Suami divonis bersalah atas kejahatan yang tidak pernah dilakukan. Pengaduan ke Kepala Negara tak mendapat tanggapan. Yakin pada akhirnya kebenaran tetap yang akan menang.
Setelah suaminya, Ricksy Prematuri, diputus bersalah dalam proses kasasi di Mahkamah Agung Februari 2014 lalu, Ratna Irdiastuti mengaku dirinya tak tahu lagi harus mengadu kemana. Menurut ibu dari tiga anak ini, semua lembaga yang diharapkan dapat memberikan keadilan bagi suami dan keluarganya, seperti tak mampu berbuat apa-apa.
“Kami datang ke Komisi Yudisial, mengadu ke Komisi Kejaksaan, melapor ke kepolisian, memohon perhatian presiden, bahkan laporan Komnas HAM yang sudah menjelaskan adanya berbagai pelanggaran HAM oleh jaksa dan hakim tipikor dalam penanganan kasus suami saya ini, dan sudah disampaikan ke semua lembaga penting negara. Namun semua itu seperti tidak berarti. Kami harus mengadu ke siapa lagi?,” tutur Ratna saat dihubungi pekan lalu.
Ratna yakin bahwa suaminya tidak bersalah. Menurutnya, PT Green Planet Indonesia (GPI), perusahaan tempat suaminya bekerja telah menjalankan pekerjaan yang diminta oleh Chevron dengan baik sehingga Chevron pun membayarnya.
“Seingat saya suami saya sempat bilang bahwa dengan berkontrak dengan Chevron dirinya merasa tenang karena semuanya transparan dan tertib. Bahkan yang memastikan pekerjaan GPI telah selesai adalah Chevron, sehingga perusahaan suaminya baru bisa mengajukan tagihan kalau menurut Chevron sudah OK. Jadi saya bingung, apa alasan suami saya dijadikan tersangka korupsi,” ucapnya sedih.
Ketika ditemui di rumah tahanan Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu, Ricksy tengah dibesuk oleh salah seorang karyawan GPI, Fepy Sepyana. Ia pun bersemangat mengutarakan dukungannya kepada mantan atasannya ini.
“Seharusnya orang-orang juga melihat, kalau memang Bapak (Ricksy) terlibat dalam kasus korupsi, buat apa kami terus mendukung beliau seperti ini? Sampai detik ini pun kami yakin 100% Bapak tidak bersalah dan kami akan terus dukung Bapak sampai bisa bebas,” tutur Fepy yakin.
Fepy menceritakan bahwa GPI sendiri kehilangan cukup banyak kepercayaan dari klien yang mereka miliki. “Memang sebagian besar pemberitaan media menyatakan perusahaan kami tidak bersalah, namun klien yang kami miliki juga tidak mau mengambil risiko dalam mengambil keputusan,” ungkapnya dengan nada penuh sesal.
Ratusan Karyawan Kehilangan Pekerjaan
Sejak terjadinya kasus bioremediasi, GPI terpaksa merumahkan 100 orang karyawannya karena pekerjaan pun ikut mandek. Tak hanya kepercayaan klien yang hilang, dukungan dari bank pun mulai seret dengan adanya kasus ini.
Baik Ricksy maupun Fepy sangat menyayangkan keadaan ini karena GPI adalah pionir dalam bidang teknologi pertambangan, dan di Indonesia sendiri GPI tidak memiliki saingan yang seimbang dari sisi teknologi. Namun dengan adanya kasus ini, kredibilitas yang telah dibangun selama bertahun-tahun terpaksa harus runtuh begitu saja.
Walaupun cobaan datang menerpa, dukungan tak henti-hentinya mengalir. Dukungan tersebut tak hanya datang dari keluarga, segenap karyawan PT GPI pun terang-terangan selalu memberikan dukungan penuh terhadap Ricksy.
Pada awalnya, Ricksy mengaku dirinya selalu optimis dalam menjalani persidangan kasus ini. Ia merasa semua keterangan saksi dan ahli tidak ada satupun yang memberatkan, dan Ricksy yakin ia akan terbukti tak bersalah. Namun diluar dugaan, hakim menjatuhkan vonis bersalah dan Ricksy terpaksa dihukum untuk kejahatan yang tidak pernah ia lakukan.
Tetap Lanjutkan Perjuangan
Toh demikian, Ricksy sama sekali tidak terlihat berputus asa. Saat dibesuk di rutan hari itu, Ricksy tampak sesekali bersenda gurau dan tertawa lepas dengan Herland, sesama tahanan terpidana kasus bioremediasi, seolah-olah tidak ada masalah berat yang menimpa mereka. “Ya buat apa dibawa stress? Saya dan Pak Herland ya sehari-hari seperti inisaja, mencoba tidak terlalu tegang. Biar bagaimana pun kami tetap yakin kebenaran yang akan menang,” ujarRicksy.
Apabila kelak bisa bebas, Ricksy mengaku hanya ingin nama baiknya dibersihkan seperti sedia kala. “Masalahnya, meskipun kami tahu, keluarga tahu, dan karyawan Chevron tahu bahwa kami tidak bersalah, namun vonis yang dijatuhkan hakim akan membentuk opini publik. Apalagi kami ini dituduh sebagai koruptor,” tuturnya dengan suara lirih.
“Proyek bioremediasi Chevron yang kami bantu mengerjakan aktifitas sipilnya adalah proyek yang sukses. KLH pun mengawasi proyek ini dan memperoleh laporannya. Kami dibayar Chevron karena kerja kami tuntas dan sudah diverifikasi Chevron. Kami ini kan seperti pembantu dan dibayar saat tugas kami tuntas seperti tercantum dalam kontrak,” jelas Ricksy.
“Saya tak mungkin berhenti karena sudah terlalu banyak korban dan pengorbanan untuk kasus ini. Saya, keluarga, perusahaan, rekan-rekan yang di PHK, rekan-rekan Chevron yang jadi terdakwa adalah korban-korban. Saya akan mencari keadilan ini sampai tuntas termasuk Peninjauan Kembali (PK) karena saya yakin masih banyak penegak hukum dan orang-orang yang amanah,” tegasnya.
(Iksan Tejo / duniaenergi@yahoo.co.id)
Awalnya kami ikut simpati dengan anda, tapi ternayata anda juga tidak jujur. Perusahaan suami anda tetap diberi pekerjaan oleh Chevron walaupun suami anda sebagai Direktur berada dirutan. Pak Jaksa periksa langsung ke lapangan Chevron di Minas dan Duri, kedua perusahaan masih mendapat pekerjaan dari Chevron. Ironisnya setelah kasus ini mencuat malahan kontraknya diperpanjang melalui amendment dan bridging, bak pepatah anjing menggonggong……kafilah berlalu! Lalu salahnya mereka dimana???