JAKARTA – Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato kenegaraan HUT ke-78 RI yang sekaligus sebagai pengantar RUU APBN 2024 dan Nota Keuangan 2024 menyebutkan bahwa APBN 2024 diarahkan untuk mempercepat transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dalam pidatonya, Presiden menyebutkan potensi krisis akibat perubahan iklim. Untuk itu, transformasi sektor ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan menjadi krusial. Presiden menekankan transisi ke penggunaan energi hijau perlu dilaksanakan secara progresif, bamun tetap adil dan terjangkau.
Institute for Essential Services Reform (IESR) mengapresiasi arah APBN 2024 dan mendorong agar pemerintah melakukan akselerasi dalam pembangunan ekonomi hijau serta pemanfaatan energi terbarukan sehingga Indonesia dapat mengurangi porsi energi fosil secara bertahap, sekaligus menurunkan emisi gas rumah kaca, yang menjadi sebab pendidihan global (global boiling) dan perubahan iklim.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR menyatakan presiden harus memerintahkan jajarannya untuk meningkatkan bauran energi terbarukan di 2024 demi mengejar target 23 % bauran energi terbarukan di 2025. Untuk itu dalam 2,5 tahun mendatang harus dapat dibangun 11 GW pembangkit energi terbarukan. Dalam kondisi sistem kelistrikan PLN masih mengalami overcapacity, penetrasi energi terbarukan yang progresif memerlukan pengakhiran operasi PLTU yang sudah berusia tua dan tidak efisien. Oleh karenanya, APBN 2024 juga harus diarahkan untuk mendukung akselerasi pemanfaatan energi terbarukan di luar Jawa-Bali, mereformasi kebijakan dan regulasi yang menghambat akselerasi energi terbarukan, mempersiapkan pensiun dini PLTU, dan menyiapkan proyek-proyek energi terbarukan skala besar untuk ditawarkan kepada investor.
Indonesia dinilai perlu mengambil langkah yang lebih agresif untuk menghindari krisis iklim dengan menunjukkan komitmen politik yang lebih kuat untuk mengurangi penggunaan batubara dan menegaskan pengakhiran operasi PLTU pada 2050.
Menurut Fabby, di tengah perayaan kemerdekaan RI, Ibu Kota Negara, Jakarta, justru diliputi polusi udara yang parah. IESR mencatat salah satu sumber polusi berasal dari pembakaran batubara di pembangkitan listrik dan industri yang berada di sekitar Jabodetabek.
“Tahun lalu pemerintah dan IPG telah menyepakati Just Energy Transition Partnership (JETP). Kesepakatan ini merupakan kesempatan Indonesia untuk mengakselerasi transisi peningkatan energi hijau sebelum 2030 yang adil dan terjangkau. Untuk itu, APBN 2024 juga harus dialokasikan untuk mendukung implementasi Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP),” kata Fabby.
Seiring dengan penyiapan Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) JETP yang masih akan berlangsung hingga Oktober, Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi IESR mengatakan bahwa melalui proses JETP, harusnya sudah ada identifikasi perubahan kebijakan untuk mengakselerasi transisi energi. Ia menekankan penting agar arah perubahan kebijakan terfokus pada strategi tertentu agar ada integrasi implementasi antar berbagai kementerian dan lembaga.
“Harus ada prioritas dalam arah kebijakan, misalnya pengakhiran subsidi energi fossil, khususnya kebijakan harga DMO batubara, pembangunan PLTS secara masif dan pengembangan industri manufaktur surya. Penentuan strategi utama penting agar eksekusi lancar dilakukan dalam 3-5 tahun mendatang atau bahkan lebih cepat lagi dengan dukungan implementasi dari berbagai kementerian dan lembaga. Implementasi strategi terintegrasi ini yang dapat dukung capai visi Indonesia Emas 2045,” ujar Deon.
IESR berharap agar penyusunan belanja APBN juga memasukan upaya untuk mengurangi subsidi energi fosil dan mengantisipasi dampak transisi energi pada masyarakat. Anggaran dari penurunan energi fosil dapat dipakai untuk mengembangkan energi terbarukan, penghentian operasi dini PLTU, dan program terstruktur mengantisipasi dampak transisi energi bagi masyarakat, pekerja dan daerah penghasil batubara.(RA)
Komentar Terbaru