JAKARTA – Pemerintah memberikan waktu hingga Oktober 2019 kepada PT Vale Indonesia Tbk (INCO) untuk kembali menawarkan sahamnya dalam proses divestasi. Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, manajemen Vale telah mengirimkan surat resmi kepada Kementerian ESDM sebagai pemberitahuan kesediaan divestasi pada tahun ini. Namun dalam surat tersebut belum disertai dengan mekanisme divestasi. Untuk itu, pemerintah akan memberikan surat jawaban sebagai arahan kepada Vale dalam mendivestasikan sahamnya.
“Baru kirim surat mau divestasi. Nanti jawabnya,” kata Bambang ditemui di Kementerian ESDM, Rabu (6/2).
Menurut Bambang, saat ini manajemen Vale tengah melakukan perhitungan nilai saham yang akan didivestasi. Setelah pemerintah menjawab surat Vale, selanjutnya manajemen kembali akan mengirimkan penawaran divestasi berikut dengan nilai saham. Baru saat itu, pemerintah akan menentukan sikap apakah berminat untuk membeli saham Vale atau tidak. “Nanti tergantung jawaban saya, kan baru jatuh tempo penawaran Oktober dan nilainya nanti,” ungkap Bambang.
Sesuai dengan mekanisme yang berlaku sebenarnya pihak Vale bisa saja melakukan divestasi melalui aksi korporasi, namun sampai sekarang belum dilakukan. Karena itu apabila menunggu sampai Oktober maka Vale berkewajiban menawarkan divestasi saham kepada pemerintah. Nantinya evaluasi nilai saham yang akan didivestasi akan dilakukan bersama dengan pemerintah, dan tentunya proses panjang akan dilalui.
Tenggat waktu divestasi harus dilakukan paling lambat pada 14 Oktober 2019 atau lima tahun setelah terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 sebagai perubahan ketiga PP No. 23 Tahun 2010.
Vale Indonesia menjadi perusahaan pertama yang mengamendemen kontraknya pada 17 Oktober 2014. Amendemen tersebut meliputi pengurangan wilayah kontrak, kenaikan royalti, perpanjangan operasi dalam bentuk izin, serta divestasi.
Vale Indonesia sebelumnya hanya wajib mendivestasikan sahamnya sebanyak 40% sesuai PP Nomor 77 Tahun 2014. Dalam peraturan tersebut, perusahaan yang membangun smelter hanya wajib mendivestasikan sahamnya hingga 40%. Namun setelah revisi keempat, PP No. 1 Tahun 2017 yang baru menyebutkan bahwa seluruh perusahaan penanaman modal asing (PMA) wajib mendivestasikan sahamnya hingga 51% setelah lima tahun berproduksi. Namun, Vale Indonesia menyatakan kewajibannya tetap 40% sesuai kontrak yang telah diamendemen.
Saat ini, sebanyak 20,49% saham Vale Indonesia dikuasai publik yang menguasai kurang dari 5% saham melalui Bursa Efek Indonesia. Vale Canada Limited tercatat menguasai 58,73% saham dan Sumitomo Metal Mining Co.Ltd menguasai 20,09%. Sisanya, Vale Japan Limited menguasai 0,54% dan Sumitomo Corporation menguasai 0,14% saham.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebenarnya sudah menunjukkan minatnya untuk kembali terlibat dalam proses divestasi sama seperti pada proses divestasi PT Freeport Indonesia.
Fajar Harry Sampurno, Deputi Bidang Pertambangan Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, mengatakan sampai saat ini memang belum ada penugasan secara langsung untuk membeli saham Vale. Namun BUMN melalui PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum menegaskan minat untuk membeli saham Vale.
“Kami sih berminat, tapi belum ada penugasan. Inalum juga katanya berminat, semuanya juga berminat, tapi kami dari BUMN itu belum ada penugasan,” tegas Harry.(RI)
Komentar Terbaru