JAKARTA – Iklim investasi minyak dan gas bumi Indonesia ternyata masih belum menunjukkan tanda positif. Hal ini bisa dilihat dari kesulitannya Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam pengadaan rig. Tumbur Parlindungan, Praktisi Migas dan mantan Presiden Indonesia Petroleum Association (IPA), mengungkapkan industri migas merupakan industri yang bisa berdampak luas, termasuk industri penunjang. Ketersediaan rig di Indonesia sangat bergantung pada kondisi iklim investasi migas.
Perusahaan penyedia jasa rig akan melihat wilayah mana yang memiliki prospek bagus. Apabila wilayah di sekitar Indonesia dinilai lebih baik iklim investasinya dengan adanya rencana kegiatan pengeboran lebih banyak, perusahaan penunjang tentu juga akan bergerak ke sana. Untuk itu, harus diciptakan kegiatan pengeboran sumur migas secara masif dan ramai di Indonesia. Apabila hal itu sudah tercipta maka perusahaan penunjang akan melirik wilayah Indonesia sebagai wilayah yang prospektif.
“Jadi tergantung supply and demand, kami rebutan (rig). Yang kami mau ketika ada crowd mereka (perusahaan penunjang) akan kesini. Kami mau buat itu crowd-nya ada, begitu ada harganya pun murah,” kata Tumbur di Jakarta, Rabu (3/7).
Beberapa KKKS mengalami fenomena kesulitan untuk mendapatkan rig dalam kegiatan pengeborannya, Repsol salah satunya. Perusahaan asal Spanyol itu diketahui melakukan perubahan jadwal pengeboran sumur eksplorasi Rencong 1X di Blok Andaman III ke tahun depan dari rencana awal pada tahun ini. Tidak hanya kesulitan pengadaan rig juga dialami oleh PT Pertamina Hulu Energi (PHE). Anak usaha di sektor hulu Pertamina itu sudah merencanakan pemboran eksplorasi cukup masif, namun realisasinya hingga pertengahan tahun ini masih cukup minim. Hingga paruh pertama 2019, PHE baru merealisasikan satu pemboran sumur eksplorasi dari target perusahaan sebanyak 13 sumur.
Meidawati, Direktur Utama PHE, mengatakan pengadaan rig menjadi salah satu penyebab minimnya realisasi pengeboran sumur eksplorasi. “Kendalanya rig, untuk mencari rig yang pas untuk kegiatan eksplorasi memang tidak mudah,” kata Meidawati kepada Dunia Energi.
Nanang Abdul Manaf, Direktur IPA, mengatakan kesulitan KKKS dalam pengadaan rig memang berbeda akan tetapi yang bisa dirasakan KKKS Indonesia saat ini memang kesulitan disebabkan belum adanya ketersediaan rig di sekitar wilayah Indonesia.
Dampak dari lesunya kegiatan industri hulu migas saat harga minyak anjlok menurut Nanang masih bisa dirasakan, yang bisa dilihat para perusahaan jasa rig yang lebih memilih menyiagakan rignya di wilayah-wilayah yang dinilai lebih berpotensi terdapat kegiatan pemboran lebih banyak. Jadi bukan masalah perusahaan yang tidak mau membor sumur, tapi lebih kepada masalah teknis.
“Untuk kesini (perusahaan) berhitung keekonomiannya, peluang ditempat lain seperti apa, pengadaan rig sulit terutama yang offshore. Sejak 2012 juga menurun aktivitas, wait and see juga sekian sumur dry hole nah karena aktivitas eksplorasi menurun,” ujar Nanang.
Pri Agung Rakhmanto, pengamat migas dari Universitas Trisakti, menyatakan kesulitan mendapatkan rig menjadi bukti bahwa iklim investasi migas di tanah air masih belum lebih menarik dari negara lain. Pemerintah kata dia memang harus diakui sudah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan gairahnya, tapi ternyata di negara lain upayanya lebih besar.
“Disitulah pentingnya kita menarik. Indikasi paling fair, aktivitas operasional salah satunya jumlah rig yang beroperasi. Kalau kita kesulitan cari rig aktivitas disini kalah dibandingkan dengan tempat lain,” kata Pri Agung.
Baik Tumbur maupun Pri Agung sepakat bahwa sekarang ini crowd yang dibutuhkan untuk menarik para penyedia jasa rig untuk melirik Indonesia belum terlihat. Itulah yang menjadi pekerjaan pemerintah dan seluruh stakeholder terkait untuk meyakinkan pelaku usaha.
Tahun ini sendiri Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menargetkan ada 57 sumur eksplorasi di bor menurun dari target tahun lalu sebanyak 104 sumur eksplorasi. Realisasinya hingga akhir April baru 16 sumur eksplorasi di bor.(RI)
Komentar Terbaru