JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya membatalkan perpanjangan kontrak PT Tanito Harum. Pembatalan tersebut menyusul permintaan langsung dari Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK) kepada Presiden Joko Widodo.
Ignasius Jonan, Menteri ESDM, mengatakan telah mendapatkan surat tembusan dari Ketua KPK yang diberikan kepada Presiden. Dalam surat tersebut KPK meminta pemerintah agar perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 yang saat ini sedang digodok sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Menyusul permintaan tersebut maka perpanjangan kontrak yang sempat diberikan kepada PT Tanito Harum dibatalkan.
“Belakangan kami terima surat tembusan dari Ketua KPK ke Presiden yang menyatakan bahwa revisi nantinya atau amendemen PP Nomor 23 Tahun 2010 pada intinya wajib mengacu pada UU Minerba. Akibatnya, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) atas nama Tanito Harum tidak ada. Jadi kami sudah pernah terbitkan dan kami batalkan atas permintaan KPK,” kata Jonan dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Kamis (20/6).
Revisi keenam PP No 23 Tahun 2010 hingga kini belum juga diterbitkan. Padahal Kementerian ESDM sudah menyelesaikan drafnya sejak sembilan bulan lalu.
“Kami sudah mengajukan perubahan adendum atau revisi PP No 23 Tahun 2010. Itu revisi keenam. Sejak hampir kurang dari setahun sampai sekarang persetujuan dari Bapak Presiden belum kami terima,” ujar Jonan.
Padahal jika mengikuti UU Minerba, wilayah tambang yang habis kontrak seharusnya dijadikan Wilayah Pencadangan Negara (WPN) yang harusnya dilelang serta ditawarkan kepada BUMN ataupun BUMD.
Kontrak Tanito Harum pada tanggal 15 Januari2019 dengan menggunakan payung hukum Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014. Padahal PP tersebut dinilai mengakibatkan kerugian negara.
Kewajiban divestasi yang pada awalnya 51% bagi pemegang Kontrak Karya kepada pemerintah menjadi 30% untuk tambang dibawah permukaan (undergroundmining).
Bahkan PP tersebut telah direvisi ke 4 kalinya menjadi PP Nomor 1 Tahun 2017 yang telah dijadikan payung hukum oleh Kementerian ESDM untuk merubah Kontrak Karya PT Freeport Indonesia menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) agar tidak melanggar UU Minerba.
Mengacu pada Pasal 112 ayat (2) butir (a) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, disebutkan bahwa pemegang Kontrak Karya (KK) dan PKP2B dapat diperpanjang menjadi IUPK Operasi Produksi. Perpanjangan pertama sebagai kelanjutan operasi tanpa melalui lelang setelah berakhirnya kontrak dan dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan, kecuali mengenai penerimaan negara yang lebih menguntungkan.
PP Nomor 77 Tahun 2014 juga merupakan perubahan ketiga dari PP Nomor 23 tahun 2010. Pemerintah saat ini juga tengah menyiapkan perubahan keenam atas PP Nomor 23 Tahun 2010.
Sala satu poin utama perubahan nantinya adalah terkait tenggat permohonan perpanjangan kontrak bagi para perusahaan pemegang PKP2B.
Dalam aturan baru nanti permohonan perpanjangan PKP2B menjadi IUPK diajukan dalam jangka waktu paling cepat lima tahun dan paling lambat satu tahun sebelum berakhirnya PKP2B. Padahal dalam beleid sebelumnya paling cepat dua tahun sebelum kontraknya habis.
Poin berikutnya adalah masa IUPK OP perpanjangan adalah sisa umur kontrak ditambah waktu perpanjangan (1 x 10 tahun) sesuai regulasi. PKP2B adalah aturan baru nanti dianggap telah berakhir ketika permohonan perpanjangan PKP2B menjadi IUPK disetujui.
Bambang Gatot Ariyono, Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, sebelumnya mengatakan tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak memperpanjang kontrak Tanito. Pasalnya, perusahaan itu telah memenuhi berbagai persyaratan, baik dari sisi kinerja maupun perizinan.
“Pada prinsipnya sudah oke. Izin-izin sudah oke kok,” kata Bambang.
Pada periode 2019 hingga 2025 mendatang, terdapat delapan perusahaan PKP2B generasi pertama yang akan berakhir masa kontraknya. Delapan perusahaan itu adalah PT Tanito Harum yang kontraknya habis pada 14 Januari 2019, PT Arutmin Indonesia yang kontraknya akan berakhir pada 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia yang Perjanjiannya akan berlaku hingga 13 September 2021, dan PT Kaltim Prima Coal yang masa berlaku PKP2B-nya akan habis pada 31 Desember 2021.
Selain itu, dalam daftar tersebut juga terdapat PT Multi Harapan Utama yang pada 1 April 2022 kontraknya akan berakhir. Kemudian PT Adaro Indonesia, di mana masa kontraknya akan habi spada 1 Oktober 2022, PT Kideco Jaya Agung yang kontraknya hanya sampai 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal yang masa kontraknya akan habis pada 26 April 2025.(RI)
Komentar Terbaru