SETIAP hari jelang matahari terbit empat kompor utama bekerja di Warung Lesehan Sarmila di pengkolan jalan WR Supratman, Kota Pasuruan, Jawa Timur. Dapur lesehan Sarmila sempit penuh dengan berbagai peralatan masak. Suasana pengap dan panas juga sangat terasa. Maklum saja, api besar tidak berhenti menyembur keluar dari tungku-tungku kompor.
Lesehan Sarmila memang bukan sekadar warung lesehan biasa. Pantas saja api tidak berhenti menyala sejak dini hari hingga hampir lebih dari 15 jam lamanya, usaha yang dirintis sejak 1994 oleh Bambang Kusnadi ini bisa mengolah sedikitnya 40 kg-50 kg ayam. “Itu kalau hari biasa kalau kayak bulan puasa, itu bisa sampai 100 kg per hari,” cerita Bambang kepada Dunia Energi di warung lesehannya, beberapa waktu lalu.
Tidak hanya ayam, warung yang menempati bangunan sederhana berukuran 5×5 meter itu mempunyai ragam menu masakan seperti bebek dan olahan tempe dan sayur.
Warung sederhana Bambang terus berkembang utamanya dari sisi pemasukan setelah berhasil meningkatkan efisiensi. Apalagi setelah ia menggunakan jaringan gas rumah tangga sebagai bahan bakar.
Dia menceritakan ketika masih menggunakan LPG (Liquefied Petroleum Gas) dalam satu hari bisa menghabiskan tiga LPG tabung 5,5 kg dengan harga Rp110 ribu per tabung. Sehingga dalam sebulan Bambang harus merogoh kocek sedikitnya sekitar Rp10 juta. “Kalau sekarang sudah jalan satu bulan Rp3,6 juta untuk pemakaian jargas,” ujar Bambang.
Tidak hanya itu, menurut Bambang api dari jargas juga membuat masakan lebih cepat matang, ini tentu meningkatkan produktivitas warungnya. “Kalau pakai itu lebih cepat matang, apalagi kalau masak nasi. Kalau dulu abis langsung beli gasnya. Sekarang nasi, meskipun abis bisa langsung masak,” jelasnya.
Menggunakan gas tabung memang lebih mudah dibanding kayu bakar atau minyak, tapi bukan berarti bisa mulus begitu saja. Warung yang selalu ramai membuat stok LPG-nya harus selalu cukup. Masalahnya, pasokan tidak selalu bisa mengikuti permintaaan. Tidak jarang Bambang harus mencari stok LPG jauh dari warungnya. Tentu ini bukan hal yang diinginkan, lantaran Bambang harus menanggung kerugian, baik dari sisi waktu maupun rugi ongkos yang harus dikeluarkan. Apalagi kalau LPG habis pada malam hari, otomatis persiapan memasak esok hari akan sangat terganggu.
Dia menceritakan pernah sampai harus menelusuri kota Pasuruan untuk mendapatkan stok LPG baru karena
warung yang biasa memasoknya LPG tutup atau tidak memiliki stok. “Sekarang lebih mudah. Enaknya kalau habis enggak bingung. Seperti toko ini di depan kalau tutup kita bingung. Kalau mau beli LPG itu bisa sampai 10 menit lebih naik motor paling jauh kalau cari LPG,” ungkap Bambang.
Berbagai manfaat dan kemudahan dalam pemakaian jargas ini diharapkan terus meluas cakupannya apalagi penerintah mulai tancap gas untuk mendorong pembangunan jargas melalui penugasan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS).
Hingga 2025 jargas ditargetkan bisa mencapai 4,7 juta sambungan rumah tangga (SR). Hingga akhir 2018, jargas terbangun baru 486.229 SR. Untuk tahun ini, PGN membangun 78.216 SR dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Penggunaan APBN dalam pembangunan jargas akan ditingkatkan pada tahun depan. Direncanakan dibangun di 53 kabupaten dan kota, pemerintah memberikan tugas kepada PGN untuk membangun 239.533 jargas dengan total dana yang disiapkan mencapai Rp3,52 triliun.
Posisi PGN sebagai subholding migas dibawah PT Pertamina (Persero) dengan meleburkan PT Pertamina Gas (Pertagas) sebagai bagian dari PGN benar-benar meningkatkan kemampuan PGN dari sisi kapasitas pembangunan fasilitas dan infrastruktur gas.
Itu juga yang membuat PGN masif dalam pembangunan jargas dengan berbagai skema. Terbaru, selain akan menggunakan dana APBN, PGN juga akan membangun jargas melalui kerja sama dengan PT PP (Persero) Tbk.
Gigih Prakosos, Direktur Utama PGN, mengungkapkan bahwa dalam kerja sama tersebut PGN akan menyediakan pasokan gas dan PTPP akan menanggung biaya pembangunan jargas. Selanjutnya PGN akan membayar sewa fasilitas yang digunakan untuk jargas tersebut.
“PGN akan menyuplai gas dan memasarkan gas ke rumah-rumah dan membayar sewa atas pemakaian jaringan gas yang dibangun PTPP,” kata Gigih kepada Dunia Energi, belum lama ini.
Kerja sama ini mencakup pembangunan 500 ribu SR hingga tahun 2021 yang akan dilakukan dalam dua tahap. “PP akan membiayai dan membangun jaringan jargas sebanyak 50.000 sambungan tahun 2020 dan 450.000 sambungan tahun 2020-2021. PGN akan menggunakan jaringan tersebut untuk menyalurkan gas ke rumah-rumah yang tersambung dengan pipa jargas tersebut,” ungkap Gigih.
Dari sisi keuangan, integrasi Pertagas dibawah PGN diproyeksi menuai benefit tidak sedikit. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, subholding gas diprediksi akan memberikan benefit sebesar US$77 juta, bahkan pada 2022 benefit dapat meningkat hingga US$ 132 juta.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sendiri menyatakan bahwa PGN memiliki peran sentral dalam pembangunan jargas. Dalam perencanaan pengembangan jargas pemerintah memiliki beberapa skenario untuk mendukung percepatan pembangunan jargas salah satunya dengan membuka pintu bagi pihak swasta.
Alimuddin Baso, Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Kementerian ESDM, mengungkapkan sudah ada beberapa pihak swasta yang menyatakan minat untuk menggarap pembangunan jargas. Meraka kata Alimuddin dipastikan juga akan bermitra dengan subholding gas yang paling memadai dalam urusan ketersediaan fasilitas dan infrastruktur gas. Tidak hanya itu, PGN juga memiliki kepastian dalam pasokan gas.
“Biasanya kalau orang (perusahaan) makin punya resources dan infrastruktur lebih masif lebih besar tentu (bermitra) secara lebih efisien dari pada bangun baru,” kata Alimuddin.(Rio Indrawan)
Komentar Terbaru