JAKARTA – Insiden ledakan sumur minyak di Desa Pasir Putih, Kecamatan Ranto Timur, Kabupaten Aceh Timur, Nanggroe Aceh Darussalam menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban maupun masyarakat di sekitar lokasi yang terdampak kejadian.
Hingga Rabu malam (25/4), tim gabungan penanggulangan ledakan sumur masih kesulitan mengendalikan kobaran api yang terus membesar dan membumbung tinggi akibat dipicu keluarnya gas. Baru Kamis pagi (26/4) jilatan api bisa dijinakkan.
Aparat berwajib telah menyatakan dugaan penyebab utama ledakan adalah akibat kegiatan illegal drilling atau pengeboran sumur minyak ilegal di sekitar area operasi wilayah kerja migas PT Pertamina EP.
Roberth MV Dumatubun, Pelaksana Tugas Manajer Humas Pertamina EP, mengungkapkan Pertamina EP sudah seringkali memperingati dan menggandeng aparat berwajib untuk menertibkan praktek illegal drilling, namun tetap saja ada oknum masyarakat yang kembali melakukan pengeboran minyak. Apalagi hal itu dilakukan tanpa dilengkapi standarisasi pengeboran minyak yang memperhatikan berbagai faktor keamanan dan keselamatan.
“Berdasarkan info yang kami terima di kecamatan Ranto Timur itu cukup banyak praktek illegal drilling. Ini yang terus kami upayakan (penghentian praktek ilegal drilling),” kata Roberth, Kamis (26/4).
Dia menambahkan Pertamina EP tidak pernah berhenti memberikan penyuluhan kepada masyarakat terkait bahayanya illegal drilling. Serta menggandeng berbagai pihak agar insiden yang terjadi di Ranto Timur tidak terulang.
“Itu tidak bisa diatasi hanya dari satu pihak, dari pemda tidak bisa, polisi tidak bisa, Pertamina apalagi. Jadi diperlukan salah satunya kerja sama, baik itu koordinasi. Illegal drilling jadi PR kita bersama. Salah satu akibat dari illegal drilling yang cukup membuat shock dan memprihatinkan. Ini (ledakan sumur minyak) akibat contoh illegal drilling,” ungkap Roberth.
Menurut Roberth, praktek illegal drilling sulit ditertibkan karena tidak jarang dilakukan di halaman rumah warga masyarakat yang berdekatan dengan wilayah kerja Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), sehingga penindakan dari perusahaan masih terbatas.
“Ini illegal drilling di area yang dikuasai warga. Kalau kemudian dia melakukan di wilayah yang tanahnya atau lahannya dikuasai Pertamina atau operator lain, tentu itu kan lebih mudah (penindakan),” tandas Roberth.(RI)
Komentar Terbaru