JAKARTA- Sektor energi Indonesia mampu mencapai nol emisi karbon pada 2050. Dekarbonisasi sistem energi Indonesia dapat membawa dampak signifikan bagi kawasan dan menginspirasi negara lain untuk mempercepat transisi energi.
Demikian salah satu bagian dari laporan Institute for Essential Services Reform (IESR), lembaga pemikir bagi masyarakat sipil, berjudul “Deep decarbonization of Indonesia’s energy system: A pathway to zero emissions by 2050”.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, mengatakan laporan itu adalah kajian komprehensif pertama di Indonesia yang menggambarkan peta jalan mencapai emisi nol karbon dalam sistem energi nasional. “Komitmen politik dan kepemimpinan yang kuat dari Presiden Jokowi akan sangat diperlukan untuk mewujudkan hal ini,” katanya dalam keterangan, Senin (31/5).
Menurut Fabby, pertama dan krusial dari upaya dekarbonisasi adalah dengan mencapai puncak emisi paling lambat pada 2030. Dukungan kebijakan yang kuat akan membuat pembangkit energi terbarukan dapat dikembangkan dengan masif disertai dengan penurunan kapasitas pembangkit listrik fosil.
Laporan tersebut menggunakan model transisi sistem energi yang dikembangkan oleh Lappeenranta University of Technology (LUT), sehingga memperlihatkan bahwa Indonesia mampu menggunakan 100 persen energi terbarukan di sektor kelistrikan, industri, dan transportasi.
“Model itu didesain menggunakan resolusi hitungan waktu per jam dan terdiri dari wilayah-wilayah yang saling terhubung sehingga sangat relevan untuk model transisi energi di Indonesia serta memastikan pasokan energi yang stabil di segala jam dan wilayah,” kata Professor Ekonomi Surya Lappeenranta University of Technology Christian Breyer.
Satu dekade mendatang akan menjadi penentu bagi upaya dekarbonisasi di Indonesia. Untuk mulai menurunkan emisi gas rumah kaca, Indonesia perlu memasang sekitar 140 gigawatt energi terbarukan dengan komposisi 80 persen pembangkit listrik tenaga surya pada 2030.
Selain itu, penjualan mobil listrik dan sepeda motor perlu ditingkatkan masing-masing menjadi 2,9 juta dan 94,5 juta pada 2030. Suatu peningkatan yang sungguh dramatis bila dibandingkan dengan tingkat penjualan kendaraan listrik yang masih minim saat ini.
Di sektor industri, pemenuhan kebutuhan panas industri menggunakan listrik perlu menjadi pilihan utama, diikuti oleh energi biomassa. Hal terpenting lainnya, PT PLN (Persero), badan usaha milik negara di sektor ketenagalistrikan, perlu menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara pada 2025. (RA)
Komentar Terbaru