JAKARTA – Pemerintah dinilai sudah memberikan banyak insentif untuk mengurangi uncertainty dalam pengembangan panas bumi. Apalagi pengembangan panas bumi membutuhkan biaya besar, sehingga butuh keseriusan dan komitmen dari pengembang.
Hal ini diungkapkan Riki F,Ibrahim, Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (Persero) saat menjadi pembicara dalam DETalk bertajuk “Masa Depan Industri Panas Bumi di Tengah Glorifikasi Pengembangan EBT” yang digelar secara virtual, Rabu (6/10).
“Kalau serius mari kembangkan panas bumi dan cari pengembang yang punya komitmen bersama. Apalagi pemerintah sudah mengeluarkan regulasi yang cukup baik,” kata Riki.
Menurut Riki, ada lima prinsip sebagai dasar pengembangan panas bumi di Indonesia. Hal ini penting mengingat pengembangan panas bumi itu membutuhkan biaya diawal yang besar. Tanpa memiliki lima prinsip dasar bagi Geo Dipa, maka percepatan pembangunan PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) akan tidak eksponensial pertumbuhannya. “Karena sudah pasti untuk mendapatkan pendanaan yang besar tersebut akan mengalami kesulitan,” kata dia.
Riki mengatakan lima prinsip dasar tersebut sebetulnya bukan prinsip baru namun sayangnya belum banyak disadari oleh pemangku kepentingan. Kelima prinsip dasar yang diterapkan pertama karakter yang menunjukan secara umum kejujuran, kepribadian, dan kredibilitas dari peminjam. Kedua, kapasitas yang menunjukkan kemampuan peminjam untuk membayar kembali pinjaman berdasarkan arus kas yang tersedia. Ketiga, modal yang menunjukkan tingkat komitmen dari peminjam. Keempat, kondisi kesehatan ekonomi secara keseluruhan dan spesifikasi pinjaman. Analisis pasar tren terkait industri panbum
“Kelima, jaminan aset berharga yang dijanjikan peminjam untuk mengamankan kepentingan pemberi pinjaman dalam saldo pinjaman,” kata Riki.
Selain Riki, hadir dalam diskusi virtual yang digelar Dunia-Energi itu, Ahmad Subarkah Yuniarto, Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy; Eka Satria Djalins, Direktur Utama PT Medco Power Indonesia dan Priyandaru Effendi, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia.
Ahmad Yuniarto, mengatakan tantangan pengembangan panas bumi adalah inovasi ke depan berupa beyond direct geothermal energy. Panas bumi bisa digunakan untuk katalis dekarbonisasi dan mencapai net zero emission pada 2060. “Kami yakin panas bumi bisa jadi game changer dalam transisi energi dan upaya percepatan transisi energi,” kata dia.
Sementara itu, Eka Satria, potensi panas bumi yang dimiliki di Indonesia bisa terus dikembangkan dan dioptimalkan dengan menyelesaikan tiga isu utama, yakni kebijakan, teknologi dan beyond electricity. Dengan terjawab ketiga isu tersebut, panas bumi diharapkan bisa menjadi backbone energy ke depannya.
Menurut Eka, potensi panas bumi di Indonesia sangat besar, namun realisasinya berupa Wilayah Kerja Panas Bumi yang sudah berproduksi masih sedikit. Untuk itu, semua stakeholder harus terlibat untuk menjawab dan menyelesaikan isu-isu yang ada dalam pengembangan panas bumi di Indonesia.
Eka mengatakan ada tiga hal yang harus didiskusikan. Pertama, kebijakan yang akan mendorong pertumbuhan perkembangan energi. Selain itu, pengembang panas bumi harus memastikan teknologi yang dipraktekkan tepat guna, efisien, dan bisa menghasilkan energi yang efisien. “Ketiga, kita harus melihat geothermal tidak hanya dari sisi produksi, namun juga beyond electricity,” kata dia.
Prijandaru mengatakan harus ada percepatan pengembangan panas bumi. Bagi API net zero emission akan bisa tercapai, dan panas bumi bisa berkontribusi besar apabila ada extraordiary effort. “Kapasitas saat ini 2.175 MW, tahun ini ada tambahan 95 MW. Akhir tahun ini semoga ada tambahan dari PLTP Rantau Dedap Supreme Energy,” kata dia.(RA)
Komentar Terbaru