JAKARTA – Pandemi Covid 19 akan mengubah pola bisnis hampir di seluruh sektor bisnis, termasuk industri hulu migas ke depan. Dampak yang langsung terlihat adalah turunnya permintaan minyak global secara signifikan yang berakibat harga minyak turun drastis dan semua tangki penampung yang tersebar di dunia dalam posisi penuh.
Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) mengingatkan pemerintah untuk bisa mengambil tindakan dan bersiap menghadapi perubahan model bisnis yang diakibatkan pandemi Covid-19. Pemerintah harus punya model bisnis baru untuk bisa menarik dan memastikan pelaku usaha tetap berinvestasi.
“IATMI mendorong dan siap mendukung pemerintah dan pelaku industri hulu melakukan langkah cepat yang diperlukan untuk mengantisipasi persaingan di era yang sama sekali berbeda,” kata Benny Lubiantara, Deputi Kajian dan Opini IATMI, Jumat (8/4).
Benny menuturkan pada 2015 dan 2016, harga minyak juga mengalami penurunan tajam karena kelebihan pasokan akibat munculnya produsen baru US shale oil. Namun, kondisi tahun 2020 jauh lebih kompleks, karena kombinasi mendadak hilangnya permintaan yang siginifikan akibat pandemi Covid-19 dan produksi minyak global yang masih berlimpah.
“Industri hulu migas Indonesia bagian dari industri migas global tentu terdampak langsung dengan kondisi ini. Sebelumnya, ketika harga minyak turun drastis, SKK Migas, KKKS bersama dengan industri penunjang melakukan berbagai upaya efisiensi biaya yang cukup berhasil. Pada kondisi Covid-19 ini, IATMI melihat perlunya kembali didorong upaya-upaya ekstra dari semua pemangku kepentingan agar industri hulu migas tetap dapat survive beroperasi,” ungkap Benny.
Dengan kondisi tersebut, lanjut Benny, IATMI merekomendasikan beberapa kebijakan, strategi dan upaya yang perlu dilakukan dalam jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Kebijakan, strategi dan upaya yang perlu dilakukan dalam jangka pendek yakni dukungan kelangsungan operasional sektor hulu migas agar tetap berjalan.
Benny menuturkan dalam jangka pendek ini, IATMI mendorong agar PT Pertamina (Persero), sebagai BUMN Migas milik negara yang memiliki 36% kontribusi produksi nasional, terus berkomitmen untuk tetap menjaga keberlangsungan industri hulu migas nasional dengan mempertahankan produksi di level yang aman dengan biaya operasi yang efisien.
“Harga minyak rendah memang menurunkan margin keuntungan perusahaan sektor hulu migas, namun mempertahankan kegiatan operasional hulu migas agar tetap berjalan merupakan upaya menjamin tetap berlangsungnya efek berganda (multiplier effects) pada keseluruhan bisnis proses migas bagi perekonomian nasional,” ujar Benny.
Hadi Ismoyo Sekretaris Jenderal IATMI, menaambah di tengah penurunan permintaan minyak seperti sekarang opsi untuk menutup sumur produksi untuk menghindari kerugian lebih besar wajar disuarakan. Namun dia mengingatkan bahwa ada pertimbangan teknis reservoir dimana terkadang tidak selalu mudah memilih opsi menutup sumur.
Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tentu akan terus melakukan upaya-upaya efisiensi, disamping itu tetap diperlukan dukungan pemerintah melalui Kementerian ESDM serta kementerian dan lembaga terkait berupa stimulus fiskal, untuk mendorong kegiatan dalam jangka pendek agar tetap dapat berlangsung. “Dukungan stimulus fiskal tersebut bisa saja bersifat sementara, selama periode tertentu akibat dampak Covid-19 ini,” katanya.
Selanjutnya dalam jangka menengah dan jangka panjang, Benny menilai bahwa era Covid-19 ini harus dijadikan momentum bagi pemangku kepentingan di sektor hulu migas untuk lebih investor friendly, memangkas proses perizinan, koordinasi dan birokrasi yang selama ini berdampak terhadap ekonomi biaya tinggi.
Perlunya meningkatkan daya saing investasi sektor hulu migas di tanah air menjadi semakin mendesak. “Saat ini semua negara-negara produsen minyak sedang menyiapkan skema/model bisnis migas baru dalam rangka memperbaiki daya saing negara tersebut,” kata Benny.(RI)
Komentar Terbaru