JAKARTA – Transisi energi terus digencarkan oleh seluruh masyarakat dunia. Glorifikasi pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) juga terjadi di tanah air sehingga membuat industri migas seakan menjadi nomor dua, padahal sektor hulu migas sudah sewajarnya harus tetap mendapatkan perhatian dari pemerintah. Ini lantaran struktur ekonomi nasional ternyata masih ditopang oleh sektor hulu migas, sehingga jika hulu migas nasional tidak mendapatkan perhatian maupun tidak dikelola dengan baik maka kondisi ekonomi nasional yang akan jadi taruhannya.
Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengungkapkan hulu migas memiliki peran penting dalam menggerakkan industri lain. Berdasarkan kajiannya di Indonesia memiliki 185 sektor yang menunjang perekonomian nasional. Dari 185 sektor tersebut ada 73 sektor industri pendukung migas dan ada 45 sektor industri yang langsung sebagai pengguna.
Dia menjelaskan sektor pendukung itu selama ini memasok barang dan jasa ke sektor hulu migas. Kalau sektor pengguna yang gunakan seperti kilang pabrik pupuk gas, listrik yang menggunakan gas sementara ada juga pendukung seperti transportasi, alat berat itu jumlah 73 sektor.
“Artinya kalau kegiatan hulu migas bermasalah sebetulnya bukan single player hulu mgias yang bermasalah tapi ada dibelakaangnya 73 sektor ikut bermasalah dan 45 sektor di depan bermasalah,” kata Komaidi dalam diskusi virtual, Kamis (7/10).
Dengan kondisi itu maka industri hulu migas kata dia bisa dikatakan adalah lokomotif perekonomian nasional. Sejumlah data kata Komaidi menunjukkan bagaimana industru hulu migas sangat vital dalam struktur ekonomi nasional. Misalnya Sektor pendukung industri hulu migas membentuk 55,99% PDB dan menyerap 61,53% tenaga kerja Indonesia. Sementara sektor pengguna membentuk 27.27% PDB dan menyerap 19,34% tenaga kerja.
Selain itu dari sisi investasi dalam data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam 6 tahun 2015-2020 dari total realisasi investasi rata-rata US$51 miliar, sementara hulu migas sekitar US$12 miliar atau secara persentase mencapai hampir 24% dari seluruh investasi di tanah air.
Selain itu menurut Komaidi dari data juga digambarkan ketika investasi hulu migas naik maka akan indikator makro ekonomi lainnya juga akan bergerak positif. Misalnya GDP nasional naik, ekspor naik, impor naik (struktur ekonomi bahan baku penolong impor), neraca pembayaran menguat, penerimaan kuat, pajak bagus serta nilai tukar terapresiasi.
“Kalau bicara khusus hulu mgias porsinya 24% dr total investasi di nasional. Satu sektor dari 185 sektor di indonesia porsi investasi mencapai 24% sisanya 184 sektor lain. Ini menunjukan sektor hulu migas terhadap investasi porsinya sangat besar kalau ada impact ke investasi nasional sangat signifikan. Kalau hulu migas tutup investasi indonesia hilang 23-24% kalau itu hilang output nasional akan turun dampaknya terhadap struktur ekonomi nasional membahayakan kalau kita cermati data yang ada,” jelas Komaidi.
Begitu juga dengan neraca perdagangan. Salah satu beban neraca perdagangan adalah neraca perdagangan migas yang diakibatkan oleh impor migas yang cukup besar. Jika mau impor dikurangi maka mau tidak mau produksi harus ditingkatkan.
“Maka pemeritah harus hati-hati perlakukan sektor migas termasuk merespon tuntutan internasional dalam melakukan transisi energi,” ungkap Komaidi.
Satu hal lain yang tidak boleh dilupakan adalah fungsi hulu migas untuk menggerakan industri lain. Ini tentu berhubungan dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) karena ada 73 sektor industri yang terlibat sebagai penunjang industri hulu migas.
I Gusti Putu Suryawirawan, Staf Khusus Menteri Bidang Pengembangan Industri dan Kawasan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menjelaskan sejak dulu industri hulu migas jadi perhatian pemerintah terutama untuk meningkatkan penggunana produk dalam negeri. Hal ini lantaran hulu migas merupakan sektor yang padat dan memerlukan pembelanjaan barang maupun jasa yang tidak sedikit sehingga potensi perputaran ekonominya sangat besar.
Sinergi antar lembaga menang jadi kunci untuk meningkatkan penggunaan produk barang maupun jasa dalam negeri.
Putu menjelaskan penggunaan komponen dalam negeri adalah karena adanya permintaan. Ketika permintaan terhadap barang dan jasa sudah terkonsolidasi dengan baik maka investasi juga akan mulai mengalir yang didukung oleh berbagai fasilitas dari pemerintah seperti kemudahan perizinan ketersediaan akses listrik dan lainnya.
“Para kontraktor migas juga diharapkan bisa terbuka mengenai kebutuhan barang maupun jasa. “Demand dari mana dari KKKS itu harus secara terbuka terutama di akhir tahun mengundang pelaku industri, tahun depan kami mau belanja ini itu, di sini, tanggal sekian. Ini harus terbuka .Karena yang belanja itu kontraktor migas,” ungkap Putu.
Menurut Putu, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) dan Kementerian Perindustrian memiliki peran sentral dalam kebijakan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN). Di sana bisa langsung dikoordinasikan apa saja kebutuhan para kontraktor migas untuk selanjutnya diinformasikan kepada industri melalui Kemenperin. ” Ini mereka (SKK Migas) jadi komandannya,” ujar Putu.
Dia menegaskan industri hulu migas masih tetap akan menjadi komponen penting dalam pengembangan industri nasional karena banyaknya turunan yang masih bergantung terhadap keberlangsungan industri hulu migas meskipun tren transisi energi saat ini makin gencar dikampanyekan.
“Jadi kegiatan ini (migas) masih akan berlangsung lama dan ada di wilayah Indonesia kita wajib mempunyai kemampuan mengolah. Kalau nggak bisa minimal kita punya kemampuan suplai peralatan penunjangnya. Jangan kegiatan banyak di sini tapi meterial harus impor,” jelas Putu.
Komentar Terbaru