawahan digunakan untuk meningkatkan jumlah debit air untuk pengairan hingga 117.600 liter per hari dan produksi pupuk organik 70 kg per hari. Bertani tidak tergantung lagi pada musim. Selanjutnya meningkatkan siklus panen dari sebelumnya dua kali menjadi tiga kali per tahun, penghematan anggaran pengairan per ha dari Rp1,5 juta untuk pembelian BBM menjadi Rp1 juta, serta peningkatan produksi pertanian dari 12 ton menjadi 12 ton ditambah 4 ton cabai per ha selama satu tahun.

“Penerima manfaat program sebanyak 75 orang yang terdiri dari petani dan buruh tani. Sekitar 19 ha sawah tadah hujan sudah terhubung dangan irigasi sehingga ada peningkatan pendapatan petani sebesar 50%. Sebanyak 10 orang anggota Gapoktan sudah memiliki kemampuan untuk pemeliharaan teknologi SHS. Bahkan, kehadiran program ini meningkatkan kesadaran warga untuk melakukan praktik yang ramah lingkungan yang dibuktikan dengan adanya Surat Desa Kalijaran No. 242/IX/2023 yang menghimbau warga tidak membakar jerami di sawah,” papar Prayitno. Desa Kalijaran, jika terus mengembangkan EBT, bisa lepas dari kemiskinan.

Taufik sebagai pimpinan di Pertamina mangaku bangga karena penerapan program ini telah menjadikan Desa Kalijaran sebagai desa percontohan pengembangan EBT untuk pertanian dan menjadi tempat pengabdian masyarakat, salah satunya civitas Politeknik Negeri Cilacap (PNC). “Inovasi ini berdampak sangat baik bagi peningkatan pertanian masyarakat. Dengan demikian menjadikan kawasan Desa Kalijaran menjadi Desa Energi Berdikari yang sustainable di lingkungan, ekonomi serta sosial,” ungkapnya.

Dia menyatakan kehadiran Desa Energi Berdikari Kalijaran ini juga membuktikan komitmen KPI memenuhi aspek Enviromental, Social, dan Governance (ESG) secara terintegrasi dalam upaya menjaga keberlanjutan lingkungan dan masyarakat yang berfokus pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 7 yaitu Energi Bersih dan Terjangkau.

“Program-program yang kami rancang selalu diselaraskan dengan aspek ESG ke dalam strategi bisnis perusahaan serta memberikan manfaat bagi masyarakat agar berkembang dan berkelanjutan serta  menularkan ke masyakarat lainnya,” katanya.

Keadilan Energi

Fajriah menjelaskan Desa Energi Berdikari merupakan program unggulan TJSL Pertamina yang berfokus pada pengembangan ekonomi berbasis EBT yang lebih terjangkau, dapat diandalkan, dan berkelanjutan sehingga bisa memberikan dampak kemajuan baik secara ekonomi dan lingkungan. Ketersediaan energi tersebut seterusnya dijadikan pendorong aktivitas perekonomian masyarakat seperti wisata, pertanian, industri rumah tangga dan lain-lain. “Pada dasarnya, ini bukan menyediakan listrik, tetapi menjadikan EBT sebagai energi untuk mendorong tumbuhnya aktivitas masyarakat,” katanya.

Program Desa Energi Berdikari Kalijaran merupakan program ke-76 yang dibentuk Pertamina. Pertamina akan melipatgandakan jumlah desa energi berdikari pada tahun depan. “Desa energi berdikari menjadi program TJSL unggulan Pertamina yang akan dikembangkan secara lebih intensif,” tegasnya.

Petani Desa Kalijaran sekarang bisa menggunakan energi surya untuk mendukung pertanian berkelanjutan.

Dalam pelaksanaannya, kata Fajriyah, Pertamina berkolaborasi dengan berbagai pihak elemen masyarakat karena perusahaan percaya bahwa energi yang bersih dan mudah dikases akan membuka jalan bagi pembangunan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat menuju kemandirian dan pemberdayaan masyarakat menuju kemandirian berkelanjutan sejalan dengan SDGs dan target pemerintah untk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat.

Fajriyah menejaskan dari 76 Desa Energi Berdikari sebanyak 57 desa memanfaatkan pembangkit tenaga surya, 12 gas metana dan biogas, empat mikrohidro, dua energi biodiesel yang dikonversi dari limbah rumah tangga dan satu program listrik yang dihasilkan dari energi hibrida antara tenaga surya dan angin. Total energi yang dihasilkan tenaga surya sebanyak 249.790 WP, tenaga hibrida 16.500 WP, gas metana dan biogas 609.000 m3/tahun, mikrohidro 8.000 watt, dan biodiesel yang dikonversi dari limbah rumah tangga 6.500 liter/tahun.

Program Desa Energi Berdikari Pertamina telah memberikan manfaat pada 4.113 KK dengan total multiplier effect sebesar Rp1,93 miliar per tahun. Pencapaia yang lebih penting, ungkap Fajriyah, adalah jumlah reduksi emisi karbon yang mencapai 714.859 ton CO2 eq /tahun. “Dengan adanya program ini, kami berharap masyarakat yang akan menjadi garda terdepan dalam penggunaan energi bersih, Maka, direksi Pertamina sudah berkomitmen dan mendorong jumlah Desa Energi Berdikari terus ditambah agar menjadi energi pendorong kemajuan masyarakat secara berkeadilan, terutama yang selama ini kesulitan mengakses energi,” katanya. (lili hermawan)