JAKARTA – Setelah gagal menghadirkan empat saksi fakta dalam persidangan Senin, 2 September 2013, Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) berencana mendatangkan saksi ahli pada persidangan berikutnya.
Terkait hal ini, Ketua Tim Penasihat Hukum Terdakwa, Maqdir Ismail meminta JPU menghadirkan saksi ahli yang netral, bukan yang memiliki konflik kepentingan seperti sidang-sidang sebelumnya.
Seperti diketahui, pada persidangan-persidangan bioremediasi sebelumnya, saksi ahli yang dihadirkan JPU adalah Edison Effendi, seseorang yang pernah kalah dalam tender proyek bioremediasi CPI.
Syafrul, karyawan PT Sumigita Jaya yang dihadirkan sebagai saksi oleh JPU dalam persidangan bioremediasi pada Kamis, 29 Agustus 2013, juga menyatakan pernah mendengar tentang nama Edison Effendi. “Edison Effendi mengikuti tender bioremediasi di CPI pada 2008,” ungkap saksi Syafrul.
Atas dasar itulah, ditemui wartawan usai persidangan, Maqdir Ismail menegaskan agar pada persidangan berikutnya JPU menghadirkan saksi ahli yang netral. Seperti yang sudah-sudah, ujarnya, tantangan yang dihadapi terdakwa hanya pada saksi ahli, mengingat pada persidangan lalu ahli yang dihadirkan JPU memiliki konflik kepentingan karena pernah mengikuti tender bioremediasi CPI.
“Jaksa, baik pada kasus ini maupun kasus yang lain, seharusnya mendatangkan saksi yang netral. Kalau ahli malah membuat kusut, namanya bukan ahli, tetapi ahli yang memberatkan. Kalau ahli seperti ini, berarti ada yang salah dan perkara (bioremediasi) ini dan seharusnya para Jaksa yang diperiksa,” tandas Maqdir yang hadir sebagai penasihat hukum karyawan CPI, Bachtiar Abdul Fatah.
“Sesusai dengan prinsip hukum, maka majelis hakim pun harus mengabaikan kesaksian ahli yang memiliki konflik kepentingan dan bersikap tidak netral,” tegas Maqdir.
Dalam wawancara terpisah, Corporate Communication Manager Chevron, Dony Indrawan membenarkan bahwa Edison Effendi pernah mengikuti tender proyek bioremedasi CPI tahun 2008 dan 2011 dan gagal.
“Selain gagal pada tender proyek bioremediasi tahun 2008 dan 2011, Edison Effendi pun pernah terlibat dalam suatu pilot proyek bioremediasi pada tahun 2004 yang juga gagal. Mengingat dalam kontrak berlaku “no cure, no pay” sehingga kalau proyek gagal maka tidak dilakukan pembayaran. Tanda tangan Edison pun dalam dokumen proses tender itu ada,” pungkas Dony.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pun pada 21 Mei 2013 lalu, telah merilis temuannya tentang adanya pelanggaran HAM terhadap para terdakwa kasus bioremediasi. Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai menuturkan, salah satu indikasi pelanggaran HAM itu adalah saksi ahli yang dihadirkan JPU dalam persidangan, adalah orang yang sarat konflik kepentingan karena pernah kalah dalam tender bioremediasi CPI.
(Abraham Lagaligo / abrahamlagaligo@gmail.com)
Komentar Terbaru