JAKARTA – Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) bekerja sama dengan Department of Climate Change, Energy, The Environment Water (DCCEEW) Australia mengkaji potensi kerja sama dalam pengembangan CCS/CCUS.
Acara ini merupakan tindak lanjut penandatanganan Letter of Intent (LOI) antara Kementerian ESDM dengan dengan Department of Climate Change, Energy, The Environment Water (DCCEEW) Australia tentang The Establishment of Energy Dialogue pada 1 September 2022, di mana kedua negara telah menyusun program kerja sama energi dalam beberapa workstream. Antara lain, CCUS workstream dan energy and infrastructure resources workstream dengan lingkup kegiatan sharing knowledge, network and policy workshop, termasuk kegiatan site visit.
Mustafid Gunawan Direktur Pembinaan Program Migas, menjelaskan kolaborasi ini akan menjadi dasar hubungan kerjasama antara Indonesia – Australia serta mendorong dan mempromosikan kerjasama bilateral di bidang energi bersih dan terbarukan di Indonesia. Salah satunya dari sektor energi melalui pengembangan dan pemanfaatan CCS/ CCUS.
“Pemerintah Indonesia menyadari bahwa pengembangan CCS/CCUS membutuhkan kolaborasi dari seluruh pihak terkait dan pemangku kepentingan, termasuk dari sisi teknik, keselamatan, keekonomian dan penyusunan regulasi,” kata Mustafid (17/3).
Dia mengatakan bahwa kolaborasi dengan Australia ditujukan untuk berbagi informasi tentang kebijakan dan tantangan untuk menerapkan CCS/CCUS. Indonesia juga ingin mengetahui mekanisme regulasi baik perizinan maupun teknik implementasi CCA/CCUS di Australia.
“Melalui workshop ini, saya berharap Pemerintah Indonesia mendapatkan informasi mengenai perkembangan teknologi serta pengalaman teknis terkait CCS/CCUS yang dilakukan di Australia, sebagai masukan masukan dan wawasan baru tentang bagaimana mengelola kebijakan untuk mendukung pengembangan CCS/CCUS di Indonesia,” ungkap Mustafid.
Juniarto Matasak Palilu, Subkoordinator Keteknikan Migas menyampaikan materi “Indonesia’s CCUS Policy Overview and Challenges on Australia-Indonesia Energy Dialogue”. Dia memaparkan, Indonesia memiliki beberapa lapangan migas dengan kandungan CO2 yang tinggi, diantaranya Natuna Timur. Lapangan gas ini memiliki kandungan CO2 yang tinggi di reservoir, sehingga CCS/CCUS akan menjadi enabler untuk meningkatkan produksi melalui CO2-EOR atau EGR.
Saat ini, terdapat 16 proyek CCS/CCUS di mana semuanya masih dalam tahap studi atau persiapan, namun sebagian besar proyek tersebut ditargetkan onstream sebelum tahun 2030. Tangguh CCUS di Papua Barat adalah proyek unggulan yang telah mendapat persetujuan POD.
“Kami juga memiliki pilot test huff and puff CO2 injection yang sedang berlangsung di Lapangan Jatibarang oleh Pertamina, yang telah dimulai sejak Oktober tahun lalu, dengan hasil yang sangat baik dalam meningkatkan produksi minyak,” kata Juniarto.
Dalam mengembangkan CCS/CCUS di Indonesia, Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM yang didukung oleh banyak pemangku kepentingan, telah merumuskan peraturan menteri tentang implementasi CCS/CCUS di hulu migas dan telah ditandatangani Menteri ESDM pada Maret ini.
Mengingat Indonesia masih dalam tahap awal pengembangan CCS/CCUS, Pemerintah akan fokus untuk mendukung pengembangan CCS atau CCUS melalui CO2-EOR atau EGR di wilayah kerja migas, aspek teknis akan didasarkan pada regulasi, standar dan praktik rekayasa yang baik. (RI)
Komentar Terbaru