JAKARTA – Cita-cita Presiden Prabowo Subianto untuk bisa mewujudkan swasembada energi jelas tidak akan mudah. Tingginya kebutuhan migas Indonesia yang belum bisa dipenuhi dari dalam negeri khususnya minyak makin hari makin tinggi dan terus menggerogoti keuangan negara.

Dalam data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga bulan September nilai impor migas mencapai US$ 26,74 miliar atau setara Rp 417,59 triliun (kurs Rp 15.615 per US$). Angka ini mengalami kenaikan dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023, yang mencatatkan impor migas sebesar US$ 25,76 miliar atau sekitar Rp 402,30 triliun.

Dari total impor tersebut, minyak mentah menyumbang US$ 7,74 miliar, sementara hasil minyak (produk) mencapai US$ 18,99 miliar. Ini jelas menunjukkan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap impor energi masih signifikan meskipun ada wacana untuk mengurangi ketergantungan tersebut.

Sebelumnya, Prabowo mengungkapkan bahwa ketergantungan pada sumber energi luar negeri menjadi ancaman serius di tengah ketegangan geopolitik global.

“Kalau terjadi hal yang tidak kita inginkan, sulit akan kita dapat sumber energi dari negara lain. Oleh karena itu, kita harus swasembada energi dan kita mampu untuk swasembada energi,” kata Prabowo dalam pidato pertamanya sebagai presiden Minggu (20/10).

Indonesia kata Prabowo memiliki potensi besar untuk memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah. Potensi tersebut seperti kelapa sawit yang dapat menghasilkan solar dan bensin, serta tanaman-tanaman lain seperti singkong, tebu, sagu, dan jagung.

“Kita juga punya energi bawah tanah, geotermal yang cukup. Kita punya batu bara yang sangat banyak. Kita punya energi dari air yang sangat besar. Pemerintah yang saya pimpin nanti akan fokus untuk mencapai swasembada energi,” ungkap dia. (RI)