JAKARTA – Tungku smelter di PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), meledak dan menimbulkan kebakaran hebat, Minggu(24/12/2023). Berdasarkan data sementara ledakan menyebabkan 13 meninggal dunia, dan 38 korban luka-luka baik berat maupun ringan.
“Ledakan ataupun kebakaran smelter kerap berulang terjadi di Indonesia. Hal tersebut merefleksikan lemahnya pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Industri yang beresiko tinggi ini. Insiden smelter PT ITSS mencatat korban tertinggi saat ini, dan kejadian ini adalah puncak dari kelalaian mengantisipasi berbagai gejala awal (symptom) ataupun insiden-insiden yang pernah ada,” kata Andi Erwin Syarif, Praktisi Tambang & Industri Pemerhati K3, Selasa (26/12).
Menurut Andi Erwin, fatality accident perlu di lakukan audit menyeluruh secara berjenjang mulai impelementasi prosedur K3 pada level operasional, sistim managemen K3 perusahaan dan pengelolah Kawasan IMIP, hingga level kebijakan oleh pemerintah Regulatory Safety Audit.
“Dengan kejadian ini, tentu banyak pertanyaan yang harus di ungkapkan, seperti impelementasi job safety analysis (JSA), evacuation drill dengan
jalur-jalur evaluasi, demarkasi, atau muster point-nya, hierarchical safety control (HSC) utamanya pekerjaan yang beresiko tinggi, penerapan safety integrity level (SIL) dalam mengukur keandalan perangkat teknologi berikut sistim kerjanya, ataupun model layer of protection analysis (LOPA), dengan pertanyaan mendasarnya bagaimana lapisan perlindungan yang diperlukan?, dan berapa banyak pengurangan risiko yang harus disediakan agar pekerja yang kondisi aman,” kata Andi Erwin.
Di sisi lain, kata Andi Erwin, perlu dipertanyakan pula kompetensi K3 karyawan, apakah dilakukan pelatihan yang sistematis dari perusahaan atau pengelola kawasan, begitu juga aspek beban kerja serta tekanan untuk memenuhi tenggat waktu yang ketat. “Bagaimana regulasi pemerintah saat ini, apakah masih compatible dengan pengelolaan K3 di industri smelter ini, termasuk pembinaan dan pengawasan, dan banyak hal-hal logik yang dapat kita pertanyakan, check-list akan panjang,” ujar Andi Erwin.
Kawasan IMIP terdaftar sebagai Proyek Strategi Nasional (PSN), tentunya diharapkan standar pengelolaan K3 yang tinggi, dan tercipta budaya safety.
Andi Erwin menekankan jangan sampai pertimbangan peningkatan produktifitas berbarengan dengan pengurangan biaya, sehingga mengabaikan pentingnya K3 dalam menjalan Industri yang beresiko tinggi ini.
Ia mengacu fenomena gunung es yang mengemukakan bahwa kerugian yang tidak terlihat akibat kecelakaan kerja jauh lebih besar dibandingkan dengan kerugian yang tampak secara langsung. Meskipun kerugian yang terlihat bisa dihitung dalam bentuk material, kerugian yang tersembunyi atau dampaknya tidak berwujud material sulit diukur. Pada titik ini, kerugian yang paling besar ialah korban dan keluarga korban.
Oleh karenanya, kata Andi Erwin, Pemerintah dan Perusahaan wajib memperhatikan keberlanjutan hidup pekerja, tidak sekedar kompensasi atau santunan “one time deal” sekali saja. Perlu memastikan masa depan pekerja, utamanya ketersediaan mata pengcaharian lainnya, dan keberlanjutan pendidikan anak-anak korban.
“Ini adalah fatality accident berulang, maka sangat di perlukan audit menyeluruh dan berjenjang dari level operasional, level management dan level kebijakan. Setiap jenjang pasti saling berkaitan, serta berkontribusi satu sama lain dalam fatality accident ini. Hasilnya patut di sampaikan ke publik selebar-lebarnya sebagai bagian transparansi, akutanbilitas, edukasi dan perbaikan berkelanjutan. Pada gilirannya, sangat di-perlukan semua smelter nickel dilakukan evaluasi ataupun audit secara komprehensif, cepat, dan akurat untuk memastikan tingkat dan resiko
keamanannya. Kita semua berharap investasi yang masuk ke Indonesia memiliki trust pada semua level terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),” kata Andi Erwin.(RA)
Komentar Terbaru