CEPU – Sumur B13 bagian dari pemboran sumur infil clastic di tahun 2024 sudah berproduksi sebesar 13.300 barel per hari (BPH). Setelah keberhasilan pemboran sumur pertama itu, diharapkan pada kuartal 4 tahun 2024 akan onstream pemboran sumur kedua dan memberikan tambahan produksi hingga 9.300 BPH. Ini berarti pada tahun 2024 akan ada tambahan produksi dari pemboran Banyu Urop Infill Clastic (BUIC) di blok Cepu sebesar 22.600 BPH.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengungkapkan tambahan produksi di Cepu diharapkan bisa untuk menjaga optimisme dalam mengejar target produksi.

Tantangan yang ada di industri hulu migas kata dia adalah di minyak dan mengharapkan masukan dan kontribusi dari berbagai pihak. “Kami terbuka untuk menerima masukan-masukan positif bagaimana cara meningkatkan produksi minyak,” ujar Arifin, Jumat (9/8).

Untuk itu, Menteri ESDM meminta upaya untuk peningkatan tidak hanya dari lapangan existing, tetapi juga adanya kegiatan seismik baru, eksplorasi baru yang bisa mempercepat pendeteksian sumur-sumur baru. Indonesia masih banyak memiliki potensi minyak. Seperti di Blok Cepu yang hari ini sudah menghasilkan 630 juta barel dan berpotensi menghasilkan 1 miliar baru.

“Harus segera dilakukan percepatan eksplorasi agar segera ada kepastian. Pemerintah memberikan dukungan bagi Exxon untuk melakukan kegiatan seismik dan eksplorasi baru di wilayah lain,” tegas Arifin.

Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengungkapkan perhatian khusus diberikan untuk menjaga produksi Lapangan Minyak Banyu Urip agar tetap optimal, mengingat Banyu Urip adalah kontributor nomor dua terbesar dengan kontribusinya yang mencapai sekitar 25% dari produksi nasional.

Lapangan Banyu Urip telah melampaui yang ditargetkan dalam plan of development (POD). “Berkat berbagai upaya dan terobosan yang dilakukan oleh SKK Migas dan EMCL dalam menjaga kinerja lapangan, yaitu meningkatkan produksi dengan tetap memperhatikan kemampuan dan daya dukung reservoir yang ada,” kata Dwi.

Total ada tujuh pemboran pengembangan baru di lapangan Banyu Urip. Investasi untuk ketujuh pemboran sumur dengan ikut memperhitungkan pekerjaan subsurface mencapai US$ 203,5 juta atau setara Rp 3,25 triliun (kurs Rp 16.000 per USD) dan diperkirakan memberikan penambahan penerimaan negara sebesar US$ 2 miliar atau sekitar Rp 32 triliun serta diharapkan dapat memberikan tambahan minyak sebesar 42.92 MMSTB.

Carole Gall, Presiden ExxonMobil Indonesia, menambahkan, “ExxonMobil berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan energi Indonesia secara aman, andal, dan efisien. Kami bangga atas hasil menggembirakan dari program pengeboran BUIC dan kami berterima kasih kepada Kementerian ESDM serta SKK Migas atas kepemimpinan dan kerja sama yang luar biasa,” kata Carole.

Kegiatan pengeboran BUIC menggunakan anjungan dan peralatan yang keseluruhannya dibuat di Indonesia dan dioperasikan oleh PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI) yang merupakan anak usaha PT Pertamina (Persero). Pengeboran ini menunjukkan tingkat kompetensi PDSI di bidang pengeboran minyak dan gas bumi, serta dukungan industri hulu migas untuk tumbuh berkembangnya perusahaan nasional serta komitmen SKK Migas dan KKKS dalam mengimplementasikan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di industri hulu migas.

Pengeboran BUIC ini juga melibatkan kontraktor lokal dan menyerap tenaga kerja setempat. Keterlibatan tersebut telah menambah nilai ekonomi di bagi masyarakat sekitar wilayah operasi.

Sebelumnya pemerintah mencatat adanya penurunan produksi blok Cepu. Lapangan Banyu Urip mengalami kenaikan Gas Oil Ratio (GOR) dan kenaikan water cut yang menyebabkan Loss Production Opportunity (LPO) cukup significant, yaitu sekitar 7.000 BPH sehingga rata-rata produksinya anjlok dibawah level 150 ribuan BPH.

“Harus kami akui bahwa LPO di EMCL ini jumlahnya sangat signifikan, meskipun SKK Migas dan KKKS lain berusaha untuk melakukan optimasi produksi dari kegiatan pemboran, workover dan well service, namun kontribusi yang diperoleh belum dapat menutup secara langsung gap penurunan produksi di EMCL”, kata Hudi D Suryodipuro, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas. (RI)