JAKARTA – Institute for Essential Services Reform (IESR) meluncurkan Indonesia Electric Vehicles Outlook (IEVO) 2023 untuk pertama kalinya. Laporan ini membahas status perkembangan kendaraan listrik untuk penumpang dan ekosistem pendukung pengembangan kendaraan listrik di Indonesia. IESR memandang mitigasi perubahan iklim dengan penurunan emisi yang signifikan dari sektor transportasi
dapat dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat dengan mengadopsi kendaraan listrik.
Sektor transportasi menjadi salah satu sumber polusi dan penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK). Dari 600 MtCO2-eq emisi GRK Indonesia di sektor energi pada tahun 2021, 23% berasal dari sektor transportasi. Angkutan darat menjadi penyumbang terbesar emisi GRK di sektor transportasi dengan angsa lebih dari 90%. Emisi dari sektor transportasi diperkirakan akan terus meningkat 53% pada tahun 2030 dibandingkan tahun 2015 dan hampir dua kali lipat antara tahun 2030 dan 2060. Dekarbonisasi sistem transportasi, dengan percepatan adopsi kendaraan listrik yang ramah lingkungan dan beremisi rendah bisa menjadi salah satu solusi, bersamaan dengan transisi ke energi terbarukan di sektor kelistrikan.
“Pemerintah telah memasukkan penggunaan kendaraan listrik sebagai salah satu rencana aksi mitigasi yang termuat dalam Nationally Determined Contribution (NDC). Namun, target yang ditetapkan masih belum sejalan dengan Persetujuan Paris untuk membatasi kenaikan temperatur bumi 1,5 derajat Celcius pada 2050. Menurut studi IESR untuk mencapai bebas emisi pada 2050, jumlah kendaraan roda dua dan roda empat listrik harus mencapai 110 juta unit di 2030,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif
IESR.
Untuk mencapai target tersebut perlu upaya akselerasi melalui dukungan kebijakan fiskal dan non fiskal.
Sejak 2019, pemerintah tengah gencar mendorong pengembangan industri dan penggunaan kendaraan listrik tetapi pada saat yang sama sejumlah kebijakan yang pro energi fossil masih diberlakukan yang membuat adopsi kendaraan listrik kurang optimal. Misalnya kebijakan pemerintah tetap mensubsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan memperpanjang penjualan bahan bakar dengan standar Euro II.
Faris Adnan, penulis IEVO yang
juga peneliti Sistem Ketenagalistrikan, IESR, mengatakan berbagai kebijakan ini membuat daya tarik konsumen mengakuisisi kendaraan listrik menurun dan juga keuntungan dari nilai penghematan biaya bahan bakar menjadi berkurang.
“Ketergantungan akan bahan bakar fosil dalam sistem energi kita terutama sektor transportasi membuat sektor energi kita rentan terhadap gejolak harga,” ujarnya.
Faris mengungkapkan Pemerintah berusaha mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fossil dalam sektor transportasi melalui kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB). Akan tetapi, masih sulitnya menemukan infrastruktur pengisian listrik, harga pembelian yang
mahal, dan performa serta model yang terbatas menjadi halangan utama adopsi KBLBB oleh konsumen.
“Berbagai halangan ini yang perlu diselesaikan oleh pemerintah,” ungkap Faris Adnan.
Temuan IESR menunjukan pada 2022, adopsi motor listrik naik lima kali lipat dari 5.748 unit pada 2021 menjadi 25.782 unit. Selain itu, adopsi mobil listrik meningkat hampir empat kali lipat dari 2.012 unit pada 2021 menjadi 7.679 unit pada 2022. Kenaikan ini didorong oleh adanya promosi kendaraan listrik lewat
acara G20 yang menjadikan kendaraan listrik sebagai kendaraan resmi delegasi.
“Meski ada kenaikan, namun jumlah tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan pemerintah. Populasi motor listrik baru 0,2% dari total motor di Indonesia. Sementara mobil listrik baru mencapai 0,4%. Oleh karena itu agar KBLBB dapat lebih menarik dan terjangkau bagi masyarakat, beberapa instrumen kebijakan tambahan yang tepat sasaran diperlukan,” kata Faris.
Salah satu instrumen kebijakan tersebut adalah kombinasi insentif untuk produsen dan penciptaan pasar untuk mempercepat skala keekonomian kendaraan listrik, khususnya kendaraan listrik roda dua yang punya potensi pasar besar. Untuk itu IESR merekomendasikan pemerintah mendorong implementasi instruksi Presiden untuk pembelian kendaraan listrik oleh instansi pemerintah dan BUMN, dan mendorong adopsi oleh bisnis ride hailing (layanan transportasi berbasis aplikasi) dan logistik untuk
mempercepat adopsi kendaraan listrik oleh pasar dalam 2-3 tahun ke depan.
Selain itu, untuk mendapatkan manfaat penurunan emisi GRK dan lingkungan yang lebih besar maka peningkatan bauran pembangkit energi baru terbarukan di sistem kelistrikan juga diperlukan agar emisi yang dihasilkan KBLBB menjadi lebih rendah daripada emisi dari kendaraan motor bakar.
“Kajian IESR menunjukan bahwa manfaat emisi baru akan didapatkan jika bauran energi terbarukan di sistem kelistrikan PLN di atas 20%,” ujar Faris.
Sebagai upaya mendorong akselerasi kendaraan listrik di Indonesia dan mempertemukan berbagai pemangku kepentingan terkait dan mempercepat langkah Indonesia untuk melakukan transisi energi, IESR akan menggelar peluncuran dan diskusi Indonesia Electric Vehicle Outlook (IEVO) 2023, pada 21 Februari 2023, pukul 09:30 – 12:00 WIB secara online melalui Zoom Conference + livestream Youtube
(IESR). Acara ini akan dihadiri oleh Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia, Tory Darmantoro, Director of Business Development Strategy & Special Projects Grab Indonesia, Rivana Mezaya, Koordinator Kelaikan Teknik dan Keselamatan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Didit Waskito,
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, dan lainnya.(RA)
Komentar Terbaru