Musim kemarau kali ini terasa lebih panjang dari tahun sebelumnya. Kekeringan merata hampir di seluruh negeri. Daun pepohonan menguning dan rontok, sehingga pemandangan hutan tak lagi hijau menyejukkan mata. Rerumputan dan semak belukar meranggas, sementara tanah seperti tubuh renta yang kering kerontang kehilangan air kehidupannya. Kebakaran hutan terjadi di mana-mana. Kepulan asap itu juga terlihat menyelimuti perbukitan di area operasi PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang, akhir Oktober lalu.
“Kemarau ini berbeda,” keluh Wawan Darmawan, General Manager PT PGE Area Kamojang, Sabtu sore (31/10). Wajahnya tampak risau. Matanya memandang jilatan api yang membakar bukit yang tepat berada di atas Pusat Konservasi Elang Kamojang, di Desa Wisata Laksana, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung. “Kami berharap kebakaran ini dapat segera dipadamkan agar tidak mengganggu lingkungan terutama konservasi elang di sana.”
Hanya berjarak seratus meter dari pusat konservasi elang, petugas dari PGE dan tentara berjibaku memadamkan api yang terus merembet. Beberapa unit mobil pemadam kebakaran tampak hilir mudik. Siapa pun tentu saja tidak berharap kebakaran tersebut mengganggu belasan elang dari berbagai jenis yang sedang ditangani di pusat konservasi tersebut. “Ini mungkin akibat kekeringan musim kemarau yang lama. Kita ikut tanggung jawab mengatasinya,” kata Wawan. Kabarnya, menurut Dinas Kehutanan Jawa Barat, di sekitar Cagar Alam Kamojang sekitar 3,5 hektare lahan hutan dilalap si jago merah.
Pusat Konservasi Elang Kamojang patut mendapatkan prioritas karena fasilitas yang dibangun pada 2014 itu — dikelola bersama oleh PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat serta Forum Raptor Indonesia – menjadi satu-satunya pusat konservasi burung langka dan terancam punah terlengkap di Tanah Air yang dilengkapi dengan fasilitas yang merujuk standar internasional dari International Union for Conservation of Nature (IUCN), Global Facilities for Animal Sanctuary (GFAS), dan International Wildlife Rehabilitation Council (IWRC). Menurut Wawan, kehadiran Pusat Konservasi Elang Kamojang merupakan bukti komitmen PGE Area Kamojang terhadap pelestarian satwa-satwa endemik Indonesia yang terancam punah. “Pusat Konservasi elang ini merupakan yang pertama di Indonesia,” tuturnya sambil menyebut sekitar Rp3 miliar sudah dihabiskan untuk mendanai program pelestarian ini.
Zaini Rahman, Ketua Perkumpulan Raptor Indonesia yang menangani secara langsung kegiatan di pusat Konservasi Elang mengatakan, saat ini sekitar 17 ekor elang berhasil diselamatkan di pusat konservasi elang tersebut. Elang-elang yang berada di sana berasal dari hasil tangakapan liar warga, elang yang tadinya dipelihara warga sekitar, dan diserahkan oleh BKSDA. “Kondisinya bervariatif. Ada elang yang sehat dan terus dilatih dan siap dilepasliarkan kembali. Tetapi ada juga yang harus merelakan diri menjadi bahan observasi dan edukasi serta tidak bisa dilepasliarkan. Biasanya kalau yang masuk dalam kandang edukasi adalah elang yang dalam kondisi cacat permanen dan tidak mungkin bisa disembuhkan,” jelas Zaini.
Sejak didirikan pada 2014, Pusat Konservasi Elang Kamojang berhasil melepasliarkan 7 ekor elang dari berbagai jenis untuk hidup kembali ke alam liar sebagai habitat utamanya setelah melalui masa konservasi dan pelatihan. Salah satunya adalah Iqlimah, seekor Elang Jawa (Nisaetus Bartelsi), yang dilepas ke alam bebas oleh Direktur PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Irfan Zainuddin, awal September lalu.
Komitmen PGE untuk mengembangkan Pusat Konservasi Elang sangat penting mengingat keberadaan burung ini yang hampir punah akibat deforestasi atau perburuan dan perdagangan ilegal. Padahal, dari 150 jenis elang yang ada di dunia sekitar 75 jenis berada di Indonesia. Elang Jawa, misalnya, sudah dinyatakan sebagai endangered species. Populasinya di seluruh Indonesia kini tak sampai seribu ekor. “Artinya di bawah batas aman populasi. Bila selama 20 tahun tidak ada upaya maka Elang Jawa akan punah,” jelas Zaini.
Selain itu, lanskap Indonesia, terutama Kamojang,Cibodas, dan Halimun, ternyata merupakan lokasi favorit bagi migrasi elang dari Jepang Korea, dan China. Biasanya sepanjang November, ribuan burung elang terbang beribu-ribu kilometer mencari tempat yang hangat untuk menghindari musim dingin. Burung tersebut akan menetap selama 5 bulan dan kembali ke habitat asal ketika musim berganti. “Bentangan alam di sini sama dengan negara asal, terutama Jepang. Makanya, kita akan mengusulkan agar wilayah Kamojang, Cibodas dan Halimun statusnya seperti taman nasional. Dengan demikian, beberadaan elang makin terlindungi,” harapnya.
Sayangnya, tahun ini migrasi elang belum terlihat. Dia menduga “penerbangan” elang-elang tersebut terkendala asap akibat kebakaran hutan yang melanda Sumatera dan Kalimantan. “Mereka transit di luar Kepulauan Indonesia, sama seperti pesawat yang mengalami kendala untuk mendarat,” tutur Zaini.
Wawan menuturkan pendirian Pusat Konservasi Elang sejalan dengan kebijakan PGE Are Kamojang dalam membuat program Corporate Social Responsibility (CSR) tetap mengedepankan aspek keberlanjutan program, yang berbasis pada proses perencanaan dan social mapping. Perusahaan juga melakukan monitoring dan evaluasi program ini secara berkesinambungan. “Kita melihat kondisi hewan yang terancam kepunahan, sementara di sisi lain bentangan alam di sini menjadi destinasi migrasi burung elang. Makanya, perusahaan dalam jangka panjang terus mendukung penuh Pusat Konservasi Elang ini,” tegasnya.
Meskipun begitu, dia mengaku kesuksesan proyek ini akan tergantung pula dari dukungan masyarakat. Beruntung, kini tingkat kesadaran masyarakat untuk menyelamatkan elang makin tinggi. Buktinya, elang-elang tidak lagi diburu. Bahkan, masyarakat banyak yang menjadi semacam “bapak angkat” untuk elang-elang yang sedang dikonservasi dengan memberikan bantuan materi, makanan dan obat-obatan. Nama para dermawan itu dipakai sebagai nama burung elang yang ada di sana. “Kami berharap selain untukk kebutuhan konservasi, tempat ini akan menjadi pusat studi dan riset elang dan lokasi pariwisata baru,” katanya.
Matahari makin condong ke barat. Kebakaran hingga Sabtu malam itu belum juga bisa dipadamkan. Kepulan asap berbaur dengan gelap. Penyelamatan elang di Kamojang masih menempuh jalan panjang. (Lili Hermawan)
Komentar Terbaru