JAKARTA – Penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang ramah lingkungan di Indonesia hanya tinggal masalah waktu. Implementasinya menunggu kesiapan BBM yang kini sedang dikaji kualitasnya.
Mustafid Gunawan, Pelaksana Tugas Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan sejumlah langkah telah dilakukan untuk meningkatkan pemanfaatan BBM ramah lingkungan yang berdampak besar mengurangi emisi gas rumah kaca serta mendukung kesehatan masyarakat tersebut.
Progress komitmen pemerintah mewujudkan BBM ramah lingkungan, antara lain melalui kilang Pertamina di Plaju dan Cilacap yang sedang dalam tahap penelitian untuk memproduksi green gasoline yaitu bensin yang dihasilkan dari campuran crude oil dan minyak kelapa sawit (85:15) sebagai bahan bakunya.
“Selain itu, Pertamina juga sedang melakukan uji coba membuat Green Diesel dari 100% tanpa fossil fuel,” kata Mustafid, Selasa (15/12).
BBM tersebut lanjut Mustafid menggunakan bahan baku kelapa sawit dengan spesifikasi setara solar yang bersumber dari fosil, bahkan dengan kualitas yang lebih baik yakni cetane number yang lebih tinggi dan sulfur yang jauh lebih rendah.
“”Inovasi ini menggunakan katalis merah putih, yaitu katalis inovasi para ahli katalis Indonesia yang diproduksi sendiri di Indonesia. Kilang Plaju ditargetkan beroperasi pada tahun 2025 dan Dumai pada tahun 2026,” ungkap dia.
Selanjutnya, ada orogram mandatori pencampuran 30% biodiesel (FAME) ke BBM solar yang telah dimulai sejak Januari 2020.
“Program ini merupakan kelanjutan dari Program B20 yang telah diterapkan sebelumnya dalam rangka menghemat devisa negara, memberdayakan para petani kelapa sawit dalam negeri dan mengurangi penggunaan BBM jenis solar yang berasal dari fosil,” kata Mustafid.
Progress lainnya adalah potensi penggunaan B40 pada tahun 2021 sesuai arahan dari Presiden Joko Widodo. Saat ini masih dalam tahap penelitian dan kajian baik dari aspek teknis, lingkungan dan keekonomian.
Terakhir adalah program pencampuran bioethanol sebesar 2% ke BBM jenis bensin dalam rangka peningkatan penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT). Namun saat ini masih ada beberapa kendala tertutama dari aspek keekonomian.
Selanjutnya dalam rangka mendukung implementasi BBM ramah lingkungan, untuk solar CN 51, Kementerian ESDM telah menerbitkan SK Dirjen Migas No. 0234.K Tahun 2019 di mana untuk kandungan sulfur CN 51 telah sesuai dengan ketentuan Permen LHK No. 20 Tahun 2017 yakni kandungan sulfur maksimal 50 ppm pada April 2021. Sedangkan untuk CN 48, rencananya akan diterbitkan SK Dirjen untuk menurunkan batasan kandungan maksimal sulfur dari 2500 menjadi 2000 ppm pada tahun 2021 dan dari 2000 menjadi 500 ppm pada 2024 dan 500 ppm menjadi 50 ppm pada 2026.
Mustafid mengingatkan, kebijakan mengenai BBM bukan hanya urusan Kementerian ESDM semata, melainkan keputusan bersama. Hingga saat ini, RON dengan nilai oktan rendah memang masih beredar di masyarakat, ini tentunya dengan berbagai pertimbangan.
“Kami sangat mengapresiasi dan mengajak masyarakat yang berkemampuan untuk beralih menggunakan BBM yang lebih ramah lingkungan di kendaraannya,” kata Mustafid.(RI)
Komentar Terbaru