JAKARTA – Pemerintah menargetkan investasi di sektor mineral dan batubara (minerba) mencapai USD 8,8 miliar pada 2014. Dari jumlah itu, sebanyak USD 4,8 miliar diharapkan datang dari investasi pembangunan smelter atau pabrik pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri.
Hal ini terungkap dalam “Sosialisasi dan Koordinasi Mineral dan Batubara” yang dihadiri oleh gubernur, bupati, walikota, dan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, yang diselenggarakan di Jakarta, Kamis, 6 Februari 2014. Hadir dalam kesempatan ini, Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo, didampingi Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba, R Sukhyar.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM, Saleh Abdurrahman menerangkan, ada dua isu strategis yang dibahas dalam sosialisasi tersebut. Yakni sosialisasi kebijakan pengingkatan nilai tambah mineral, dan pemaparan hasil evaluasi dari penataan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Menurut Saleh, pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan, secara konsisten telah menerbitkan peraturan yang bertujuan untuk mendorong pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Yaitu dengan menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan/atau Pemurnian Mineral, yang telah diubah melalui Permen ESDM Nomor 11 Tahun 2012.
Pada 11 Januari 2014, pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua PP Nomor 23 Tahun 2010, tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. PP ini merupakan pedoman pelaksanaan teknis kewajiban mengolah dan memurnikan mineral di dalam negeri.
Selain itu, Kementerian ESDM juga telah mengeluarkan Permen ESDM Nmor 1 Tahun 2014, tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian di Dalam Negeri. Pada intinya, regulasi-regulasi tersebut mengatur pelarangan penjualan bahan mentah (ore atau raw material) keluar negeri mulai 12 Januari 2014.
“Perusahaan tambang yang ingin melakukan ekspor, harus memastikan produknya telah diolah maupun dimurnikan, sesuai dengan batasan minimum pengelolaan dan pemurnian mineral yang telah ditetapkan di dalam lampiran Permen ESDM 1/2014,” jelas Saleh.
Menurutnya, pemerintah menyadari bahwa pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian, untuk beberapa komoditi mineral membutuhkan investasi besar dan ketersediaan infrastruktur pendukung. Untuk itu beberapa komoditas mineral masih diperbolehkan ekspor dalam bentuk hasil pengolahan sampai dengan 2016.
Dispensasi ekspor hingga 2016 itu, diikuti beberapa syarat khusus, antara lain pengenaan bea keluar (BK) secara progresif. Kementerian Keuangan pun telah menetapkan besaran BK dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 6/PMK.011/2014 dengan tujuan mempercepat pembangunan fasilitas pemurnian.
Serahkan IUP Bermasalah
Dalam sosialisasi itu dijelaskan, keinginan pemerintah untuk mendapatkan nilai tambah komoditas mineral, sudah sesuai dengan “Four Track Strategi Pembangunan Nasional” yang mengamanatkan bahwa usaha tambang harus Pro Growth, Pro Job, Pro Poor, dan Pro Environment.
Pro Growth artinya, kegiatan pertambangan harus mampu mendorong peningkatan investasi dan mendukung tumbuhnya sektor jasa (services). Pro Job berarti, kegiatan pertambangan yang dilakukan harus bisa membuka kesempatan kerja baru.
Pro Poor adalah meningkatkan dana bagi hasil bagi pemerintah daerah, guna mendorong kemajuan perekonomian di daerah. Sedangkan Pro Environment dimaksudkan, agar setiap kegiatan pertambangan harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah pertambangan yang baik dan benar.
“Investasi sektor Minerba pada 2013 sebesar USD 4,3 miliar, termasuk investasi untuk pembangunan smelter USD 346 Juta. Tahun ini, investasi Minerba direncanakan sebesar USD 8,8 miliar, dimana investasi smelter sebesar USD 4,8 miliar. Secara total realisasi dan komitmen investasi pembangunan smelter adalah sebesar USD 17,4 miliar,” terang Saleh Abdurrahman.
Dalam sosialisasi juga dipaparkan peran penting pertambangan dalam pembangunan nasional. Maka dari itu, pertambangan di Indonesia harus ditata dan dikelola dengan baik. Sejak 2011, Kementerian ESDM melalui Direktorat jendeal (Ditjen) Minerba, telah melakukan pendataan dan penataan IUP (Izin Usaha Pertambangan) di seluruh Indonesia.
Berdasarkan data yang ada di Ditjen Minerba, kata Saleh, saat ini telah dievaluasi 10.918 IUP. Dari data tersebut, yang telah mendapatkan status Clear and Clean (C&C) sebanyak 6.042 IUP. Sehingga masih terdapat 4.876 IUP yang bermasalah dan belum C&C.
Dalam kesempatan itu, Kementerian ESDM juga menyerahkan data IUP yang bermasalah dan belum C&C, kepada masing-masing pemerintah daerah. “Penataan IUP merupakan fungsi pembinaan dan pengawasan Pemerintah Pusat sesuai amanat UU Minerba. Langkah ini juga sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945, yaitu untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” tandas Saleh.
(Iksan Tejo / duniaenergi@yahoo.co.id)
Komentar Terbaru