JAKARTA- Dewan pakar Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Benny Lubiantara pesimistis harga minyak mentah dunia dapat membaik dalam waktu dekat. Penurunan harga minyak saat ini sama seperti penurunan harga minyak pada tahun 1980-an akibat Amerika Serikat yang menghasilkan shale gas dan shale oil dan anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang enggan mengurangi produksinya.
“Saat ini isunya itu kelebihan pasokan (oversupply) karena shale oil dan tidak adanya pengurangan produksi, dikhawatirkan recovery tidak berjalan dengan cepat,” ujar Benny di Jakarta.
Menurut Benny harga minyak dunia sulit untuk diprediksi. Padahal pada pertengahan 2014, harga minyak masih berada di kisaran US$100 per barel, tapi saat ini harganya di bawah US$ 30 per barel.
Dia menegaskan penyebab perubahan harga minyak mentah hanya dua faktor, yaitu oversupply dan turunnya permintaan dunia. Hal ini mengakibatkan penurunan harga minyak ini melemahkan kegiatan bisnis di sektor migas dunia, termasuk Indonesia.
“Harga minyak memang susah ditebak karena tidak konsisten. Banyak analis yang memprediksi harga minyak bias menembus US$ 20 per barel Pada 2008 harga minyak US$140 per barel juga bilang akan naik jadi US$200 per barel, yang terjadi harga minyak justru drop,” ujarnya.
Harga minyak mentah WTI pada Rabu pagi berhasil rebound setelah tujuh hari perdagangan melemah. Patokan AS, minyak West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange untuk kontrak Februari 2016 pada pukul 08.32 WIB menguat1,48% ke US$30,89 per barel.
Harga minyak mentahpada perdagangan Selasa, bahkan sempat bertengger di bawah level US$30 per barel untuk pertama kalinya dalam 12 tahun, setelah anggota OPEC Nigeria menyerukan pertemuan darurat untuk mengatasi kejatuhan harga.
Dengan berlanjutnya penurunan harga minyak, membuat sejumlah analis memperkirakan harga berpotensi menuju ke US$20 per barel.
Emmanuel Ibe Kachikwu, Menteri Sumber Daya Minyak Nigeria, mengharapkan pertemuan luar biasa dari kartel minyak OPEC di “awal Maret” untuk mendiskusikan harga minyak mentah yang sedang menukik.
“Jika harga menyentuh US$35, kami akan mulai suatu pertemuan luar biasa,” kata Kachikwu seperti dikutip Antara.
Nigeria, merupakan produsen minyak terpenting dan ekonomi terbesar Afrika, telah terusik runtuhnya harga minyak mentah. Mengingat komoditas tersebut menyumbang 90% dari pendapatan ekspor negara dan 70% dari pendapatan pemerintah negara tersebut. Namun, Arab Saudi dan sekutunya di Teluk seperti Uni Emirat Arab, mempertahankan penurunan harga untuk menekan pesaing mereka, terutama di AS. (EA)
Komentar Terbaru