JAKARTA – Presiden Joko Widodo akhirnya menetapkan siapa yang akan memiliki wewenang penuh untuk menetapkan wilayah tambang khusus bagi organisasi kemasyarakatan (Ormas) keagamaan. Bukan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai Kementerian sektor pertambangan melainkan kepada Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang saat ini dijabat oleh Bahlil Lahadalia.

Keputusan itu tertulis dalam Peraturan Presiden No 76 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Presiden No 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan Bagi Penataan Investasi.

“Menteri Pembina Sektor mendelegasikan wewenang penetapan, penawaran, dan pemberian WIUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5A ayat (1) kepada menteri / kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal selaku ketua Satuan Tugas,” tulis pasal 5B ayat 1.

Kemudian dalam Pasal 5B ayat 2 tertulis “Berdasarkan WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketua Satuan Tugas melakukan penetapan, penawaran, dan pemberian WIUPK kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh Organisasi Kemasyarakatan keagamaan”.

Dalam ayat 3 Berdasarkan pemberian WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Usaha milik Organisasi Kemasyarakatan keagamaan mengajukan permohonan IUPK melalui Sistem OSS.

Kemudian ayat 4 tertulis “Atas pengajuan permohonan IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menteri/kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi/koordinasi penanaman modal menerbitkan IUPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,”.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bahkan harus melaporkan pengawasan terhadap kegiatan tambang yang dilakukan badan usaha yang dimiliki Ormas kepada Bahlil. Ini tertuang dalam Pasal 13 ayat 2 dan 3.

Ayat 2 berbunyi “Pembina Sektor menjamin kesinambungan usaha melalui pengendalian pelaksanaan perizinan, pengalihan/pemindahan perizinan, dan pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Ayat tertulis “Pembina Sektor menyampaikan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 kepada Satuan Tugas atas pengalokasian dan pemanfaatan Lahan di bidang pertambangan dan konsesi penggunaan kawasan hutan atau perkebunan”.

Selanjutnya dalam pasal 13 ayat 4 ditetapkan bahwa Bahlil bakal melaporkan hasil pengawasan kepada presiden paling sedikit satu kali dalam enam bulan atau sewaktu-waktu dalam hal diperlukan. (RI)