JAKARTA – Pemerintah menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk PT Freeport Indonesia sebagai pengganti Kontrak Karya (KK) yang telah berjalan sejak 1967 dan diperbaharui pada 1991 dengan masa berlaku hingga 2021.
Dengan terbitnya IUPK, maka Freeport Indonesia akan mendapatkan kepastian hukum dan kepastian berusaha dengan mengantongi perpanjangan masa operasi 2×10 tahun hingga 2041. Serta mendapatkan jaminan fiskal dan regulasi. Freeport juga akan membangun pabrik peleburan (smelter) dalam jangka waktu lima tahun.
Clayton Allen Wenas atau Tony Wenas, Direktur Utama Freeport Indonesia, mengatakan smelter akan dibangun dan lokasinya akan ditentukan selanjutnya.
“Apa yang diharapkan pemerintah adalah mendapatkan nilai tambah untuk dalam negeri,” ujar Tony usai penyerahan IUPK di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jakarta, Jumat (21/12).
Penyerahan IUPK dilakukan Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM kepada Tony dan disaksikan Ego Syahrial, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Fajar Harry Sampurno, Deputi Kementerian BUMN Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media, Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum dan Richard C Adkerson, CEO Freeport-McMoRan Inc.
Menurut Tony, keamanan dalam beberapa waktu terakhir relatif aman di tempat operasional. “Dan tentunya dengan keberadaan saham yang dimiliki pemerintah provinsi dan kabupaten, harapan Freeport tentu situasi akan lebih kondusif,” tandasnya.
IUPK diterbitkan bersamaan dengan resminya PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) menguasai saham mayoritas Freeport Indonesia. Peralihan saham mayoritas Freeport setelah sekitar dua tahun proses negosiasi intensif yang melibatkan pemerintah, Inalum, Freeport McMoRan dan Rio Tinto.
Budi Gunadi Sadikin, Direktur Utama Inalum, mengatakan peraturan pemerintah secara jelas memberikan prioritas kepemilikan sumber daya alam ke pihak Indonesia. Disisi lain, skema nasionalisasi seperti yang terjadi di beberapa negara tidak bisa dilakukan.
“Jadi bukan sekadar naik 51%, yang terjadi disini bukti ke dunia bahwa Indonesia membuka diri terhadap pengelolaan SDA. Tetap mengikuti prinsip konstitusi, tapi kita melakukan dengan friendly, profesional, dan partnership yang saling menguntungkan,” ujar Budi yang juga ditetapkan sebagai komisaris Freeport Indonesia.
Inalum resmi menguasai saham mayoritas Freeport Indonesia setelah
membayar US$3,85 miliar kepada Freeport-McMoRan dan Rio Tinto. Inalum membeli sebagian saham yang dikuasai Freeport-McMoRan. Serta hak partisipasi Rio Tinto di Freeport Indonesia sehingga kepemilikan Inalum meningkat dari 9,36% menjadi 51,23%.
Kepemilikan 51,23% tersebut nantinya akan terdiri dari 41,23% untuk Inalum dan 10% untuk Pemerintah Daerah Papua. Saham Pemerintah Daerah Papua akan dikelola perusahaan khusus PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPMM) yang 60% sahamnya akan dimiliki oleh Inalum dan 40% oleh BUMD Papua.
Inalum akan memberikan pinjaman kepada BUMD sebesar US$ 819 juta yang dijaminkan dengan saham 40% di IPMM. Cicilan pinjaman akan dibayarkan dengan dividen Freeport Indonesia yang akan didapatkan oleh BUMD tersebut. Dividen tidak akan digunakan sepenuhnya untuk membayar cicilan, namun ada pembayaran tunai yang diterima oleh pemerintah daerah.
Struktur kepemilikan pemerintah daerah Papua tersebut adalah struktur yang lazim dan sudah mempertimbangkan semua aspek, termasuk aspek perpajakan yang lebih efisien bagi semua pemegang saham serta aspek perlindungan dari masuknya penyertaan swasta didalam kepemilikan.
“Saya percaya sukses ini nanti akan bergema di seluruh dunia, sehingga banyak perusahaan internasional akan datang ke Indonesia untuk bekerjasama dengan perusahaan Indonesia,” kata Budi.(RI)
Komentar Terbaru