JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih membutuhkan komitmen investasi untuk dapat memenuhi target bauran energi dari energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23%. Hingga semester I tahun 2024, realisasi bauran energi dari EBT mencapai 13,93%, hingga akhir tahun ini ditargetkan 19,5% listrik dari EBT.

Eniya Listiani Dewi, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) mengungkapkan perlunya komitmen investasi dan pembangunan infrastruktur demi mencapai target tersebut.

“Investasi salah satu yang terpenting yang belum tercapai, lalu komitmen untuk menjalankan investasi tersebut, juga infrastruktur yang saat ini kita dorong. Saat ini kita ingin adanya capaian yang lebih jelas lagi,” ujar Eniya disela diskusi dengan awak media di kantornya, Senin (9/9).

Adapun realisasi investasi subsektor EBTKE hingga semester I 2024 adalah US$580 juta atau 46,8% dari target 2024 sebesar US$1,23 miliar. Eniya mengungkapkan masih dibutuhkan US$14,02 miliar yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan 8.224,1 Megawatt (MW).

“Sampai tahun 2025 masih perlu 8.224,1 MW atau 8,2 Gigawatt (GW). Di mana ini investasi yang diperlukan adalah US$14 miliar. Terdiri dari berbagai macam jenis EBT, ada biomasa, biogas, sampah, geothermal, air, hidro, baterai, dan seterusnya. Nah, ini yang diperlukan,” ujar Eniya.

Loyonya investasi di sektor EBT ini disinyalir akibat aturan main Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang justru menyandera pengembangan EBT karena tidak dipungkiri masih ada berbagai komponen pembangkit listrik EBT yang masih harus disediakan dari luar negeri.

Menurut Eniya, investasi akan lebih terakselerasi dengan adanya terobosan melalui pengaturan yang telah diatur melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2024 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri Untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.

Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2024 adalah debottleneck dari isu investasi di subsektor EBT. Isu TKDN menjadi hal krusial yang disebut-sebut menghambat investasi, sehingga kita sudah keluarkan aturan baru terkait TKDN proyek EBT. Dengan adanya aturan itu, investasi mulai berjalan,” ujar Eniya.

Eniya mencontohkan, beberapa proyek EBT yang berlanjut setelah keluarnya aturan TKDN, antara lain proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung yang kini sudah Power Purchase Agreement (PPA), yakni PLTS Terapung Singkarak dan Saguling, serta PLTS Terapung Karangkates yang hingga tahap penandatanganan Letter of Intent (LoI). Selain itu, Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Hululais, Dieng, Dieng 2, dan Patuha 2 juga langsung bergerak setelah terbitnya aturan tersebut.

“Jadi ketentuan impor yang diperbolehkan saat ini tetap mengacu PP 29/2018 yaitu TKDN Komponen yang dirilis Kemenperin dan pada saat kita membahas TKDN Proyek ini konsepnya adalah yang boleh impor sampai dengan 2025 Juni itu hanya PLTS dan PLTS-nya pun harus mempunyai komitmen dengna kami di Kementerian ESDM yang sudah mempunyai PPA sampai 31 desember 2024, jadi sudah berkontrak,” jelas Eniya. (RI)