SANGASANGA – Inovasi Destilasi Asap Sekam Bakar (DAMKAR) yang dikembangkan Kelompok Tani Setaria, berperan besar dalam reduksi emisi gas rumah kaca. Menurut hasil kajian dari LPMM Care IPB pada 2020, program tersebut berhasil mengurangi emisi CO2 sebanyak 7,76 ton CO2eq per tahun.
Kelompok Tani Seteria merupakan mitra binaan dari Subholding Upstream Pertamina (SHU) Regional 3 Zona 9 Sangasanga Field. “Dahulu sekam menjadi masalah lingkungan karena 100% dibakar. Asanya sangat pekat. Saat ini dengan inovasi yang dikembangkan Kelompok Tani Setara, sekam tersebut memberikan manfaat bagi lingkungan maupun perekonomian masyarakat.”, Senior Manager Sangasanga Field Gondo Irawan, di Sangasanga Sabtu (4/12).
Sutrimo, Ketua Kelompok Tani Setaria, menuturkan Pertamina telah membantu para petani untuk menyediakan alat destilasi asap sekam. Alat tersebut memiliki kapasitas sebanyak sembilan karung sekam dengan berat total 405 kilogram. Sekam tersebut dibakar selama dua hari hingga menghasilkan dua produk unggulan yakni sekam bakar sebanyak 135 kg dan asap cair sebanyak 15 kg. Sekam bakar menjadi campuran pupuk organik sehingga menghasilkan 540 kemasan sebesar 8 kilogram.
Sementara asap cair menjadi campuran pupuk cair organik yang kemudian dikemas menjadi 750 jerigen yang masing-masing bervolume 5 liter.
Pupuk organik tersebut selain untuk kepentingan kelompok juga dijual ke konsumen. Satu kantong pupuk organik dijual seharga Rp15 ribu. Sementara pupuk cair dalam jerigen kecil 2 kg dihargai Rp7 ribu. Pupuk yang dikonsumsi kelompok dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian terpadu. Sutrimo dan 16 orang anggota kelompoknya menggembangkan Tani Terpadu Sistem Inovasi Sosial Kelompok Setaria (Tante Siska). “Saya mencoba untuk terus melakukan transfer pengetahuan ini kepada kelompok tani lain. Saat ini ada sekitar enam kelompok tani. Sebanyak 50 persen dari sekam yang ada di sini diolah di Setaria, sisanya oleh kelompok tani lain,” tutur Sutrimo.
Program Tante Siska terus berkembang. Pendapatan kelompok tani ini pada 2021 mencapai Rp380 juta, meningkat dari pendapatan 2019 yang hanya Rp180 juta.
Sutrisno menuturkan dia akan terus melakukan inovasi seperti mengembangkan sereh wangi dan tanaman pangan lain. Sereh wangi diolah menjadi handsanitiser dan minyak aromaterapi. “Sebenarnya manfaat sereh wangi banyak. Bisa juga dijadikan sebagai obat untuk luka bakar atau dijadikan sabun. Ini pelan-pelan akan dikembangkan. Biar nanti anak-anak muda di Divisi Pengembangan yang berkreasi,” katanya. Ia sudah mengkader anak-anak muda setempat untuk menjadi local hero penerus seperti M Hasan.
Produk-produk pertanian yang dikembangkan Kelompok Tani Setaria harus merupakan produk organik. “Pertanian di sekitar harus organik dan kurangi emisi, dan ini sesuai visi Presiden Jokowi di G20 kemarin. Dan kami punya cita-cita Pak Jokowi dapat ke sini lihat pertanian kami dan beli sapi di kelompok tani kami,” harap Sutrimo.(LH)
Komentar Terbaru