JAKARTA – Indonesia dinilai masih memiliki potensi minyak dan gas yang sangat besar. Mayoritas cadangan tersebut berada di wilayah timur Indonesia yang sangat minim infrastrukur dan membutuhkan biaya investasi besar.
Rina Rudd, Ketua Komite Eksplorasi dari Indonesian Petroleum Association (IPA), mengatakan diperlukan perubahan yang cukup signifikan untuk dapat memperbaiki iklim investasi di Indonesia mengingat ketatnya persaingan di sektor energi khususnya migas secara global.
“Untuk mengimbangi kebutuhan investasi yang besar tersebut, perlu ada fiscal terms yang sangat menarik,” ujar Ruud pada acara Media Briefing SKK Migas dengan tema “Eksplorasi Migas untuk Ketahanan Energi”, di Jakarta, Kamis (31/10).
Ruud mengungkapkan, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan investor untuk berinvestasi, di antaranya: fiscal term yang menarik, kemudahan berusaha, kepastian hukum, dan peraturan lain yang terkait target Net Zero Emission.
“Investor akan mempertimbangkan hal-hal tersebut apalagi saat ini ada dorongan untuk melakukan transisi energi secara global. Investor harus membagi protofolio-nya dengan energi terbarukan,“ kata dia.
Deputi Eksplorasi Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Benny Lubiantara, menegaskan bahwa kegiatan eksplorasi harus terus dipacu untuk mencapai ketahanan energi. Apalagi, lanjutnya, sejak tahun 2008 Indonesia telah menjadi negara net importir minyak akibat tingginya tingkat konsumsi dibandingkan produksi migas yang ada di Indonesia.
“Padahal potensi migas yang kita miliki jauh lebih besar dibandingkan negara-negara tetangga,” katanya
Lebih lanjut, Benny mengungkapkan, ada beberapa tantangan yang perlu dihadapi untuk memacu eksplorasi dan investasi, di antaranya kemudahan berinvestasi, perbaikan fiscal term, dan kepastian hukum. “Kepastian hukum mutlak diperlukan untuk memperbaiki iklim investasi migas Indonesia, dan menjadi fondasi kuat dari sisi regulasi. Salah satu regulasi paling krusial yang diperlukan yaitu revisi Undang-Undang Migas,” ujar dia.
Meski menghadapi berbagai tantangan, menurut Benny, ada beberapa perbaikan yang sudah dikerjakan pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi dan menggenjot kegiatan eksplorasi. “Dalam 5 tahun terakhir ini SKK Migas telah melakukan kegiatan eksplorasi yang cukup masif. Hasilnya, beberapa cadangan besar telah berhasil ditemukan, seperti Geng North di Kalimantan Timur dan Layaran-1 di Perairan Aceh,” katanya.
Secara invetasi, diungkapkan Benny, tren investasi eksplorasi juga terus meningkat dalam empat tahun terakhir. Pada 2020, investasi eksplorasi berada pada angka US$ 0,5 miliar dan kemudian meningkat menjadi US$ 0,9 miliar pada 2023. Angka tersebut ditargetkan meningkat menjadi US$ 1,8 miliar pada 2024.
Benny menyampaikan, potensi pengembangan industri migas dan peluang penemuan cadangan pada blok baru masih sangat besar seiring dengan penambahan minat para investor pada industri hulu migas. Meski begitu, tak dapat dimungkiri masih terdapat potensi yang belum memberikan hasil yang optimal dari stranded fields dan undeveloped discoveries.
“SKK Migas saat ini tengah melakukan evaluasi untuk mencari solusi agar potensi cadangan yang telah ditemukan dapat segera diproduksi dan memberikan manfaat bagi negara,” kata Benny.
Benny menambahkan, pada Januari 2025 nanti, SKK Migas akan memberikan rekomendasi terkait pengelolaan proyek yang meliputi 4 opsi. Pertama, dikerjakan sendiri dengan kemungkinan pengajuan insentif. Kedua, dikerjakan bersama badan usaha lain. Ketiga, melalui konsorsium. Kemudian terakhir, dikembalikan ke negara.(AT)
Komentar Terbaru