JAKARTA – Pemerintah akan menerapkan empat skema harga beli listrik pembangkit listrik yang memanfaatkan energi terbarukan oleh PT PLN (Persero). Selain itu, harga listrik energi terbarukan juga mempertimbangkan lokasi dari pembangkit.
Berdasarkan dokumen rancangan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur harga listrik energi terbarukan yang diterima Dunia Energi, ada empat skema harga listrik energi terbarukan yang akan diterapkan yakni harga Feed in Tariff, penawaran terendah, patokan tertinggi, atau kesepakatan.
Surya Darma, Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), mengatakan rancangan Perpres harga listrik energi terbarukan tersebut sesuai dengan pembahasan pemerintah dengan pengembang. Bahkan Surya optimistis harga listrik energi terbarukan bakal menarik bagi investor jika tidak ada perubahan rancangan.
Salah satu kendala proyek energi terbarukan adalah tidak menariknya investasi di Indonesia mengingat proyek ini butuh biaya besar di awal. “Karena itu, sebagian besar pengusaha sudah menanti terbitnya payung hukum yang memberikan kepastian usaha,” kata Surya, Selasa (7/7).
Harga Feed in Tariff diberlakukan untuk PLTA, PLTS, PLTB, dan ekspansi PLTS dan PLTB berkapasitas maksimal 20 megawatt (MW), serta PLTBm dan PLTB, termasuk proyek ekspansi maupun sisa produksi listrik (excess power) dengan kapasitas maksimal 10 MW.
Untuk harga penawaran diterapkan untuk PLTS dan PLTB berkapasitas lebih dari 20 MW, serta PLTBm dan PLTBg lebih dari 10 MW. Khusus harga patokan tertinggi hanya berlaku untuk PLTP. Sementara harga kesepakatan diterapkan untuk PLTA, PTLS, dan PLTB berkapasitas lebih dari 20 MW, PLTA peaker maupun proyek ekspansi dan penjualan excess power untuk semua kapasitas terkontrak, proyek ekspansi dan excess power PLTBm dan PLTBg berkapasitas lebih dari 10 MW, serta pembangkit listrik bahan bakar nabati (BBN) dan energi laut.
Untuk harga listrik energi terbarukan yang mempertimbangkan faktor lokasi pembangkit listrik yang menjadi faktor pengkali (F) dimana faktor lokasi ini terbagi dalam sembilan kelompok dengan besaran 1 sampai dengan 2. Besaran faktor lokasi ini semakin besar untuk daerah Indonesia bagian timur dan pulau-pulau kecil.
Lampiran Perpres juga menetapkan besaran harga pembelian listrik energi terbarukan berdasarkan kapasitas. Harga listrik energi terbarukan juga ditetapkan lebih tinggi di masa awal pembangkit listrik beroperasi, yakni di kisaran 12-15 tahun pertama. Selanjutnya, harga listrik dipatok lebih rendah hingga kontrak berakhir di tahun ke-30.
Sesuai lampiran, harga listrik per kilowatt hour (kWh) untuk PLTA yang memanfaatkan aliran atau terjunan air ditetapkan di kisaran US$ 5,8 sen dikali F untuk kapasitas lebih dari 100 MW hingga tertinggi di US$ 9,36 sen dikali F untuk kapasitas 3-5 MW. Berikutnya untuk PLTA yang memanfaatkan bendungan atau fasilitas lain milik Kementerian PUPR, harga listriknya US$ 5,8 sen x 0,9 x F untuk kapasitas lebih dari 100 MW dan US$ 10,55 sen x 0,9 x F untuk kapasitas di bawah 1 MW.
Untuk PLTS, harga listrik ditetapkan dari kisaran US$ 6,5 sen x F untuk kapasitas lebih dari 20 MW hingga US$ 10,8 sen x F untuk kapasitas maksimal 1 MW. Harga listrik PLTB yakni dari kisaran US$ 10 sen x F untuk kapasitas di atas 20 MW hingga US$ 13,18 sen x F untuk kapasitas di bawah 10 MW. Khusus PLTS dan PLTB, harga tersebut belum termasuk fasilitas baterei.
Berikutanya, harga listrik PLTBm ditetapkan dari kisaran US$ 10,24 sen x F untuk kapasitas lebih dari 10 MW hingga US$ 12,93 sen x F untuk kapasitas maksimal 1 MW. Harga listrik PLTBg ditetapkan dari kisaran US$ 7,66 sen x F untuk kapasitas di atas 10 MW hingga US$ 9,96 sen untuk kapasitas sampai dengan 1 MW.
Terakhir untuk PLTP, harga listriknya ditetapkan sebesar US$ 4,56 sen per kWh untuk kapasitas di atas 100 MW, US$ 5,57 sen untuk kapasitas 50-100 MW, US$ 6,26 sen untuk kapasitas 10-50 MW, dan paling tinggi US$ 6,8 sen per kWh untuk kapasitas hingga 10 MW. Namun, khusus panas bumi, pemerintah dapat melakukan eksplorasi atau memberikan kompensasi biaya eksplorasi dan pengembangan infrastruktur kepada pengembang.(RI)
Komentar Terbaru