JAKARTA – PT PLN (Persero) menyatakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara yang termasuk dalam proyek 35 ribu megawatt (MW) tetap akan dilanjutkan ditengah dorongan mencapai emisi bebas karbon atau Net Zero Emissions pada 2060. Sebagai gantinya nanti PLN akan mengembangkan berbagai teknologi untuk menekan emisi yang dihasilkan oleh PLTU.
Edwin Nugraha Putra, Executive Vice President Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan PLN, mengungkapkan komitmen pembangunan PLTU yang sudah mendapatkan kepastian pendanaan akan berjalan beriringan dengan komitmen manajemen dalam menurunkan emisi gas buang. PLTU kata dia masih tetap dibutuhkan karena sejauh ini masih menjadi penghasil energi atau listrik termurah.
Salah satu teknologi penurunan emisi yakni Carbon Capture Utilization Storage (CCUS). PLN tidak bisa serta merta untuk mengembangkan dan mengeksekusi CCUS. Salah satu alasan utamanya adalah tingginya biaya yang dibutuhkan. Namun demikian manajemen tetap memasukan CCUS sebagai salah satu solusi utama untuk menurunkan emisi. Hanya saja nantinya teknologi yang digadang bisa menangkap emisi dan diolah kembali baru akan dikembangkan apabila PLTU terdepresiasi.
“Harganya (CCUS) masih mahal, hampir sama seperti membeli PLTU baru sekitar US$6 sen juga per kwh dampaknya. Sehingga PLN berencana pemakaian CCUS setelah pembangkit PLTU ke fully depresiated. Artinya komponen A-nya kalau dia ada PPA dari IPP sudah lunas. sehingga ketika beli CCUS maka harga akan kembali normal seperti dulu, tidak ada tambahan dua kali lipat,” kata Edwin disela diskusi DETalk Outlook 2022 bertajuk Masa Depan industri Batu bara Menuju Transisi Energi, Selasa (14/12).
Menurut Edwin, tingginya biaya CCUS menjadi tantangan bagi PLN. Namun demikian mau tidak mau CCUS memang menjadi sebuah keniscayaan jika mau terus menggunakan batu bara sebagai bahan baku utama untuk menghasilkan listrik. “Kalau kita lihat emisi di PLN, total di 2030 sebesar 330 juta ton emisi. itu yang dikeluarkan batu bara ada hampir 300 juta ton dari 330 juta ton. bayangin. dan 30an juta tonnya adalah dihasilkan gas,” ungkap Edwin.
Sambil menunggu CCUS mencapai nilai keekonomian yang sesuai untuk bisa diterapkan PLN kata Edwin berharap kepada para produsen listrik bisa menggunakan teknologi termutakhir untuk menekan emisi serta efisien dalam penggunaan batu bara. Selain itu juga PLTU yang ada bisa memanfaatkan co-firing yang juga mulai digencarkan implementasinya.
“Mudah-mudahanan ada solusi dari pihak swasta dalam membangun PLTU yang efisien untuk bahan bakar lainnya. tentunya juga co-firing bisa diihidupkan industrinya di Indonesia,” kata Edwin.
Pada kesempatan yang sama, Sujatmiko, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu Bara Kementerian ESDM, mengatakan berdasarkan proyeksi global permintaan batu bara akan terus menurun ke depan. Apalagi pendanaan global sudah mulai mensyaratkan green product dan batu bara menjadi tantangan bagi pendanaan green global. Disisi lain, Indonesia masih mempunyai sumber daya cadangan batu bara yang signifikan. Batu bara juga masih menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
“Transisi energi bagaimana menyambungkan fakta dengan tren global ke depan. Saat ini kami sedang susun beberapa kebijakan yang akan menjadi koridor atau langkah menuju transisi energi,” kata Sujatmiko.(RI)
Komentar Terbaru