JAKARTA – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana kembali akan menawarkan wilayah kerja migas di sekitar Natuna. Persiapan akhir untuk penawaran wilayah tersebut sudah mulai dilakukan seiring dengan adanya minat untuk memulai kembali perburuan cadangan migas di wilayah tersebut.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Dunia Energi sudah ada perusahaan asing yang sedang melakukan Joint Study di wilayah wilayah Natuna D Alpha. Wilayah itu sendiri sebenarnya sudah pernah dilelang tahun 2023 namun sepi peminat. Kali ini pemerintah terlihat lebih optimistis karena sudah ada perusahaan yang mengajukan joint study, karena tahap selanjutnya setelah joint study bisa dilakukan secara langsung (direct offer). Proses Joint Study akan memakan waktu beberapa bulan lagi sebelum nantinya bisa dileleng pemerintah.

Berdasarkan informasi tersebut, perusahaan calon kontraktor kali ini adalah perusahaan asing dengan kemampuan dan kapasitas mumpuni baik dari sisi finansial maupun teknologi untuk bisa kembangkan Natuna D Alpha.

Natuna D Alpha memang jadi salah satu “permata” migas Indonesia namun tidak banyak yang bisa dilakukan untuk memonetisasinya karena para kontraktor yang berminat sebelumnya menemukan tantangan besar berupa kandungan CO2 yang mencapai lebih dari 70%. Padahal jumlah potensi cadangannya ditaksir mencapai 46 Triliun Cubic Feet (TCF) atau dua kali lebih besar ketimbang cadangan di blok Masela yang digadang-gadang sebagai temuan gas terbesar di Indonesia sampai saat ini.

Tarik ulur pengembangan migas di wilayah Natuna sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu. Pada tahun 1973, operator AGIP (General Italian Oil Company) menemukan gas di lapangan AL (Natuna D-Alpha). Semula Exxonmobil bersama dengan PTT EP adalah mitra pengelola Pertamina di East Natuna termasuk Natuna D Alpha. Namun konsorium tersebut tercerai berai sejak tahun tahun 2017 setelah Exxon hengkang dan diikuti oleh PTT EP. Pertamina memang sempat ditunjuk atau ditugaskan untuk kembangkan Natuna tapi kemudian dikembalikan ke pemerintah. Selanjutnya secara bertahap pemerintah membagi wilayah natuna menjadi beberapa bagian untuk kemudian dilelang dalam beberapa tahun terakhir.

Dengan kandungan CO2 lebih dari 70% maka pengembangan area Natuna D Alpha memerlukan solusi teknologi Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization Storage yang ekonomis. Pengembangan teknologi saat ini disinyalir jadi alasan pengembangan migas di sana mulai bisa berjalan. (RI)